JAKARTA PosSore — Di tengah tantangan yang kian berat dalam industri ekspor mebel, Abie Abdillah, Ketua Bidang Pengembangan Desain Mebel DPP HIMKI (Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia), mengajak para pelaku usaha untuk melihat potensi besar pasar domestik. Dengan semangat juang yang tinggi, Abie menyarankan industri mebel Indonesia untuk “berani bertarung” di negeri sendiri.
Menurutnya, lesunya pasar global dan tingginya biaya produksi membuat persaingan di tingkat ekspor semakin sulit. “Harapannya tentu ada dukungan dari pemerintah, tapi rasanya belum bisa diandalkan sepenuhnya. Sekarang, asosiasi harus mendorong anggotanya masuk ke pasar lokal, yang ceruknya masih besar,” ungkapnya, tanpa mengesampingkan peran pasar ekspor.
Abie Abdillah sendiri sebetulnya punya misi besar di bidang desain yakni membawa desain furnitur Indonesia ke panggung internasional, sebuah misi yang ia emban dengan penuh dedikasi. Lulusan Desain Produk dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini telah lama jatuh cinta pada material rotan, yang menurutnya mampu merepresentasikan budaya Indonesia dalam bentuk furnitur yang artistik.
“Rotan itu unik, lentur tapi kuat,” ujar Abie, menjelaskan mengapa material ini menjadi andalan dalam berbagai rancangannya. Bagi Abie, rotan punya karakteristik yang bervariasi tergantung dari daerah asalnya, dan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pecinta desain di dalam maupun luar negeri.
Mengawali kariernya, Abie sukses merancang Bench Pretzel, sebuah karya yang terinspirasi dari keindahan bentuk organik dan kesederhanaan material rotan. Bench ini menjadi ikon dalam perjalanan kariernya, sekaligus memberikan secercah harapan bagi industri rotan Indonesia yang saat itu sedang mengalami penurunan.
Dengan tampilan yang minimalis namun penuh karakter, Bench Pretzel mencuri perhatian di kalangan desainer nasional, dan tak lama kemudian mulai dikenal di kancah internasional. Pengakuan dari dunia internasional ini tak lantas membuat Abie lupa pada sosok yang ia kagumi. Di dalam negeri, ia sangat menghormati karya Prof. Imam Buchori Zainudin, sedangkan dari mancanegara, Naoto Fukasawa, desainer asal Jepang, menjadi inspirasinya.
Bagi Abie, kedua desainer tersebut memiliki kemampuan menciptakan desain yang ikonik dan fungsional, bahkan tak lekang oleh waktu. “Karya-karya Pak Imam dari tahun 1960-1970 masih tetap indah dan bisa dinikmati hingga sekarang,” katanya, mengungkapkan kekagumannya.
Kerja keras dan dedikasi Abie dalam mengeksplorasi karakter rotan dan membangkitkan citra furnitur Indonesia di mata dunia akhirnya terbayar. Salah satu pencapaian yang paling berkesan baginya adalah penghargaan Singapore Furniture Awards, penghargaan internasional pertamanya yang menandai awal perjalanan Abie sebagai desainer dengan reputasi global.
Saat ini Abie bekerja sebagai R&D Manager di Artikraft, yang bergerak di bidang ekspor produk home decor dan kerajinan. Dan menjadi Principal Designer Studiohiji, perusahaan yang dirintisnya sejak 2014 dan telah berkolaborasi dengan beberapa brand diantaranya Vivere, Bika Living, hingga Cappellini asal Italia.
Pada 2016, Abie berkesempatan memamerkan karyanya di Milan Design Week, salah satu ajang desain paling bergengsi di dunia. Kursi rotan bertajuk Lukis yang ia rancang berhasil mencuri perhatian, dan pada tahun berikutnya, karya ini diganjar penghargaan Good Design of The Year 2017 dari Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Dalam karya kolaborasinya bersama Bika Living, Abie Abdillah memang sempat seakan mengambil jeda dari ciri khasnya sebagai desainer furnitur rotan dengan mengeksplorasi perpaduan material lain, seperti kayu, metal, dan upholstery. Koleksi yang dihasilkan, seperti coffee table dan side table Sheya, lounge chair Cabana, serta console table Maze, menunjukkan sisi desain yang modern namun tetap menonjolkan aspek kerajinan lokal.
Dengan tetap mempertahankan identitas Indonesia dalam sentuhan material dan teknik pengolahan, Abie membawa karya-karyanya ke tingkat internasional, termasuk dalam ajang bergengsi Maison et Objet di Paris. Semangat Abie untuk terus mengembangkan diri tampak dari keinginannya mengeksplorasi material alam selain rotan, seperti bambu dan serat lainnya.
Salah satu inovasi yang ia hadirkan adalah lampu Gong, yang diciptakan dengan bantuan proses industrialisasi di Artikraft. Dengan memanfaatkan bambu tipis yang bersifat translusen, lampu Gong memberikan pencahayaan yang lembut dan unik, menciptakan kesan estetis yang berbeda dari furnitur pada umumnya. Pendekatan ini memperlihatkan kemampuan Abie dalam merespons perkembangan pasar sekaligus mengangkat material lokal ke taraf yang lebih tinggi.
Selain bambu, Abie juga mengembangkan lampion dengan memanfaatkan serat pelepah pisang, material yang mudah ditemukan di Indonesia namun jarang dieksplorasi dalam desain. Dengan penggunaan serat alami ini, Abie tidak hanya menciptakan produk fungsional dan indah, tetapi juga menunjukkan potensi besar sumber daya lokal dalam industri kerajinan. Karyanya menginspirasi pemanfaatan kekayaan alam Indonesia secara kreatif, memperkuat posisinya sebagai desainer yang tangguh, adaptif, dan berwawasan luas dalam industri furnitur.
Dengan segala pencapaiannya, Abie Abdillah tidak hanya mengangkat nama dirinya, tapi juga membawa harum industri furnitur Indonesia, menjadikannya inspirasi bagi para perajin dan desainer muda yang ingin berkarya dan membawa budaya lokal ke panggung dunia. (aryo)