JAKARTA (Pos Sore) — Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) dan PB IDI (Ikatan Dokter Indonesia) kembali melayangkan somasi ketiga kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang masih belum juga membayarkan klaim tagihan layanan bayi lahir dengan tindakan. Total tunggakan yang ditagih ARSSI mencapai angka Rp 2,9 triliun sejak akhir tahun 2018. Ironis.
“BPJS Kesehatan belum membayarkan tagihan layanan jaminan bayi baru lahir dengan tindakan yang masih status dipending BPJS Kesehatan mencapai sekitar Rp 2,9 triliun, padahal BPJS Kesehatan surplus Rp 18,7 triliun,” tukas kuasa hukum ARSSI Muhammad Joni dalam keterangannya secara virtual, Kamis (18/2/2021).
Sebagaimana diberitakan BPJS Kesehatan, Senin (8/2/2021), mengumumkan jika BPJSK akhirnya mengalami surplus. Tidak lagi minus atau defisit seperti yang selama ini terjadi. Tidak tanggung-tanggung, nilainya mencapai Rp18,74 triliun.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris bahkan mengklaim sejak Juli 2020, tidak terdapat kasus gagal bayar klaim atau pembayarannya berjalan lancar. Defisit arus kas dana jaminan sosial (DJS) berakhir pada pertengahan 2020. Tapi, aneh meski surplus BPJSK belum juga mau membayar tunggakan klaim ARSSI.
Sebagaimana diinformasikan sebelumnya, ARSSI telah menyampaikan somasi sebanyak dua kali terhadap BPJS Kesehatan. Namun, hingga saat ini tunggakan tersebut masih belum dibayarkan.
Padahal perintah harus membayarkan klaim ARSSI berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 76 tahun 2016 yang mencantumkan layanan jaminan bayi baru lahir dengan tindakan. Selain itu, adanya surat edaran menteri kesehatan yang mendorong pembayaran layanan tersebut.
Surat edaran itu dinilai menegaskan agar klaim bayi baru lahir dengan kode P0.3.0-P0.3.6. yang mengalami pending segera dibayarkan. ARSSI meminta agar BPJS Kesehatan menghargai fasilitas kesehatan dengan tidak menunda pembayaran.
Joni menegaskan, adanya tunggakan tersebut dinilai mengganggu arus kas dalam rumah sakit. Ditambah dengan kondisi pandemi Covid-19, rumah sakit mengalami masalah dalam arus kas.
Karena itu, ARSSI yang mewakili kepentingan rumah sakit swasta anggota ARSSI, dan PB IDI yang mewakili kepentingan tenaga medis (dokter, dokter Spesialis Anak, dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi) memohon keadilan dan perlindungan hukum kepada Presiden RI.
Seharusnya, Presiden tidak perlu dipusingkan oleh masalah ini. Cukup menteri kesehatan yang menangani. Cuma karena BPJS Kesehatan belum juga membayarkan tagihan atas layanan jaminan kesehatan Bayi Baru Lahir dengan Tindakan (kode P03.0 – P03.6), jadi kepada siapa lagi mengadu?
Perintah menteri kesehatan saja diabaikan. BPJS seharusnya menyadari kedudukannya tidak berada di atas hukum. Maka dari itu BPJS harus tetap patuh kepada hukum. Bukan malah “menghindar”.
BPJS Kesehatan sebagai badan hukum publik yang menganut prinsip nirlaba bukan surplus selain memantapkan dan meluaskan jangkauan pelayanan JKN, juga harus mematuhi tata kelola yang baik dengan melaksanakan garis kebijakan dan regulasi termasuk Surat Edaran Menkes RI Nomor HK.02.01/Menkes/402/2020.
Surat edaran tersebit tentang Klaim Bayi Baru Lahir Dengan Tindakan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional, tertanggal 9 Juli 2020. Dan, juga tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 76 Tahun 2016 tentang Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.
“Karena itu, BPJS Kesehatan wajib mematuhi perintah garis kebijakan yang tertuang dalam surat edaran dan permenkes tersebut. BPJS Kesehatan musti menghargai rumah sakit swasta anggota ARSSI bukan menunda begitu lama pembayaran klaim Bayi Baru Lahir dengan Tindakan,” tambah Wakil Ketua Umum ARSSI Noor Arida Sofiana.
Dia menegaskan, dampak dari BPJS Kesehatan belum membayar klaim ‘bayi baru lahir dengan tindakan’, arus kas (cash flow) sejumlah rumah sakit swasta terganggu. Salah satu tindaklanjut yang harus dilakukan, ya tidak ada cara lain selain BPJS Kesehatan segera membayar klaim tersebut.
“Kami menuntut keadilan atas pembayaran klaim BPJS Kesehatan agar segera dibayarkan. Tentunya, mempertimbangkan saat ini rumah sakit swasta sudah banyak mengalami gangguan cash flow. Terlebih kami juga merawat pasien Covid-19,” tandasnya lagi.
Pihaknya sudah melakukan advokasi kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait penyelesaian klaim bayi baru lahir. Namun, belum ada tindaklanjut lebih jelas sampai sekarang. ARSSI sangat berharap masalah ini segera diselesaikan.
Dalam pernyataan sikapnya yang ditandatangani Ketua Umum ARSSI drg. Susi Setiawaty, MARS, Ketua Umum PB IDI dr. Daeng M. Faqih, S.H., M.H, serta kuasa hukum ARSSI dan PB IDI Muhammad Joni, S.H., M.H, meminta agar klaim bayi baru lahir dengan Kode P0.3.0-P0.3.6. yang mengalami pending segera diselesaikan pembayarannya.
Terlebih Layanan Bayi Baru Lahir dengan Tindakan ini bukan hanya relasi ARSSI dan PB IDI dengan BPJS Kesehatan, namun kepetingan publik dan hak anak serta tanggung jawab konstitusional negara melalui BPJS Kesehatan bermitra dengan anggota ARSSI dan tenaga medis anggota IDI sebagai garda terdepan.
Layanan kesehatan Bayi Baru Lahir dengan Tindakan adalah Neonatal Essential yang merupakan hak konstitusional anak (Pasal 28B ayat (2) UUD 1945), hak asasi manusia (HAM) dan hak anak, serta kepentingan rakyat banyak yang berguna bagai masa depan bangsa menuju Indonesia Emas. Menundanya keadilan HAM adalah pengabaian HAM. (tety)