JAKARTA (Pos Sore) — Dengan dimenangkannya praperadilan Komjen Budi Gunawan oleh PN Jaksel, tak ada lagi alasan bagi Presiden Jokowi, untuk tidak melantik BG sebagai Kapolri.
Apa yang sudah menjadi keputusan PN Jaksel merupakan kekuatan hukum bagi BG bahwa dirinya tidak bersalah, sementara itu secara konstitusi DPR sudah menyetujui BG sebagai Kapolri.
“Kemenangan ini bukan hanya kemenangan BG tapi juga kemenangan Polri dan masyarakat, terutama dalam melawan sikap otoriter dan kesewenang-wenangan yang dipertontonkan oknum-oknum elit KPK atas nama pemberantasan korupsi,” tandas Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), di Jakarta, Senin (16/2).
Ia melihat apa yang dilakukan oknum KPK terhadap BG, tidak sekadar penzaliman terhadap calon Kapolri, tapi juga sebagai penzaliman terhadap institusi kepolisian. Apalagi fakta-fakta di prapradilan terkuak, dua alat bukti yang disebut-sebut KPK untuk menjadikan BG sebagai tersangka bukanlah alat bukti, melainkan hanya laporan masyarakat dan LHA PPATK.
Sementara dalam Pasal 14 angka 5 Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor PER-08/1.02/PPATK/05/2013 tentang Permintaan Informasi ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan diundangkan pada tanggal 10 Juni 2013 disebutkan bahwa informasi yang disampaikan oleh PPATK tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.
Perkembangan di prapradilan inilah yang membuat jajaran menengah bawah Polri makin solid, meski sebagian kecil jajaran atas masih bermanuver untuk mencari peluang agar bisa menggantikan posisi BG sebagai calon Kapolri.
IPW berharap, jika BG dilantik sebagai Kapolri, ia harus segera melakukan konsolidasi dan menata institusi Polri yang sempat carut marut pasca konflik perebutan posisi calon Kapolri. BG juga diharapkan segera menerapkan revolusi mental di tubuh kepolisian.
“Selain itu, Polri harus segera memproses dugaan kasus pidana yang melibatkan BW, Samad dan dua komisioner KPK lainnya agar terlihat bahwa tidak ada yg kebal hukum di negeri ini,” tandasnya.
IPW menilai manuver yang dilakukan Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) dengan memunculkan enam calon Kapolri baru menggantikan Konjem Budi Gunawan justru berpotensi memecah belah Polri. Untungnya, Presiden Jokowi tidak menanggapi manuver dan usulan Kompolnas itu.
“Munculnya pernyataan Kompolnas itu terjadi berbagai manuver dari berbagai pihak, baik untuk membangun pencitraan maupun mencari peluang untuk menggolkan jagonya,” ujarnya.
Begitu juga partai-partai dan kalangan legislatif tidak menganggap usulan Kompolnas itu sebagai sesuatu yang penting. Sebab semua pihak bersikap menunggu hasil prapradilan BG terhadap KPK yang menjadikan calon Kapolri itu sebagai tersangka kasus gratifikasi. (tety)
