7.6 C
New York
16/10/2024
Aktual

Ahli dari Pemohon: KPU Bertindak di Luar Kewenangannya

JAKARTA (Pos Sore) – Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat pagi (15/8) kembali menggelar sidang perkapa Pilpres 2014 yang diajukan pasangan calon presiden nomor 1, Prabowo – Hatta, dengan mendengarkan sejumlah saksi ahli. Para ahli yang hadir secara bergantian menyampaikan pendapatnya. Pihak Termohon, antara lain mengajukan Haryono (mantan anggkota MK) dan Ramlan Surbakti (mantan anggota KPU), sementara pihak terkait tim hokum Jokowi – JK mengajukan Saldi Isra (Guru Besar Hukum Tata Negara, Universitas Andalas) dan Bambang Eka Wijaya (mantan Ketua Bawaslu).

Prof Dr Yusril Ihza Mahendra dan Dr Irman Putra Sidin, dan Said Salahudin merupakan tiga di antara 6 saksi ahli yang telah didengarkan majelis MK keterangannya. Sebelumnya, kuasa hukum Termohon sempat menyampaikan keberatannya kepada Majelis atas diperbolehkannya Yusril sebagai saksi ahli, dengan alasan Yusril adalah Ketua Dewan Syruo Partai Bulan Bintang (PBB) yang juga salah satu partai koalisi pendukung Capres No.1.

Menyampaikan pendapatnya, Yusril mengatakan persoalan pemilihan presiden bukanlah persoalan hukum biasa.Tetapi merupakan persoalan konstitusi. Sambil mengurai sejarah lahirnya undang-undang yang mengawali terbentuknya Mahkamah Konstitusi (MK),Yusril yang menunjuk pendapat pakar hukum tata Negara lainnya, Margarito Kamis, mengatakan sidang MK bukanlah persoalan perselisihan angka-angka semata. Tetapi apakah pemilihan presiden yang telah dilaksanakan konstitusionil atau tidak.

Yusril meminta majelis memperhatikan apa yang dilakukan MK Thailand, yang bisa membatalkan hasil pemilu apabila dipandang tidak konstitusional.

Sementara Irman Putra Sidin mengatakan, gugatan Pilpres 2014 ini tak semata menyangkut kepentingan keperdataan Prabowo – Hatta. Tetapi ada sekitar 70 juta rakyat di belakangannya, dan demi kepentingan konstitusi bangsa Indonesia. Karena itu, Irman berpendapat legal stansing atau kedudukan hokum penggugat sudah berkekuatan hukum tetap.

Said Salahudin sendiri menyorot keberadaan DPT sebagai alat control dan keberadaan DPTKtb. Dalam kaitan ini Said menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No.102 yang membolehkan adanya DPKTb (daftar pemilih tetap khusus tambahan), yang justru dalam Pilpres kali ini menimbulkan kekisruhan.

Dengan segala argumennya, Said mengatakan seharusnya putusan MK No.102 itu sudah tidak berlaku lagi atau tidak relevan untuk diimpelentasikan saat ini karena tidak memberikan kepastian hukum. Kalau pun harus diberlakukan, maka Komisi Pemilihan Umum tidak berhak mengubahnya.

Said dalam kesimpulannya menyebut, KPU telah menggunakan DPKTb dengan tidak mengikuti ketentuan sebagaimana diharuskan putusan MK No.102. KPU bahkan bertindak di luar kewenangannya dengan menambahkan pengaturan tentang dokumen lain seperti keterangan domisili dari lurah bagi pemilih yang masuk DPTKtb.

Ketua Majelis Konstitusi, Hamdan Zoelva menskor sidang hingga pkl 14.15 dan meminta ahli yang sudah memberikan kesaksiannya untuk datang kembali. (lya)

 

Leave a Comment