JEPARA, PosSore — Kimpling Sukarsa, Ketua Bidang Pengembangan Industri Kecil di DPP Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), sekaligus pemilik CV Kina Citrama, berbagi cerita tentang perjalanannya sebagai pelaku industri mebel yang sukses menembus pasar internasional dan kini lebih fokus pada proyek-proyek besar.
Meskipun ekspor tetap berjalan, Kimpling mengakui bahwa saat ini konsentrasinya lebih banyak terarah pada proyek-proyek besar, seperti hotel, villa dan lain-lain.
“Saat ini, saya sedang mengerjakan proyek hotel Grand Ubud di Bali dan juga pemasangan mebel untuk villa-villa di Pulau Batara, Kepulauan Seribu,” ujar Kimpling saat ditemui di workshop-nya di Jepara Sabtu (28/9). “Mebel yang kami buat kebanyakan untuk hotel, restoran, dan apartemen, meskipun ada juga yang untuk kantor.”
Selain fokus pada proyek dalam negeri, Kimpling tetap menjalankan bisnis ekspor. Meja dan furnitur yang diekspor, katanya, hampir sama dengan yang digunakan di proyek-proyek lokal. “Alhamdulillah, pesanan dari luar negeri tetap ada, terutama untuk proyek-proyek di Korea, Malaysia, dan Singapura. Di Singapura, kami dikenal karena mengerjakan furnitur untuk restoran-restoran papan atas di sana.”
Di dalam negeri, Kimpling juga menangani proyek pemerintah. Salah satu proyek yang dikerjakannya adalah untuk Kementerian Pertahanan serta proyek di Ibu Kota Negara (IKN). “Proyek-proyek kementerian juga menjadi salah satu fokus kami. Kami baru saja menyelesaikan sebuah ruangan di IKN,” tambahnya.
Bagi Kimpling Sukarsa yang sudah banyak makan asam garap di industri mebel, saat ini sudah tidak ada lagi jargon ikan besar memakan ikan kecil. Yang ada saat ini adalah ikan cepat memakan ikan lambat. Prinsip ini menegaskan bahwa dunia modern telah mengalami perubahan dalam cara berkompetisi dan bertahan hidup. Jika dulu kekuatan atau ukuran yang lebih besar dianggap sebagai faktor penentu kesuksesan, kini hal tersebut tidak lagi relevan.
Dalam konteks ini, “ikan besar memakan ikan kecil” menggambarkan sebuah pola lama di mana yang lebih kuat atau lebih besar secara otomatis mendominasi yang lebih lemah. Namun, realitas saat ini menunjukkan bahwa bukan kekuatan fisik atau ukuran yang menentukan keberhasilan, melainkan kecepatan dan ketepatan dalam bertindak.
Saat ini, dalam berbagai aspek kehidupan, siapa yang mampu bergerak lebih cepat dan beradaptasi dengan situasi akan lebih unggul daripada yang bergerak lambat, meskipun lebih besar atau lebih kuat. Prinsip “ikan cepat memakan ikan lambat” ini menggambarkan dunia yang sangat kompetitif, di mana inovasi, kelincahan, dan kemampuan untuk merespons perubahan menjadi kunci utama kesuksesan.
Kecepatan dalam bertindak, berinovasi, dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan atau teknologi memungkinkan seseorang atau organisasi untuk memimpin, terlepas dari ukuran atau kekuatan awalnya.
Dengan demikian, Kipling mengingatkan bahwa dalam era modern ini, ukuran dan kekuatan bukanlah faktor utama dalam keberhasilan. Sebaliknya, kemampuan untuk bergerak dengan cepat, beradaptasi, dan responsif terhadap perubahan menjadi prinsip yang lebih relevan dan efektif. Dunia sekarang menuntut kecepatan, fleksibilitas, dan ketangkasan untuk tetap bertahan dan berkembang.
Semua kesuksesan jelas Kimpling bisa diraih berkat jaringan yang dibangunnya sejak lama. “Saya selalu percaya bahwa memiliki banyak teman berarti memiliki banyak rezeki. Banyak proyek datang melalui relasi, bahkan banyak juga yang datang melalui online. Kadang pesanan datang sampai kami kewalahan,” jelasnya.
Namun, Kimpling tidak sembarang menerima proyek. “Ada permintaan yang saya tolak jika tidak sesuai dengan kapasitas kami. Saya lebih suka fokus pada kualitas daripada kuantitas, termasuk proyek untuk keluarga Presiden Jokowi yang kami kerjakan berkat jaringan yang saya bangun.”
Ada yang menarik ketika berbicara soal promosi. Kimpling mengakui bahwa pameran bukan lagi prioritas utamanya. “Sekarang, promosi lewat pameran sudah agak jarang, kecuali jika ada pameran yang benar-benar penting.”
Seperti diketahui, CV Kina Citrama, yang juga dikenal sebagai Jeparabot, merupakan salah satu produsen furnitur berkualitas tinggi dari Jepara, Jawa Tengah. Spesialisasi mereka adalah furnitur kayu jati, baik untuk keperluan indoor maupun outdoor. Produk-produk mereka telah diekspor ke berbagai negara, dan dikenal karena keandalan serta kualitasnya.
“Furnitur jati kami terbagi dalam beberapa kategori seperti kursi, meja, kabinet, dan kursi makan. Untuk furnitur outdoor, kami menyediakan kursi taman, bangku, meja, serta berbagai set furnitur luar ruangan,” terang Kimpling.
Jeparabot memastikan bahwa setiap produk yang mereka hasilkan memenuhi standar kualitas tinggi, mulai dari pemilihan bahan baku hingga proses pengepakan. “Kami menggunakan kayu yang dikeringkan terlebih dahulu untuk memastikan furnitur tetap indah dan teksturnya tetap halus.”
Jeparabot memiliki gudang di Jepara yang didukung oleh mesin-mesin modern dan tim produksi yang profesional. Dengan lebih dari 150 tukang kayu, mereka mampu memproduksi furnitur modern dan antik dengan sistem penjadwalan produksi yang efisien.
Selain itu, Kimpling dan timnya selalu terbuka terhadap permintaan khusus dari pelanggan. “Kami senang jika pelanggan mengajukan permintaan khusus. Ini memberi kami kepuasan tersendiri untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka,” tutup Kimpling.
Dengan dedikasi yang tinggi terhadap kualitas dan jaringan yang luas, Kimpling Sukarsa dan CV Kina Citrama terus berkembang menjadi salah satu pemain utama dalam industri mebel, baik di pasar domestik maupun internasional. (aryo)