JAKARTA (Pos Sore) — Penggunaan obat berkualitas pada sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memang tidak perlu diragukan, namun tetap harus ada pengawasan agar tidak berpengaruh pada kualitas pelayanan. Di sisi lain, peran apoteker semestinya menjadi ujung tombak karena hingga kini tenaga apoteker belum dilibatkan secara optimal.
“Yang perlu dalam sistem ini didukung peran apoteker yang semestinya menjadi ujung tombak karena hingga kini tenaga apoteker belum dilibatkan secara optimal di fasilitas kesehatan faskes tingkat pertama, seperti puskesmas, klinik, dan dokter praktek swasta,” kata Dewan Penasihat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Mohamad Dani Pratomo, saat dihubungi kemarin, di Jakarta.
Keluhan pasien yang menerima obat tak berkualitas, menurutnya tidak terlalu tepat. Menurutnya, keluhan itu muncul hanya karena faktor kebiasaan saja. Jika sebelum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-K) beroperasi, pasien bisa ditawari obat generik atau obat paten.
“Sekarang, di era JKN, obat yang diberikan obat generik. Tetapi, ini tak masalah karena memiliki kualitas yang sama. Jadi, itu hanya faktor psikologis saja. Dan, memang tidak mungkin pasien akan diberikan obat yang tidak berkualitas. BPJS-K juga harus melakukan efisiensi. Salah satunya dengan memberikan obat berkualitas. Kalau obat yang diberikan tidak berkualitas jelas akan berefek pada lamanya masa penyembuhan, yang berarti tidak efisien, dan ini akan berpengaruh pada pelayanan kepada pasien,” tuturnya.
Ia berpendapat, munculnya keluhan itu bisa jadi karena peran apoteker yang belum dilibatkan dalam program JKN. Fungsi apoteker sendiri untuk memastikan obat yang diresepkan dokter rasional dan memastikan pasien memahami penggunaannya secara tepat.
Sementara JKN lebih menekankan kepada layanan medis oleh dokter, yaitu memeriksa, menegakkan diagnosa, menuliskan resep, lalu diserahkan ke apoteker. Jadi apoteker tidak dihitung dalam sistem biaya JKN, lebih sebagai penjual obat, karena kami diberi jasa berdasarkan harga obat.
Terkait hal itu, Executive Director IPMG, Parulian Simanjuntak, menyatakan, melalui sistim e-katalog, peran harga sangat menentukan bahkan pemerintah mungkin menomorduakan kualitas. “Namun dengan mengikutsertakan peran apoteker sesuai dengan PP 51, maka kualitas obat-obatan yang diberikan melalui program JKN akan lebih terjamin,” tegasnya. (tety)