-0.1 C
New York
02/12/2024
Aktual Khazanah

Desa Pegayaman: Harmoni Muslim-Hindu yang Bertahan Sejak Abad ke-17 

SINGARAJA, PosSore – Di tengah lanskap budaya Bali yang kental dengan nuansa Hindu, Desa Pegayaman di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, menyimpan cerita unik tentang keberagaman. Desa yang dikelilingi lima desa mayoritas Hindu—Silangjana, Pengadungan, Gitgit, Wanagiri, dan Pancasari—ini menjadi simbol harmoni kehidupan Muslim-Hindu yang telah terjalin sejak abad ke-17.

Salah satu bagian Masjid Jami’Safinatussalam setelah renovasi

Sejarah mencatat, kehadiran komunitas Muslim di Pegayaman tak lepas dari peran Raja Buleleng, I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang memerintah sejak 1620. Pada tahun 1648, dalam upayanya memperluas wilayah, Raja Panji Sakti memindahkan pusat kerajaannya ke Desa Sukasada, sekaligus memperkuat klaim terhadap wilayah Blambangan di Jawa Timur yang saat itu dipimpin Raja Tawang Alun II.

Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Safinatussalam, H Rabihuddin, S.Pdi, M. Pdi

Dalam ekspedisinya ke Blambangan, Raja Panji Sakti mengandalkan pasukan elit Teruna Goak yang diperkuat ratusan kesatria Muslim dari wilayah Mataram Islam dan Demak. Keberhasilan menaklukkan Blambangan membawa dampak besar: Raja memberikan kebebasan kepada para kesatria Muslim untuk menetap di wilayah Kerajaan Buleleng. Desa Pegayaman pun lahir sebagai tempat tinggal mereka, lengkap dengan kebebasan beribadah yang dijamin oleh kerajaan.

Sebagai simbol kebebasan beragama, para kesatria Muslim mendirikan Masjid Jami’ Safinatussalam pada sekitar tahun 1650. Masjid ini menjadi saksi perjalanan panjang harmoni antarumat beragama di Pegayaman. Berdiri di atas lahan seluas 1.200 meter persegi, Masjid Jami’ Safinatussalam telah mengalami beberapa renovasi besar, mulai dari pembangunan menara pada 1940, renovasi total pada 1985, hingga renovasi besar yang dimulai pada 2020 dan masih berlangsung hingga kini.

Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Jami’ Safinatussalam periode 2020-2025, Rabihuddin, S.Pdi, M.Pdi, menceritakan bahwa masjid ini tak hanya menjadi tempat ibadah tetapi juga simbol keberagaman yang ramah. Pada Oktober 2024, Masjid Jami’ Safinatussalam mencatatkan prestasi gemilang dengan meraih juara 1 dalam lomba Anugerah Masjid Percontohan dan Ramah (AMPeRa) tingkat nasional untuk kategori Masjid Bersejarah Percontohan.

Penghargaan ini diumumkan dalam acara Malam Anugerah AMPeRa 2024 dan International Symposium on Innovative Masjid (ISIM) 2024 yang digelar di Hotel Swiss-Belhotel Solo, pada Selasa (1/10). “Penghargaan ini bukan hanya kebanggaan bagi kami, tetapi juga bukti bahwa keberagaman di Pegayaman adalah kekuatan yang mempersatukan,” ujar Rabihuddin.

Keberadaan Desa Pegayaman menjadi bukti nyata bahwa toleransi dan kerja sama antarumat beragama dapat bertahan dalam bingkai waktu yang panjang melampaui berabad-abad . Hingga kini, hubungan antara masyarakat Muslim Pegayaman dan warga Hindu di desa-desa sekitar tetap terjalin erat. Mereka hidup berdampingan, saling menghormati tradisi masing-masing, dan bersama-sama menjaga warisan leluhur yang penuh makna.

Didirikan oleh komunitas Muslim di tengah mayoritas masyarakat Hindu Bali, desa ini menjadi simbol harmoni yang tidak hanya terwujud dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga dalam sejarah panjang yang kaya akan kerja sama. Keberagaman agama di Pegayaman tidak memisahkan warganya, melainkan menjadi kekuatan yang menyatukan mereka untuk hidup rukun dan saling mendukung.

Hingga saat ini, hubungan masyarakat Muslim Pegayaman dengan warga Hindu di desa-desa sekitar tetap terjaga dengan baik. Kolaborasi dan saling pengertian menjadi fondasi yang kokoh dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Tradisi dan kegiatan keagamaan masing-masing kelompok dihormati, bahkan sering kali dirayakan bersama sebagai wujud solidaritas dan persaudaraan. Kehidupan sehari-hari di desa ini adalah gambaran ideal bagaimana keberagaman justru memperkaya interaksi sosial.

Lebih dari sekadar warisan sejarah, harmoni di Desa Pegayaman adalah nilai yang terus dijaga oleh generasi muda. Mereka mewarisi semangat saling menghormati yang telah ditanamkan oleh leluhur, sembari menjaga keberlangsungan tradisi dan budaya yang mengakar. Desa ini bukan hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga lambang kebersamaan yang menginspirasi banyak pihak, bahwa perbedaan dapat diolah menjadi harmoni jika dilandasi oleh sikap saling menghormati dan kebersamaan.

Desa Pegayaman adalah bukti bahwa harmoni antaragama bukan hanya utopia, melainkan kenyataan yang bisa dirawat dengan saling pengertian dan rasa hormat. Di desa kecil berpenduduk sekitar 8 ribu jiwa itu sejarah dan masa kini menyatu dalam harmoni yang menginspirasi. (aryodewo)

Leave a Comment