JAKARTA (Pos Sore) – Cuaca ekstrim kerap menjadi sumber bencana alam di Indonesia. Karena itu, perlu dipelajari agar kita bisa melakukan antisipasi dan mengelola dampaknya.
“Dengan memahami dan menguasai cuaca ekstrem, kita bisa mengantisipasinya sehingga bisa meminimalir korban atau kerugian,” papar Heru F Widodo, Kepala UPT Hujan Buatan BPPT di sela temu media ‘Solusi Iptek untuk Perubahan Cuaca Ekstrem’, di Jakarta, kemarin.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan, jenis bencana yang paling sering terjadi di Indonesia adalah bencana hidro-meteorologis. Bencana jenis ini berkaitan erat dengan cuaca ekstrim seperti hujan lebat, banjir, longsor, puting-beliung dan kekeringan.
Untuk mengantisipasi dan menghadapi perubahan cuaca ekstrim tersebut, peran iptek amat penting. Terutama untuk kepentingan memprediksi maupun mengantisipasi perubahan cuaca ekstrim.
“Iptek dapat memberikan kontribusi terhadap kegiatan mitigasi dan adaptasi tersebut antara lain melalui kegiatan mengamati, memahami, memodelkan, memprediksi cuaca ekstrim, serta melakukan tindakan yang dibutuhkan dengan dukungan teknologi yang sesuai,” lanjutnya.
Sejauh ini, terdapat beberapa solusi iptek yang telah dilakukan antara lain melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC), Sistem Informasi Mitigasi Bencana Alam (SIMBA), pengembangan Satelite Disaster Early Warning System (Sadewa), dan lain-lain.
TMC antara lain telah digunakan untuk menangani beberapa bencana seperti banjir di Jakarta, kebakaran hutan dan pemadaman asap di Riau. Melalui teknologi modifikasi cuaca terhadap penurunan curah hujan sekitar 33,29% pada 2014, sementara di 2013 sebanyak 35%. Curah hujan yang dimodifikasi lebih banyak curah hujan yang terjadi pada malam hari. (tety)