17 C
New York
27/10/2024
Aktual Kesra

Akhlis Suryapati: Sinematek Tak Pernah Terancam Bangkrut

JAKARTA (Pos Sore) — Pusat Arsip dan Data Film Sinematek Indonesia tidak pernah terancam bangkrut, serta
mempunyai sumber dana untuk membiayai kelangsungannya. Demikian ditegaskan Kepala Sinematek Indonesia Akhlis Suryapati, Rabu (3/6), di Jakarta.

Di awal berdirinya, Sinematek yang dirintis oleh Asrul Sani dan Misbah Yusa Biran, mengandalkan modal dari dua tokoh itu, dengan para sukarelawan yang dihonor seadanya.

“Kini karyawan Sinematek bisa mendapatkan gaji layak, jaminan kesehatan, jaminan ketenagakerjaan, juga jaminan pensiun,” kata Akhlis Suryapati seraya menambahkan para karyawan itu selama ini, dari dulu sampai sekarang, terus melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan pengarsipan dan data perfilman.

Akhlis Suryapati yang juga wartawan dan sutradara film mengatakan, jika saat ini
Sinematek tidak lagi terbesar di Asia Tenggara, itu karena negara lain, seperti Thailand, membangun pusat arsip dan data perfilman dengan dibiayai uang negara.

Sinematek Indonesia adalah pusat arsip dan data film yang dikelola oleh swasta, Yayasan Pusat Perfilman H Usmar Ismail (YPPHUI). Karenanya, ia meyakini YPPHUI mempunyai sumber dana yang membuat Sinematek tidak pernah terancam bangkrut. Terlebih masyarakat perfilman juga banyak partisipasi untuk kelangsungan Sinematek.

Ia tidak membantah ada semacam keluhan bahwa Sinematek kekurangan biaya atau tidak terkelola maksimal. Namun, itu lantaran orang mempunyai harapan yang besar dan tinggi kepada Sinematek Indonesia sebagai pusat arsip dan data perfilman satu-satunya di Indonesia, serta yang pertama di Asia Tenggara.

Akhlis Suryapati meyakini orang akan sependapat jika keberadaan Sinematek sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional untuk riset, penelitian, referensi, pembelajaran, dan lain sebagainya.

Tak heran, jika orang membayangkan, Sinematek keren dengan gedung artistik megah berlantai marmer. Ruangan-ruangannya pun adem dan tenang untuk membaca, sinemanya menggelegar kalau dipakai menonton film.

Masyarakat juga membayangkan gudang penyimpanannya memiliki temperatur stabil sesuai standar pengarsipan film, dan fasilitas pengarsipan serta penyimpanan data tersusun dalam filing-filing yang rapi.

Arsip film pun terjaga baik materi aslinya maupun content filmnya yang terdigitalisasi dalam server, dan lain sebagainya. Mungkin seperti Perpustakaan Nasional yang baru itu.

“Lha, kalau tuntutannya seperti itu, ya Sinematek belum mampu mewujudkan. Duit dari Hong Kong. Tetapi sejauh saya dekat dengan Sinematek sejak zaman dipimpin
Pak Misbah, Sinematek belum pernah terancam bangkrut. Kalau pernah mengalami masa-masa miskin, barangkali iya ….” (nur)

Leave a Comment