16.2 C
New York
12/10/2025
AktualOpini

Apakah OTT Wamenaker Noel, Puncak Gunung Es Korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan?

Oleh : Opa Achiem
(Wartawan Senior Ketenagakerjaan)

 

OPERASI TANGKAP TANGAN (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer alias Noel pada Rabu (20/8/2025) menjadi alarm keras.

Kasus ini bukan sekadar aib personal seorang pejabat tinggi, tetapi langsung mencoreng nama baik Presiden Prabowo Subianto yang terkesan salah dalam menunjuk pembantunya.

OTT ini juga membuka kembali borok lama, rente dan praktik korupsi yang berulang di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

Ini menjadi Pola Korupsi yang Berulang di tubuh kementerian tersebut yang dalam setahun belakangan rajin memenuhi halaman media massa maupun media sosial.

Jika ditarik ke belakang setahun terakhir, media arus utama (mainstream) di Indonesia sudah berulang kali menyoroti potensi korupsi di Kemnaker.

Sebut saja kasus Pengadaan Sistem Digital Perlindungan Pekerja Migran (2022–2023). Proyek ratusan miliar rupiah disebut KPK penuh kejanggalan dan menyeret pejabat eselon I.

Media Tempo dan Kompas menyorot mark-up anggaran serta permainan vendor. Juga terkait Dugaan penyalahgunaan bantuan pelatihan kerja (2024).

Sejumlah laporan investigasi mengungkap manipulasi data peserta BLK (Balai Latihan Kerja) untuk menggelembungkan anggaran.

CNN Indonesia menulis soal “BLK fiktif” yang disetujui tanpa verifikasi lapangan. Dan, yang terakhir Program K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

Baik Tempo maupun Detik menulis bahwa area ini rawan korupsi karena perusahaan wajib sertifikasi K3 agar bisa beroperasi.

Celah rente muncul dalam bentuk “jalur cepat berbayar” dan proyek pengadaan APD yang nilainya ratusan miliar.

Dengan latar ini, OTT Noel terkait K3 terlihat bukan kejadian terisolasi, melainkan kelanjutan pola rente yang sistematis di Kemnaker.

Bahkan ditengarai, OTT Noel bukan gunung es dari upaya KPK memberangus korupsi di Kemnaker. Tidak menutup kemungkinan akan menyeret beberapa mantan menteri bahkan bisa jadi, menteri yang sekarang menjabat pun akan dimintai keterangan karena aksi pembiaran yang dilakukannya.

Bahkan beberapa nama penting yang sebelumnya menjadi pejabat eselon II di Ditjen Pengawasan dan K3 Kemnaker tidak akan luput dari mata KPK bahkan diduga sudah dilakukan pemeriksaan atau pengambilan ketetangan terhadap oknum pejabat tersebut.

Bidang K3 bukan hanya soal administrasi, tetapi langsung menyangkut nyawa buruh. Sertifikasi dan audit K3 sering diperlambat, membuka peluang “percepatan berbayar”.

Di atas kertas, K3 seharusnya melindungi pekerja. Namun di lapangan, regulasi berubah jadi “komoditas politik” yang bisa diperjualbelikan.

Bagi kaum buruh, keselamatan kerjanya menjadi terancam. Jika sertifikasi dan audit bisa dibeli, perusahaan tak perlu benar-benar mematuhi standar keselamatan.

Artinya, buruh dipaksa bekerja dengan risiko lebih tinggi. Bagi Investor & Dunia Usaha, muncul biaya tak resmi untuk mengurus kepatuhan K3. Perusahaan patuh kalah saing dengan mereka yang “membayar jalan pintas”.

Dan bagi pemerintah, OTT Wamenaker adalah pukulan telak di awal pemerintahan Prabowo. Janji besar good governance atau pemerintahan bersih dipertanyakan publik.

Padahal Presiden Prabowo Subianto menegaskan dia akan mengejar koruptor sampai Antartika sekalipun.

“Tidak ada tempat aman bagi pengkhianat rakyat.” Pernyataan keras ini menjadi sinyal bahwa pemerintah tidak akan melindungi Noel.

Namun, publik menunggu bukti lebih dari sekadar retorika. Bukan Omon-Omon.

OTT Noel bisa jadi momentum bersih-bersih Kemnaker atau sekadar menambah daftar panjang pejabat terjerat korupsi. Jika hanya berhenti di satu nama, publik akan melihat kasus ini sebagai pengalihan semata.

Tetapi jika benar-benar ditindak tuntas, kasus Noel bisa menjadi pintu masuk mereformasi sistem ketenagakerjaan agar tak lagi jadi ladang rente. (**)

Leave a Comment