POSSORE.ID, Sulteng — Di tengah hamparan hijau Kota Palu, Sulawesi Tengah yang kaya akan potensi alam, seorang pria berwajah teduh tampak serius menatap masa depan industri rotan. Moh. Rifky Nugraha, ST, bukan hanya seorang pebisnis, tetapi juga penggerak yang membawa misi membangkitkan kembali kejayaan industri mebel rotan dan kayu di daerahnya. Sikapnya yang tenang berpadu dengan ketegasan visi, membuatnya menjadi sosok yang disegani di kalangan pelaku industri mebel dan kerajinan di daerahnya.
Sebagai Direktur Dayamandiri Group—yang menaungi PT. Dayamandiri Utama Makmur, CV. Waena Mandiri, dan CV. Utama Mandiri—Rifky memimpin usaha yang bergerak di bidang pengolahan kayu dan rotan, sekaligus memasarkan berbagai jenis mebel di wilayah Sulawesi Tengah. Meski bisnisnya kini berkembang, langkah ini tidak lahir dari kebetulan.
Latar belakang keluarga yang sejak lama berkecimpung di dunia perkayuan telah menjadi pondasi kuat yang menuntunnya ke jalur ini. “Saya hanya menjemput potensi yang sudah ada,” ujarnya dalam percakapan dengan POSSORE.ID Senin sore usai terpilih sebagai Ketua DPD HIMKI Sulawesi Tengah.
Potensi itu kini ia kembangkan bukan sekadar untuk keuntungan, tapi juga sebagai wujud kontribusi bagi masyarakat dan pelaku industri di daerahnya. Prinsip hidupnya sederhana namun kuat: jadilah bermanfaat bagi sesama umat manusia.
Rifky pernah terlibat dalam program PIRNAS (Pusat Inovasi Rotan Nasional) sebuah institusi yang berfokus pada penelitian, inovasi, dan pengembangan industri rotan di Indonesia, khususnya di Kota Palu yang digagas almarhum Prof. Andi Tanra Tellu. Gagasannya kala itu mulia—membuka jalur pengiriman bahan baku rotan langsung ke industri yang membutuhkannya. Menurutnya, Sulawesi Tengah memiliki aset pengolahan rotan yang telah lama tertidur. “Harapan kita, alat pengolahan itu bisa kita hidupkan kembali,” katanya penuh semangat.
Namun, perjalanan ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu kendala utama adalah kurangnya tenaga pengajar yang dapat membina para pengrajin rotan. Saat ini, di Sulawesi Tengah, hanya segelintir tokoh seperti Pak Kamardin yang masih aktif mengajar. “Kalau bisa, kita mengkloning Pak Kamardin,” ucap Rifky sambil tersenyum. “Supaya lebih banyak trainer yang mau membagi ilmu dan membina pengrajin di sini.”
Bagi Rifky, pelatihan adalah kunci. Dengan pembinaan yang tepat, minat para pengrajin dapat bangkit kembali, dan mereka bisa memahami model dan desain yang dibutuhkan pasar. Di sinilah ia melihat pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan asosiasi seperti HIMKI untuk meningkatkan keterampilan dan membagi pengetahuan demi tujuan bersama.
Ia percaya, belajar dari daerah atau pelaku yang lebih maju adalah langkah strategis. Harapannya, HIMKI bisa menjadi jembatan yang menghubungkan industri di Sulawesi Tengah dengan pasar yang lebih luas. “Pemerintah pasti akan support,” ujarnya optimis. Apalagi, Sulawesi Tengah memiliki bahan baku melimpah yang menjadi modal besar untuk membangkitkan kembali industri ini.
Kepada DPP HIMKI, Rifky menyampaikan harapan agar dukungan tidak hanya berupa pembukaan akses pasar, tetapi juga penyediaan pelatih yang dapat membina pengrajin. “Setelah kita bina, mereka bisa mandiri membuat kerajinan. Langkah berikutnya, kita akan kirim furnitur jadi dari Palu. Jadi bukan sekadar kirim bahan baku, tapi ikut tumbuh bersama dalam industri ini.”
Wilayah kerja HIMKI Sulawesi Tengah mencakup hingga ke Sulawesi Barat, dengan produk utama berupa furnitur rotan dan berbagai handicraft. Namun, Rifky mengakui, produk-produk ini perlu sentuhan modern agar sesuai dengan selera pasar saat ini. Baginya, kualitas dan relevansi desain adalah kunci bertahan di tengah persaingan global.
Optimismenya semakin kuat dengan kembali aktifnya HIMKI Sulawesi Tengah. Kolaborasi erat dengan pengurus pusat menjadi modal utama untuk menggerakkan roda industri di wilayahnya. “Kami ingin pelaku di Sulawesi Tengah merasakan langsung dampak positif dari kebangkitan ini,” katanya mantap.
Di luar urusan bisnis, Rifky memiliki cara tersendiri untuk menjaga fokus dan kejernihan pikirannya. Hobi bermain golf menjadi ruang refleksi baginya, di mana setiap ayunan tongkat adalah pelajaran tentang kesabaran, strategi, dan presisi—nilai yang juga ia terapkan dalam memimpin perusahaannya.
Dengan visi yang jelas, jejaring yang semakin luas, dan komitmen untuk membangkitkan potensi lokal, Moh. Rifky Nugraha menapaki jalannya bukan sekadar sebagai pengusaha, tetapi sebagai pelaku perubahan. Ia paham, industri bukan hanya tentang produksi, tetapi tentang memberi manfaat, memberdayakan, dan menghidupkan kembali denyut ekonomi yang pernah redup. (aryodewo)
