05/11/2025
AktualEkonomi

Di Tengah Negosiasi Tarif, HIMKI Dorong Diversifikasi Pasar dan Kualitas Produk Ekspor

JAKARTA, PosSore — Di tengah bayang-bayang tekanan tarif tinggi dari Amerika Serikat, secercah harapan muncul dari Washington. Tim negosiator pemerintah Indonesia, yang kini berada di Negeri Paman Sam, tengah mengupayakan penyelesaian perundingan dagang yang krusial. Tujuannya jelas: menegosiasikan ulang kebijakan tarif 32% yang diberlakukan Presiden Donald Trump terhadap sejumlah produk ekspor unggulan Indonesia.

Langkah ini bukan tanpa urgensi. Tambahan tarif 10% yang berlaku sejak awal bulan telah mendorong total bea masuk produk Indonesia menjadi 47%. Jauh melampaui tarif yang dikenakan terhadap negara pesaing seperti Vietnam dan Thailand. Dampaknya, sektor ekspor nasional—termasuk tekstil, alas kaki, mebel, dan produk kelautan—terancam kehilangan daya saing di pasar AS.

Namun Kamis malam waktu setempat atau Jumat (18/4) pagi waktu Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu, menyampaikan hasil negosiasi awal secara daring langsung dari Washington, DC.

“Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk menyelesaikan perundingan ini dalam waktu 60 hari. Artinya, proses negosiasi akan dipercepat dan diupayakan selesai dalam waktu yang jelas dan terukur, tidak dibiarkan berlarut-larut. Format dan kerangka acuannya juga telah disepakati,” ujar Airlangga.

Langkah ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pertama yang langsung merespons tarif baru AS dan membuka ruang dialog bilateral, menyusul Jepang, Italia, dan Vietnam.

RESPON PELAKU INDUSTRI

Menanggapi perkembangan tersebut, Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, menyambut baik langkah pemerintah. Menurutnya, negosiasi ini membuka peluang strategis bagi pelaku industri.

“Jika negosiasi ini berhasil menurunkan tarif, industri mebel dan kerajinan Indonesia potensial bisa mendapatkan akses pasar yang lebih kompetitif di AS,” ungkap Sobur.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa ketidakpastian selama proses negosiasi bisa membuat pelaku industri menunda ekspansi atau investasi baru. Selain itu, kondisi ini menggarisbawahi pentingnya diversifikasi pasar agar tidak terlalu bergantung pada satu negara tujuan ekspor.

HIMKI, lanjut Sobur, berkomitmen untuk aktif mendampingi proses ini. Selain memberikan masukan kepada pemerintah, organisasi ini juga mendorong anggotanya menjajaki pasar alternatif serta meningkatkan kualitas produk agar memenuhi standar internasional.

Untuk memperkuat posisi industri di tengah dinamika ini, HIMKI tengah menyiapkan rekomendasi khusus yang akan diajukan ke kementerian terkait, lembaga teknis, serta pemerintah daerah di 18 kabupaten/kota yang menjadi basis utama industri mebel dan kerajinan.

Dengan waktu negosiasi yang ditargetkan rampung dalam dua bulan, harapan pun tumbuh bahwa hubungan dagang Indonesia-AS akan kembali berimbang dan menguntungkan kedua belah pihak. Bagi sektor industri dalam negeri, ini bukan hanya soal tarif, melainkan keberlanjutan akses pasar dan penguatan posisi di kancah global. Namun satu hal pasti: langkah cepat ke Washington adalah sinyal bahwa Indonesia siap bertarung cerdas dalam medan diplomasi ekonomi. (aryodewo)

Leave a Comment