3.8 C
New York
03/12/2024
Internasional

Masjid Malcolm X: Dari Separatisme ke Persatuan

WASHINGTON — Ketika dibangun sebagai pusat untuk sekitar 50-an anggota separatis kulit hitam pada abad 20, masjid Malcolm Shabazz kini telah berubah menjadi pilar antar agama yang terbuka untuk penganut agama lain seperti orang Kristen dan Yahudi.

Masjid ini dibangun pada 1956 dan menjadi pusat perjuangan Malcolm X pada masa awal ia memperjuangkan nasionalisme kulit hitam di Amerika dengan mencetuskan gagasan separatis bagi kulit hitam.

Puluhan tahun kemudian, masjid dengan kubah warna hijau yang menghadap ke jalan West 116th Street dan Malcolm X Boulevard ini juga menerima para penganut agama lain. Hal ini terjadi ketika sebuah gereja terdekat ambruk. Sejak itu orang Kristen menggelar misa minggu di masjid. Juga sekelompok orang Yahudi yang tak punya sinagog kini ikut beribadah di masjid.

Masjid Malcolm Shabazz termasuk salah satu tempat wisata utama di kawasan Harlem. Masjid ini memiliki sejarah yang panjang. Ketika memimpin masjid yang waktu itu disebut Temple No. 7 selama delapan tahun, Malcolm X menjadi jurubicara kelompok Nation of Islam yang membela kelompok kulit hitam untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Setelah Malcolm X meninggalkan masjid itu pada 1964 dan kemudian dibunuh pada 1965, Louis Farrakhan menjadi pemimpin baru. Pada 1975, ketika Elijah Muhammad wafat, pemimpin Nation of Islam dipegang anaknya, W.D. Mohammed. Ia mendapatkan dukungan dari mayoritas pengikut ayahnya. Ia juga menyerukan pendukungnya untuk bergabung dengan masyarakat utama Amerika.

Kini sekitar 200 jemaah beribadah di masjid pada salat Jumat. Masjid ini memiliki kekuatan ekonomi dan moral. Mereka ingin menciptakan masyarakat yang lebih baik dan menguntungkan tanpa melihat warna kulit.(onislam/meidia

Leave a Comment