WASHINGTON — Badan intelijen federal Amerika, FBI disinyalir telah menjebak dan kadangkala membayar orang Muslim untuk melakukan tindakan teroris dalam berbagai operasi kejut setelah serangan berdarah 2001 lalu. Hal ini terungkap dalam laporan yang dikeluarkan badan pemerhati HAM, Human Rights Watch (HRW) Senin lalu.
“Jauh dari upaya melindungi orang Amerika termasuk orang Muslim, dari ancaman terorisme, berbagai kebijakan yang terdokumentasi dalam laporan ini justru menunjukkan para penegak hukum tidak memburu berbagai ancaman yang nyata,” demikian laporan HRW.
Dibantu oleh Human Rights Institute dari Columbia University Law School, HRW memeriksa 27 kasus dari investigasi melalui persidangan, dan mewawancarai 215 orang, termasuk mereka yang dituduh atau didakwa terlibat kasus terorisme, kerabat, pengacara, jaksa dan hakim.
“Dalam beberapa kasus, FBI telah menciptakan teroris dari para individu yang patuh hukum dengan menganjurkan ide melakukan aksi teroris atau mendorong target untuk bertindak,” tambah HRW.
Dalam kaji ulang kasus, separuh dari para tertuduh ditangkap dalam berbagai operasi kejut, dan dalam 30 persen kasus, agen FBI yang menyamar memainkan peran aktif dalam komplotan.
“Orang Amerika diberitahu bahwa pemerintah telah menjaga keamanan mereka dengan mencegah dan mengadili teroris di dalam AS,” papar Andrea Prasow, wakil direktur HRW.
“Tapi bila diamati lebih seksama, Anda akan sadar bahwa banyak dari mereka tidak pernah melakukan sebuah kejahatan jika bukan lantaran dorongan dari para penegak hukum, tekanan dan kadangkala membayar mereka untuk melakukan tindakan teroris,” tambah Prasow.
Ia menyebut kasus empat mualaf Muslim dari Newburgh, New York yang dituduh berencana untuk meledakkan beberapa sinagog (tempat ibadah orang Yahudi) dan menyerang sebuah pangkalan militer Amerika.
Hakim dalam kasus ini menilai pemerintah terlibat kejahatan dengan menyediakan alat dan menghilangkan semua perintang dan menjadikan target sebagai seorang teroris.
HRW menuduh FBI kerap menargetkan sasaran kepada orang bermasalah, baik gangguan jiwa atau pun memiliki inteligensi rendah.
Ini terlihat dalam kasus Rezwan Ferdaus, yang dihukum 17 tahun penjara di usia 27 tahun lantaran ingin menyerang Pentagon dan gedung Kongres dengan pesawat nonawak mini yang berisi bahan peledak. Seorang agen FBI memberitahu ayahnya bahwa putranya jelas mengidap gangguan jiwa. “Pemerintah Amerika mesti berhenti memperlakukan Muslim Amerika sebagai calon teroris,” simpul HRW.
Laporan itu makin diperkuat dari pernyataan Mike German, mantan agen FBI yang kini bekerja di Brennan Center. Menurutnya, kontrateroris FBI yang terlalu berlebihan justru menjadi sumber masalah. “Mereka telah melanggar privasi dan kebebasan sipil dan tidak efektif dalam menangani ancaman yang riil,” tegasnya.
Para ahli juga memperingatkan para penegak hukum tidak boleh mengabaikan laporan HRW tentang keterlibatan FBI dalam menjebak orang Muslim.(saudigazette/onislam/meidia)