BOGOR (Pos Sore)--Yayasan Damandiri dan Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan Program Jumat Keliling (Jumling) di wilayah Bogor Barat. Ketua Damandiri, Prof Dr Haryono Suyono mengharapkan program yang digagas IPB ini bukan hanya untuk membentuk Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) tapi juga mengisi Posdaya sehingga IPB dan Kota Bogor menjadi laboratorium dan sekolah lapangan bagi Yayasan Damandiri.
“Setidak-tidaknya tak kurang dari 70 kali pihak luar sudah berkunjung untuk melihat kegiatan Posdaya yang ada di Kota Bogor … Mulai miggu depan akan datang tiga rombongan yang akan meninjau Posdaya di Bogor ini,” ujar Haryono ketika memberikan pengarahan pada Jumat Keliling IPB bertempat di Posdaya Kenanga, Desa Situ Gede, Bogor kemarin.
Haryono mengatakan, Jumling IPB, akan membangun kemitraan untuk kemandirian yang merupakan proses bahwa penduduk desa termasuk sekretaris Camat, Lurah, Kepala Desa, dan mantan Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) yang dulu berjumlah 50 ribu orang berkunjung kerumah-rumah penduduk dan belajar berpidato.
Karena mereka sudah pandai pidato, sekarang jumlah PLKB menurun dan tinggal 20 ribu saja. Sementara yang 30 ribu banyak yang jadi politisi, camat, lurah dan kepala desa. Sebanyak 16 desa yang ada di Kecamatan Bogor Barat diharapkan tak saja jadi sasaran desa keliling tetapi ditingkatkan menjadi camat keliling.
Dalam kesempatan tersebut Haryono menawarkan kepada Rektor IPB untuk mengadakan pelatihan di 16 kecamatan di Bogor Barat. Pelatihannya boleh dilaksanakan di Bogor, boleh di Jakarta. Kemudian dari 16 kecamatan itu diadakan semacam lomba untuk membuat peniruan Posdaya dari kampung Situ Gede menjadi situ-situ yang lebih gede di tempat lain.
Peserta pelatihan mulai dari para camat, sekretaris camat, kelurahan dan anggotanya, untuk berlomba membuat satu Posdaya di setiap desa. Dan kader-kader dari IPB mengisi Posdaya itu meniru apa yang ada di Posdaya Kenanga Situ Gede. Yaitu bagaimana membuat kemitraan itu terjun kedesa, artinya keluarga kaya dan keluarga miskin bermitra gotong royong untuk mengerjakan.
Pertama, membuat agar tidak satu pendudukpun di 16 Kecamatan itu ada yang sakit walaupun sudah punya kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Selanjutnya diikuti gagasan pak camat untuk mendukung gagasan walikota membuat kampung menjadi bersih.
Tetapi, kata Haryono, selain sehat, bersih, juga membuat taman-taman di halaman rumahnya, bukan taman bunga, tetapi kebun bergizi seperti bayam, cabe, tomat, terong, kangkung dan jenis sayuran lainnya yang bermanfaat bagi keluarga dan agar tidak usah lagi membeli kepasar.
Selain itu, juga membuat kolam ikan, jamur, ternak ayam dan lainnya. ‘’Penduduk desa kita latih sebagai pratek dari buku-buku yang dihasilkan IPB untuk diturunkan kekampung-kampung. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu dari IPB itu bisa diturunkan ke desa untuk rakyat bukan untuk kompeni.’’
Sehingga di desa itu ada kolam-kolam ikan, kebun bergizi, ternak lele, jamur tiram yang hasilnya, kalau lebih, bisa dipasarkan di kota-kota sekitar Bogor.
Menurut Haryono, ini akan menjadi kebanggaan IPB, karena ilmunya bisa turunkan kepada masyarakat desa. Dengan demikian Bogor Barat mejadi indrustri pertanian, industri peternakan, industri jamur dan lainnya. Yayaan Damandiri siap menjadikan 16 kecamatan di Bogor Barat menjadi satu pilot proyek yang dikelola oleh mahasiswa IPB. Dan bisa menjadi model dari kota Bogor.
Bogor Barat diharapkan menjadi lahan pertanian yang menghasilkan bukan karena ada korporasi besar, tapi rakyat yang miskin mendadak menjadi pengusaha pertanian, pengusaha peternakan, pengusaha jamur dan pengusaha lainnya
Menyangkut masalah permodalan, Prof Haryono mengatakan bahwa di Bogor sudah disediakan skimTabungan dan Kridit Pundi Kesejahteraan (Tabur Puja). Bagi keompok yang berusaha semacam ini bisa meminjam dana tanpa agunan asal mereka mau menabung dan hidup gotong royong. (junaedi)