Ribuan massa dari berbagai elemen sipil, buruh dan mahasiswa mendatangi gedung DPR/MPR di Senayan, Kamis (22/8). //Tangkapan Layar Metro V
JAKARTA.PosSore.id – Ribuan massa pendemo atau aksi massa “Kawal Putusan MK” mulai berdatangan memadati Jalan Gatot Subroto Jakarta, sekitar gedung DPR/MPR, Jumat menjelang siang (22/8).
Ribuan massa yang terdiri dari elemen masyarakat sipil, mulai dari buruh, mahasiswa, hingga aktivis datang bergerombol masing-masing mengenakan atribut dan membawa spanduk.
Demo kali ini di tengah suasana politik yang memunculan statemen adanya Raja Jawa yang tidak bisa dianggap main-main. Istilh Raja Jawa dalam politik kontemporer Indonesia diintodusir Bahlil Lahadalia, seorang menteri anggota kabinet Jokowi- Maruf Amin, yang baru saja dipilih menjadi Ketua Umum Golkar.
Saat menyampakan visi da missinya sebagai Ketua Umum Golkar yang baru pada acara Munas Golkar, Rabu (21/8), dia mengajak kader-kader partai itu serius, dan tidak main – main dengan Raja Jawa yang dia maksud.
Sementara itu, demo yang merupakan gerakan ‘peringatan darurat Indonesia’ yang sejak kemarin sore viral di media social itu, menolak aksi para politisi Senayan yang di mata rakyat atau para pendemo merupakan manuver mengcounter putusan MK dan mengabaikan demokrasi.
Putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Pilkada yang digugat elemen masyarakat dan sebagian politisi, dilawan DPR dengan membahas (melanjutnya) RUU Pilkada yang membelokkan makna hukum demi kepentingan segelintir orang. “Ini adalah serangan langsung terhadap demokrasi kita,” demikian seruan BEM UI.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah (Kada) meski tidak punya kursi DPRD.
Putusan tersebut merupakan ketok palu hakim yang mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora.
Putusan MK yang diketok tanggal 20 Agustus 2024 ini terkait juga terkait syarat kepala daerah, khususnya terkait ambang batas pencalonan oleh partai politik dan titik penghitungan usia calon kepala daerah.
Sesuai UUd 1945,putusan MK ini adalah bersifat final dan mengikat. Namun kalangan politisi di Senayan, tentunya mereka yang terdiri dari 12 Parpol yang tergabung di dalam Koalisi Indonesia Maju Plus, menolak putusan MK ini dan melakukan revisi yang rencananya — secepat kilat — hari ini juga (Kamis, 22/8) disahkan sebagai satu UU baru.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia yang juga menyerukan Peringatan Darurat Indonesia ini mengeluarka statemen perlawanannya.
“Hari ini, kita saksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana elite politik bermain-main dengan sistem yang seharusnya melayani rakyat,” demikin antara lain seruan BEM UI.
Menurut BEM UI, rakyat sebagai pemilik suara, bukanlah komoditas yang hanya dibutuhkan saat Pilkada! RUU Pilkada yang membelokkan makna hukum demi kepentingan segelintir orang adalah serangan langsung terhadap demokrasi kita.
“Inilah saatnya kita bangkit, bersatu melawan upaya yang terang-terangan merusak demokrasi! Ayo, turun ke jalan, suarakan penolakan kita terhadap segala bentuk manipulasi hukum yang mengkhianati kepercayaan rakyat! Bersama kita lawan, bersama kita tegakkan kebenaran!,” demikian seruan BEM UI.
Pantauan di lapangan memperlihatkan jumlah massa yang terus berdatangan. Seiring semakin banyaknya massa, arus lalu lintas di depan DPR, arah Slipi mulai dialihkan karena sempat tersendat.
Tidak kurang dari 3200 aparat petugas diturunkan mengamankan jalannya demo ini. (***)