Oleh Iman Rahman
KEANGGOTAAN Indonesia dalam BRICS (Brazil, Russia, India, China, and South Africa) dapat membuka akses ke pasar yang sangat besar. Total populasi negara-negara BRICS adalah sekitar 3,2 miliar jiwa, atau hampir 42% dari populasi dunia. Seperti diketahui, sejak Kamis (24/10/2024), Indonesia resmi bergabung menjadi anggota BRICS yang kini dipimpin Rusia sebagai pengejawantahan politik luar negeri yang bebas aktif.
Dengan menjadi anggota BRICS tentu saja permintaan untuk produk furnitur dan kerajinan di pasar ini semakin tinggi, dengan perkiraan nilai pasar furnitur global mencapai $800 miliar pada 2026, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,4 persen. Di dalam BRICS, negara-negara seperti Tiongkok dan India menunjukkan peningkatan konsumsi produk furnitur yang tinggi, didorong oleh urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi. Sebagai perbandingan, pasar furnitur di Tiongkok saja mencapai sekitar $86 miliar pada 2023 dan terus bertumbuh.
Namun, industri furnitur dan kerajinan Indonesia menghadapi persaingan ketat dari negara-negara anggota BRICS lainnya, terutama Tiongkok dan India, yang juga memiliki basis produksi besar dan efisien. Tiongkok menguasai sekitar 40% dari pangsa pasar furnitur dunia melalui produksi yang efisien dan harga yang kompetitif. Di sisi lain, industri furnitur Indonesia, yang sebagian besar didominasi oleh UMKM, memiliki keunggulan unik dalam produk berbasis kerajinan tangan, namun masih terkendala oleh skala produksi dan biaya logistik yang lebih tinggi.
Indonesia memiliki potensi besar dalam memanfaatkan sumber daya alamnya. Indonesia memiliki luas hutan sekitar 92 juta hektar, yang menyuplai bahan baku kayu untuk furnitur dan kerajinan. Namun, tantangan untuk mempertahankan keberlanjutan sumber daya hutan tetap menjadi perhatian serius, terutama dengan meningkatnya tuntutan internasional terhadap produk yang ramah lingkungan.
Untuk memanfaatkan peluang keanggotaan BRICS secara optimal, Indonesia perlu menerapkan beberapa strategi sinergi dan kolaborasi:
- Meningkatkan Kolaborasi Ekspor-Import dengan Negara BRICS:
Indonesia dapat meningkatkan kolaborasi dengan negara-negara anggota BRICS melalui perjanjian perdagangan bebas khusus untuk produk furnitur dan kerajinan. Hal ini akan mengurangi tarif dan hambatan perdagangan, sehingga produk furnitur Indonesia dapat lebih kompetitif di pasar BRICS. Selain itu, Indonesia bisa mengoptimalkan ekspor ke pasar potensial seperti Rusia dan India yang permintaannya masih tinggi untuk furnitur dengan desain eksotis dan berbasis kerajinan tangan.
- Akses Investasi untuk Teknologi dan Pengembangan Infrastruktur:
Dengan mengakses pendanaan dari New Development Bank (NDB) BRICS, Indonesia dapat mendanai proyek infrastruktur dan teknologi di sektor furnitur. Investasi ini dapat digunakan untuk membangun fasilitas pengolahan kayu modern, pusat desain, serta pabrik pengolahan yang meningkatkan efisiensi produksi. Dana ini juga bisa dialokasikan untuk meningkatkan standar keberlanjutan dengan menerapkan teknologi pengolahan limbah kayu, penggunaan energi terbarukan, dan praktik ramah lingkungan lainnya.
- Peningkatan Kapasitas Melalui Pelatihan dan Pendidikan:
Indonesia dapat bekerja sama dengan Tiongkok dan India, yang sudah berpengalaman dalam produksi massal furnitur, untuk menyelenggarakan program pelatihan keterampilan tenaga kerja. Hal ini akan membantu meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi furnitur di Indonesia. Program pertukaran ini juga dapat mencakup desain inovatif dan digitalisasi, mengingat Indonesia memiliki peluang besar untuk menarik pasar yang mencari desain autentik dan unik.
- Sertifikasi Produk Ramah Lingkungan dan Standar Internasional:
Indonesia dapat bekerja sama dengan negara-negara BRICS untuk mengembangkan standar sertifikasi internasional khusus produk furnitur yang ramah lingkungan. Sertifikasi seperti SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) yang dimiliki Indonesia dapat diadopsi dan diperkuat secara internasional dalam BRICS, sehingga produk Indonesia diakui legal dan ramah lingkungan. Program keberlanjutan seperti menanam tiga pohon untuk setiap produk yang terjual juga dapat diusung di tingkat BRICS untuk meningkatkan citra positif produk furnitur Indonesia di pasar global.
- Pengembangan Digitalisasi dan E-commerce:
Indonesia dapat memanfaatkan jaringan BRICS untuk mengembangkan platform e-commerce khusus produk furnitur dan kerajinan bagi negara-negara anggota, mempermudah akses konsumen langsung ke produk Indonesia. Dengan adanya platform ini, UMKM furnitur Indonesia bisa menjangkau pasar yang lebih luas tanpa biaya promosi yang tinggi, serta memanfaatkan tren digitalisasi di negara-negara BRICS.
- Pameran dan Promosi Bersama:
Indonesia bisa berkolaborasi dengan negara-negara anggota BRICS dalam menyelenggarakan pameran furnitur dan kerajinan internasional. Mengikuti dan mengadakan pameran di negara-negara anggota dapat memperkenalkan produk Indonesia ke audiens yang lebih besar dan potensial. Promosi bersama dengan dukungan diplomasi BRICS bisa memperluas brand awareness untuk furnitur dan kerajinan Indonesia sebagai produk yang berkualitas dan bernilai budaya tinggi.
Kesimpulan:
Keanggotaan Indonesia dalam BRICS membuka peluang besar bagi industri furnitur dan kerajinan untuk memperluas akses pasar internasional, khususnya di negara-negara dengan permintaan tinggi seperti Tiongkok dan India. Meski menghadapi persaingan ketat, terutama dari negara anggota yang memiliki basis produksi lebih besar, Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya alamnya serta meningkatkan daya saing melalui sinergi dan kolaborasi strategis. Langkah-langkah seperti peningkatan kolaborasi ekspor-impor, investasi teknologi, pelatihan keterampilan, penerapan sertifikasi ramah lingkungan, dan promosi melalui digitalisasi serta pameran bersama menjadi kunci untuk mengoptimalkan manfaat keanggotaan BRICS bagi sektor furnitur nasional.
(Iman Rahman, SE, MBA, Kandidat Doktor, adalah Ketua Bidang Promosi dan Pemasaran Wilayah Asia DPP HIMKI /Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Inddonesia)