11.6 C
New York
28/10/2024
Aktual Ekonomi

Generasi Kedua yang Kembali Menghidupkan Mebel: Kisah Mahfirotika Wahyu dan Vinoce Furniture

SOLO, PosSore — Mahfirotika Wahyu W, atau akrab disapa Mbak Tika, tumbuh besar di tengah industri mebel. Sejak kecil, ia sudah terbiasa dengan dunia furniture, mulai dari berinteraksi dengan klien hingga mempelajari bahasa asing yang memudahkannya berkomunikasi dalam bisnis internasional.

Kini, Tika melanjutkan jejak keluarganya dengan mengembangkan bisnis mebel rotan dan kayu yang diberi nama Vinoce Furniture, di mana 80% produknya diekspor ke luar negeri, seperti ke Amerika, Eropa dan Singapura sementara 20% sisanya untuk pasar di dalam negeri.

Vinoce Furniture  bisa dibilang sebagai kelanjutan dari usaha generasi pertama yang dirintis oleh orang tuanya. Meskipun usaha lama sempat mati, Mbak Tika dan keluarganya bangkit dengan mendirikan perusahaan baru yang tetap berada di segmen yang sama, yaitu furniture. Jika dulu dikenal dengan nama Tunas Jaya Perkasa Mandiri, kini Vinoce melanjutkan tradisi tersebut tentu dengan sentuhan yang lebih modern.

Tidak mengherankan jika Tika memilih terjun ke dunia ini. Pengalaman masa kecilnya yang akrab dengan seluk-beluk industri mebel membuatnya merasa nyaman di lingkungan ini. Saat kuliah skripsinya pun berkaitan dengan penyelenggaraan pameran yang berhubungan dengan furniture. Ini menunjukkan,  betapa mendalamnya keterikatan seorang Tika dengan industri ini.

Mahfirotika Wahyu sendiri menyelesaikan S1 Ilmu Komunikasi 2012 kemudian melanjutkan ke jenjang S2 (Master of Business Administration – MBA) lulus 2019 di kampus yang sama yaitu di Universitas Gajah Mada Yoryakarta.

Selama kuliahTika sebetulnya nyambi bekerja sebagai eksekutif di ASEAN Furniture Industries Council di Solo sejak 2014, posisi yang tidak asing baginya mengingat latar belakangnya. Dia terbiasa dengan hal-hal teknis seperti container, segmentasi produksi, dan ekspor, membuatnya sangat familiar dengan tantangan di dunia ini. Meski begitu, Tika mengakui bahwa bekerja di industri mebel tidak selalu mudah. “Terkadang bikin pusing juga, tapi saya masih enjoy,” tutur Mbak Tika dalam percakapan dengan PosSore, Selasa (13/8).

Tika mengaku bahwa lika-liku dalam bisnis mebel sudah menjadi bagian dari kesehariannya. Sebagai Wakil Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Internasional di DPP Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), ia sering berkonsultasi dengan para senior, termasuk Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, Pak Basuki Kurniawan, Pak Bambang, Bu Vika dan Bu Regina ketika menghadapi masalah baru dan membingungkan.

Untuk terus mengembangkan dirinya, Tika juga aktif mengikuti berbagai pelatihan, termasuk pelatihan Aku Siap Ekspor (ASE). Ia selalu mencari informasi yang tepat ketika menghadapi kesulitan. “Karena sekarang ini kan ada semacam perubahan pada buyer dibandingkan dulu,” ujarnya. Buyer yang dulu lebih fair, kini sering kali banyak komplain tanpa alasan yang jelas.

Dari pengalamannya belakangan Tika merasa sering menemui buyer yang tidak jujur, meminta diskon atau bahkan barang gratis dengan alasan yang tidak masuk akal. “Saya bisa tahu itu karena produk saya, saya jual ke orang lain itu tidak ada komplain, malah dipuji kualitasnya bagus,” ungkapnya. Buyer seperti ini biasanya tidak memberikan DP, dan terkadang setelah pesan, barangnya pun ada yang tidak diambil.

Tika mencatat bahwa praktik buyer nakal ini mulai muncul sejak 2016 dan terus berlanjut hingga sekarang. “Saat saya tanya teman-teman di daerah, ternyata order mereka juga banyak yang tanpa DP, atau kalaupun ada DP, jumlahnya sangat kecil dan tidak reguler,” katanya. Karena trendbta seperti itu,  Tika pun terpaksa menerima order tanpa DP, meskipun praktik seperti ini menjadi  risiko besar bagi pengusaha.

Dalam menghadapi buyer-buyer nakal, Tika selalu meminta arahan dari Ketua Umum HIMKI, yang sering menyarankan tentang perlunya pengembangan desain. Namun, Tika menyadari bahwa saran-saran seperti itu tidak bisa serta merta diterapkan, sebab terkadang terjadi hal yang berbeda di lapangan.

Untuk kebijakan, Tika mengusulkan agar pemerintah memberikan regulasi yang mendukung perluasan usaha furniture, seperti kemudahan perizinan bahan baku dan perizinan gudang. Masak katanya perluasan gudang 1000 sampai 2000 meter urusannya sampai ke kementerian, padahal seharusnya bisa diselesaikan di tingkat daerah untuk mempermudah birokrasi. (aryo)

Leave a Comment