27/11/2025
AktualEkonomi

Hilirisasi Kayu Diambang Ancaman: Pesan Penting dari Musda HIMKI Cirebon Raya

POSSORE.ID, Cirebon — Sore itu, angin dari arah pelabuhan membawa aroma asin laut yang tipis, menyelinap ke dalam ruang pertemuan Bandar Jakarta Cirebon. Di tengah suasana yang hangat dan penuh perbincangan antarperajin, pengusaha, dan tokoh industri, sebuah keputusan penting lahir: Eddy Sugiarto kembali dipercaya memimpin DPD HIMKI Cirebon Raya untuk masa bakti 2025–2028.

Tidak ada tepuk tangan berlebihan, tidak ada gegap gempita. Yang terdengar justru adalah percakapan-percakapan kecil penuh harapan akan masa depan industri kayu dan kerajinan yang selama puluhan tahun tumbuh bersama denyut nadi Cirebon.

Ketua Umum DPP HIMKI Abdul soğur didampingi sejumlah fungsionaris tengah memberikan keterangan kepada awak media

Dalam sambutan perdananya, Eddy berbicara dengan tenang, namun jelas. Ia tahu betul bahwa perjalanannya tiga tahun ke depan tidak akan ringan. “Tahap pertama adalah menyusun pengurus. Dari sanalah kami akan meneruskan program-program yang tertunda,” ujarnya. Sebuah pesan sederhana, namun menggambarkan kesadaran bahwa keberlanjutan bukan perkara visi pribadi, melainkan kerja bersama.

Di sela-sela Musda itu, Ketua Umum DPP HIMKI Abdul Sobur hadir menambahkan perspektif yang lebih luas. Baginya, Cirebon dan Jepara bukan sekadar daerah; keduanya adalah “laboratorium sosial-ekonomi” yang telah membuktikan bagaimana kayu dapat mengubah wajah masyarakat.

Empat dekade lebih, dua wilayah ini menjadi pusat hilirisasi kayu yang kuat—tempat di mana batang-batang kayu mentah diperlakukan bukan sebagai komoditas, melainkan sebagai bahan baku nilai tambah. Dari tangan maestro kriya, lahirlah furnitur dan kerajinan yang melanglang jauh ke pasar global.

Di sana pula tertanam pelajaran bahwa hilirisasi bukan teori pembangunan: Ia nyata. Ia menyerap ratusan ribu tenaga kerja. Ia menjadi sumber devisa. Ia mengubah struktur ekonomi keluarga demi keluarga.

Justru ketika Indonesia tengah menikmati penghormatan dunia terhadap produk furnitur nasional, sebuah wacana muncul: relaksasi ekspor kayu bulat dan kayu gergajian. Pemerintah sedang membahasnya melalui Focus Group Discussion resmi.

Sobur tidak menolak tanpa alasan. Ia mengingatkan sejarah. “Indonesia pernah kehilangan kesempatan emas saat era ekspor kayu mentah. Hutan habis, tetapi kita tidak memiliki industri yang tangguh,” ujarnya.

Leave a Comment