JAKARTA, Possore.com– Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menyebut masalah Covid-19 saat ini memiliki dimensi geopolitik yang sangat tinggi. Sebab, kemungkinan terburuknya, Covid-19 digunakan sebagai senjata biologi dalam konflik gelopolitik itu.
Hal ini disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Muhammad Anis Matta dalam pengantar Gelora Talk5 bertajuk ‘Covid-19 Mengganas: Sanggupkah Sistem Kesehatan Mengatasinya?’ di Media Centre Gelora Indonesia, Jalan Taman Patra, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (1/7) petang.
“Kemungkinan yang buruk yaitu Covid-19 ini juga digunakan menjadi senjata dalam konflik geopolitik,” ungkap Anis, politisi senior kelahiran Welado, Bone, Sulawesi Selatan, 7 Desember 1968 tersebut,
Pada kesempatan tersebut, Anis mengatakan, virus Corona ini datangnya dari China dan Indonesia juga menggunakan vaksin dari China. Makna geopolitiknya, Indonesia sebagai korban dan pada waktu yang sama juga menjadi konsumen. “Ini menyakitkan sebagai sebuah fakta,” kata Anis.
Karena itu, Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) 2009-2014 tersebut mengajak publik untuk mulai menyadari ada perlombaan luar biasa dari empat kekuatan utama dunia, yaitu Amerika Serikat (AS), Eropa, Rusia, China dalam memproduksi vaksin. “Kita juga lihat ada racing atau perlombaan paling tidak empat kekuatan dunia itu dalam produksi vaksin.”
Hanya saja, Anis belum mengetahui apakah industri vaksin ini kelak akan menjadi salah satu leading industri. “Apa industri ini akan menjadi salah satu leading industry di masa datang atau farmasi secara keseluruhan menjadi leading industry ini juga akan menjadi persoalan geopoltik.”
Karena itu, kata Anis, tidak begitu mengherankan apabila saat ini terjadi disinformasi luar biasa mengenai informasi Covid-19. Dimana informasi saintifik bercampur dengan hoax yang cepat menyebar di masyarakat.
“Misal tentang keburukan dan kelebihan dari tiap vaksin karena ada instrumen pertarungan kepentingan global,” tandas Anis.
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hadir fisik sebagai narasumber menegaskan, Indonesia saat ini tidak memiliki kekuatan (power) untuk menolak kepentingan global terkait Covid-19.
Ketika Indonesia ditetapkan sebagai pandemi Covid-19 tak bisa menolak dan juga menjadi konsumen vaksin dari negara lain. “Waktu Indonesia juga mengalami situasi yang sulit ingin dijadikan pandemi Flu Burung, tetapi saya melawan. Kita berperang diplomasi dengan WHO,” kata Siti.
Dikatakan, Indonesia melakukan penelitian mengenai Flu Burung, dan menyampaikan berbagai argumen ilmiah yang didukung data saintifik.
WHO secara perlahan mundur, dan sikap Indonesia saat itu mendapatkan dukungan dari negara iain.
“Karena Covid-19 sudah terlanjur jadi pandemi, kita harus menjawab dengan penelitian secara ilmiah. Para ahli statistik segera menghitung apa yang menyebabkan hal ini bisa meningkat, bukan kira-kira yang belum tentu betul,” kata dia.
Dosen Psikologi Universitas Indonesia, Prof Hamdi Muluk berpendapat lain. Pola penyebaran dan penularan Flu Burung dengan Covid-19 memiliki perbedaan, dan secara psikologis responnya juga berbeda di masyarakat.
Covid-19, kata Hamdi, langsung mempengaruhi kehidupan sosial modern, aktivitas ekonomi dan sehari-hari masyarakat. “Bila kita primitif, masuk dalam gua dan keluarga kita kunci di dalam. Tetapi, masyarakat kita sekarang kompleks dan mobilitas harus berjalan, tidak bisa dihentikan. Jadi ada respon berbeda,” kata Hamdi Muluk. (decha)