SERINGKALI keterbatasan fisik membuat orang menjadi pesimis untuk melakukan sesuatu yang ,bermanfaat bagi kehidupannya bahkan membuat dirinya menjadi benalu bagi orang lain. Terkadang kehadirannya di tengah masyarakat menimbukan berbagai anggapan. Ada orang yang memposisikan diri mereka hanya sebagai peminta-minta atau lebih kasar lagi pengemis yang hanya menjadi sampah masyarakat.
Namun bagi sebagian penyandang cacat kekurangan fisik tidak menghambat upayanya untuk mengais rejeki yang halal bahkan ada di antaranya yang mampu memberikan pekerjaan kepada mereka yg normal. Alias jmenadi boss dari sejumlah karyawannya yang normal.
Sugimun, pemuda Dusun Mojopuro, Magetan, Jawa Timur misalnya, seorang penyandang cacat sejak kecil akibat Polio yang dierita sehingga menyebabkannya umpuh total, Untuk bisa berjalan dia membutuhkan pertolongan kedua orangtuanya. Ketika beranjak dewasa sebuah kursi roda berfungsi sebagai penggantinya kedua kakinya yang tidak berfungsi.
Keterbatasan fisiknya tidak menjadi penghalang baginya untuk meraih kesuksesan. Lelaki kelahiran tahun 1970 ini yang notabene berasal dari keluarga miskin ini tidak me ngenyam pendidikan formal sebagaimana anak seusianya, sebab jangankan untuk biaya sekolah, untuk bisa makan sehari hari saja sudah untung.
Sekarang lelaki cacat ini kini adalah pemilik tiga unit ini toko elektronik “Cahaya Baru” yang dikenal sebagai toko elektronik yang cukup besar di kota trenggalek dan Magetan, Jawa Timur. Omsetnya sudah mencapai Rp150 juta per bulan
Perjalanan sukses seorang Sugimun bukanlah tanpa perjuangan dan tekad yang kuat, . ketergantungannya dengan kursi roda bukan menjadi penghalang untuk mengejar impiannya agar terlepas dari kondisi ekonomi yang sulit.
Perjalanan sukses Sugimun berawal pada usia 19 tahun. Ketika seorang aparat desa beberapa orang dari Dinas Sosial datang ke rumahnya. Mereka mengajak Sugimun mengikuti program penyantunan dan rehabilitasi sosial dan penyandang cacat di Panti Sosial Bina Daksa (PSDB) “Suryatama” di kota Bangil, Jawa Timur. Ditempat tersebut Sugimun mengikuti bimbingan fisik, mental, serta pendidikan kejar Paket A.
Rasa rendah diri sempat menghantuinya karena semua teman penyandang cacat yang mengikuti program memiliki pendidikan formal maulai dari SD, SMP bahkan ada yg lulusan SMA sedangkan dirinya baca tulis saja tidak bisa. Namun karena tekad yang luar biasa karena tidak ingin hidup hanya menyusahkan dan menjadi benalu untuk orang lain Sugimanbelajar dan berlatih dengan serius sekaligus mengalahkan rasa rendah dirinya.
Selama dua tahun Sugiman mengikuti program pelatihan, ia memilih untuk mempelajari ketrampilan elektronik seperti televisi, radio, sound system, kipas angin dan peralatan elektronik lainnya. Dan akhirnya Sugimun berhasil menyelesaikan pelatihannya. Singkat cerita dengan berbekal sertifikat pelatihan Sugimun pulang ke kampung halamannya untuk mencari pekerjaan.
Di kampung halamannya Sugimun mencoba melamar pekerjaan di beberapa tempat usaha servis elektronik, namun mungkin dengan kondisi fisiknya, semua lamarannya ditolak. “Semua lamaran yang saya buat ditolak”. “Sering kali saya disangka pengemis saat melamar pekerjaan “ sangat menyedihkan,“ ujarnya sambil mengenang masa masa sulit itu.
Upayanya berujung ketika diterima bekerja di salah seorang temannya di Kediri. Itupun tidak berlangsung lama, kurang dari satu tahun Sugimun memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya karena berbagai alasan.
Dengan kondisi ekonomi yang serba sulit serta pengalaman yang ditolak berkali-kali membuat Sugimun nekad berusaha sendiri. Berbekal restu sang ibu, tahun 1992 ia menjual perhiasan emas milik ibunya senilai Rp15 ribu. Sebagian uang dipakai untuk untuk menyewa lapak di emperan pasar sayur Magetan. Di tempat yang kecil itu, ia memulai usaha jasa servis elektronik dan menjual isi korek api.
Kerja keras harus dijalaninya. setiap pagi dari Dusunnya dia harus menempuh perjalanan sejauh satu kilometer untuk mencapai lokasi mangkalnya angkutan umum. Bagi orang normal jarak sejauh itu tidak menjadi persoalan tetapi bagi Sugimun hal itu sangat berat.
Dengan penuh ketelatenan dan kesungguhan, Sugimun berusaha meraih kepercayaan para pelanggan, terutama dalam menepati janji. Ia berusaha keras untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Ia juga tidak pelit menjelaskan kepada pelanggannya tentang kerusakan dan onderdil yang harus dibutuhkan, termasuk harga dan kualitas onderdil yang bervariasi.
Alhasil, kiosnya semakin sering dikunjungi orang dan kebutuhan akan onderdil elektronik juga meningkat.
Dari hasil kerja kerasnya dia menyisihkan uangnya untuk modal pembelian onderdil. sedikit demi sedikit ia juga melengkapi kiosnya dengan barang elektronik. Karena semakin lama barangnya kian banyak, akhirnya ia memberanikan diri membeli toko.
Meski kini menjadi orang sukses, Sugimun tidak lupa terhadap keluarganya. Sebagai anak tertua dari delapan saudara, ia merasa bertanggung jawab atas eberlangsungan pendidikan adik-adiknya. Oleh karenanya, sebagian rezekinya ia gunakan untuk membantu biaya pendidikan tiga orang adiknya, iapun mangajak mereka untuk membantu menjalankan toko elektroniknya. Kebahagiaannya semakin lengkap ketika ia menemukan jodohnya bernama Nursiam. Perempuan yang ia nikahi itu kini memberinya tiga orang anak.
Untuk anak yatim dan penyandang cacat di daerahnya dengan berbagai keterampilan yang berguna bagi masa depan mereka kelak.
Pernah suatu ketika dengan kursi rodanya Sugimun memasuki salah satu showroom mobil di kota Solo, Dia dihampiri oleh salah seorang karyawan yang langsung memberikan uang recehan kepadanya. Diperlakukan seperti itu tidak membuat Sugimun menjadi marah, dengan senyum dia berkata, ”Oh, maaf saya bukan pengemis mas. Saya cari mobil.” Pernyataan itu tentu saja membuat si karyawan itu tercengang dan salah tingkah. Si karyawan langsung meminta maaf dan segera mempersilahkannya masuk ke dalam showroom sembari menanggung malu.
Bagi Sugimun cacat fisik yang dialami adalah pecut agar selalu bisa melihat dan membantu orang lain membutuhkan uluran tangannya. Sukses selalu Sugimun…… (hasyim husein)