-0.1 C
New York
02/12/2024
Aktual hukum Nasional

Ajak Dosen dan Mahasiswa Berpikir Kritis, Unkris Gelar Seminar Kajian Hukum – Legal Justice Kasus Sambo

JAKARTA (Pos Sore) — Pakar hukum pidana Prof Dr T Gayus Lumbuun, SH, MH, kasus Irjen Pol. Ferdy Sambo (FS) cukup menarik dikaji para akademisi ilmu hukum.

Dalam pandangannya, kasus ini tidak semata-mata menyangkut tindak kejahatan pembunuhan terhadap Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Dikatakan, kasus FS ini juga bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki institusi Polri mengingat kasus tersebut cukup menghebohkan dan menggegerkan.

“Menjadi isu besar di masyarakat yang berimplikasi pada berbagai pihak baik masyarakat maupun institusi Kepolisian RI,” kata Guru Besar Universitas Krisnadwipayana ini, Selasa 30 Agustus 2022.

Prof Gayus Lumbuun menegaskan hal tersebut ketika menjadi pembicara seminar nasional Kajian Hukum – Legal Justice bertema ‘Bisakah Ferdy Sambo Bebas?’.

Seminar ini diadakan Program Doktoral Ilmu Hukum Angkatan 11 Universitas Krisnadwipayana (Unkris), di Pendopo Unkris, Jatiwaringin, Bekasi, Jawa Barat.

Menurutnya, eskalasi suara publik yang menuntut hak dan keadilan berhasil mengungkap kasus tersebut. Dibuktikan dengan menetapkan puluhan anggota kepolisian sebagai pelanggar etik, dan beberapa anggota kepolisian ditetapkan sebagai tersangka.

Meski pelaku utama pembunuhan Brigadir J sudah mengakui, Prof Gayus menilai Sambo sebenarnya memiliki peluang untuk ‘bebas’ dari hukuman mati atau hukuman seumur hidup. Peluang ini bisa diperoleh dengan menjadi justice collaborator.

Dalam posisinya sebagai justice collaborator, Sambo harus berani membongkar borok yang ada di institusi yang menaunginya sejelas-jelasnya, transparan, dan sejujur-jujurnya.

Karena sejak kasus Sambo bergulir, isu seputar ketidakberesan institusi Polri seperti munculnya Geng 303 terus bergulir. Adanya isu itu berhasil meyakinkan publik bahwa ada yang tidak beres pada institusi Polri.

Meski dengan pengakuan Sambo sebagai pelaku utama pembunuhan Brigadir J, sebenarnya yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan menjadi justice collaborator.

“Sambo bahkan bisa dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55-56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal mati atau seumur hidup atau penjara 20 tahun,” kata Prof Gayus.

Jika Sambo menjadi justice collaborator ini tidak akan mengurangi rasa sakit hati dan kepedihan keluarga almarhum Brigadir J. Namun, jika itu bisa dilakukan maka kebermanfaatan hukum akan sedemikian besar yang bisa dirasakan oleh masyarakat luas.

Bagi Prof Gayus, menggabungkan pemahaman social justice sebagai demokrasi, legal justice sebagai nomokrasi dan keadilan prosedural dan keadilan substantif sebenarnya terbuka ruang bagi hakim.

Hakim bisa mempertimbangkan hukuman yang sesuai dengan unsur kemanfaatan atas pengakuan yang selengkap-lengkapnya, sejujur-jujurnya, seterbuka-terbukanya dari pelaku.

Dikatakan, tentang justice collaborator, hukum nasional telah mengaturnya sebagai norma hukum yang diatur melalui Undang-undang No. 31 Tahun 2014 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Selain itu, juga diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2011 dan Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung RI, KPK dan LPSK tentang Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor, Saksi Pelaku yang berkerjasama.

Prof (HC) Dr Otto Hasibuan bersama Prof Gayus Lambuun dan Rektor Unkris Dr Ir Ayub Muktiono saat usai seminar

Diakui Prof Gayus, perkembangan proses hukum di tingkat penyelidikan dapat dikatakan menjadi keberhasilan kelompok masyarakat dari berbagai unsur termasuk advokat yang mendapatkan kuasa untuk menangani kasus.

Kelompok masyarakat umum dalam konteks pemikiran Prof Gayus, dapat disebut sebagai social justice warrior atau pejuang keadilan sosial.

Termasuk juga para advokat yang bertindak sebagai kuasa hukum korban yang telah dengan tegas dan berani mengungkapkan berbagai informasi termasuk fakta-fakta yuridis yang ditemukan.

Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Prof (HC) Dr Otto Hasibuan, SH, MCL, MM, saat menjadi nara sumber seminar yang sama, menyatakan, banyak publik yang terjebak dalam kasus Sambo ini.

“Begitu hebatnya pemberitaan, sehingga kasus yang sebenarnya baru dimulai, seolah-olah telah sampai pada akhir cerita,” tegasnya.

Ia mengingatkan sejak kasus Sambo mencuat telah ada skenario-skenario yang disusun untuk mempengaruhi hukum. Pada skenario pertama yang awalnya diyakini publik, ternyata gugur setelah ada pengakuan jujur dari Bharada E.

“Namun meski sekarang skenario dua sudah makin menguat, bisa saja muncul skenario ketiga dan seterusnya. Semuanya serba mungkin,” kata Otto.

Karena itu, sebagai kaum akademisi, Otto mengajak para dosen dan mahasiswa untuk mengkritisi persoalan ini dengan baik. “Kita harus tunggu akhir dari persidangan untuk menyimpulkan kasus ini,” tambahnya.

Ia juga sepakat dengan Prof Gayus, bahwa substansi hukum mengenal adanya kebermanfaatan di samping keadilan dan kepastian hukum.

Tujuannya agar hukum tak sekadar mengadili yang salah dan menjatuhkan hukuman sesuai aturan yang berlaku, tetapi hukum juga harus mampu memberi manfaat untuk mencegah agar kasus serupa tidak terjadi lagi.

“Harus ada kebermanfaatan dari penuntasan kasus hukum terhadap Sambo ini. Kita ingin agar di kemudian hari tidak muncul Sambo-Sambo yang lain,” tandasnya.

Sementara itu, Rektor Unkris Dr Ir Ayub Muktiono mengatakan seminar nasional dengan topik bahasan Ferdy Sambo ini menjadi bagian dari upaya Unkris untuk memberikan pencerahan hukum kepada masyarakat luas sebagai bagian dari tugas para akademisi.

“Kampus punya kebebasan akademis untuk memberikan kajian termasuk dalam kasus Sambo ini. Unkris merasa terpanggil memberikan pandangan dari sisi akademis,” kata Rektor.

Ayub memastikan seminar nasional terkait Sambo ini tidak bermaksud mempengaruhi proses hukum yang sedang berlangsung terhadap Sambo maupun pelaku lainnya.

“Semata-mata ingin melihat lebih luas aspek hukum dari kasus tersebut dengan maksud mencegah kasus serupa terjadi berulang,” katanya.

Seminar nasional yang terbuka untuk umum tersebut menjadi bagian dari upaya Unkris memberikan sumbangan pemikiran dan pandangan terkait kasus Ferdy Sambo dari sisi akademis.

Melibatkan ribuan peserta dari berbagai kalangan, seminar nasional dimoderatori langsung oleh Wakil Rektor 3 Unkris Dr Parbuntian Sinaga dan Ketua LPKK Unkris Dr. Susetya Herawati.

Seminar nasional dihadiri tidak hanya dosen dan mahasiswa Unkris tetapi juga akademisi dari berbagai kampus lain di Jabodetabek.

Leave a Comment