JAKARTA (PosSore.id) – Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat) Sugiyanto (SGY) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Khusus Jakarta, agar segera menegur Pj Gubernur Heru Budi Hartono karena sampai hari ini (13/6) belum muncul laporan keuangan dari BUMD PT Jakpro di portal BPBUMD tahun buku 2023.
Sejauh ini kata SGY, Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BPBUMD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DK Jakarta belum membuka laporan keuangan PT. Jakarta Propertindo (PT. Jakpro). Data pada portal BPBUMD DKI Jakarta masih menunjukkan laporan keuangan terakhir tahun buku 2022.
Merujuk tahun buku 2022, besar kemungkinan pada tahun buku 2023 PT. Jakpro kembali mengalami kerugian usaha. Hal inilah yang mungkin menjadi sebab mengapa BPBUMD DKI Jakarta masih belum membuka laporan keuangan PT. Jakpro untuk tahun buku 2023.
Pada era mantan Gubernur Anies Baswedan, dalam tahun buku 2019, BUMD PT. Jakpro mengalami rugi usaha sebesar Rp76,22 miliar. Pada tahun buku 2020, kerugiannya meningkat menjadi Rp240,89 miliar, dan pada tahun buku 2021 rugi tercatat sebesar Rp110 miliar.
Pada tahun buku 2022, PT. Jakpro kembali mengalami kerugian, dan pada tanggal 16 Oktober 2022, saat Anies Baswedan berakhir masa tugasnya dilanjukan Pj Gubernur Heru Budi Hartono yang dilantik pada tanggal 17 Oktober 2022.
Artinya di era Gubernur Anies Baswedan dan Pj Gubernur Heru Budi Hartono pada tahun buku 2022, PT. Jakpro juga mencatatkan kerugian usaha sebesar Rp280,28 miliar. Kalau ditotal kerugian BUMD PT. Jakpro sebesar Rp. 708,22 miliar.
Menurut Sugiyanto, jika PT. Jakpro juga mengalami kerugian usaha pada tahun buku 2023, misalnya sebesar Rp300 miliar, maka total kerugian usaha PT. Jakpro selama lima tahun bisa mencapai Rp1 triliun.
Melihat potensi rugi mencapai Rp1 triliun ini, masyarakat Jakarta harus meminta pertanggungjawaban atas hal ini. Dalam konteks ini, masyarakat Jakarta bisa meminta pertanggungjawaban kepada Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.
Untuk diketahui, 99,998 persen saham BUMD Perseroda PT. Jakpro adalah milik Pemprov DKI Jakarta, dan 0,002 persen milik Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya. Sedangkan 100 persen saham Perumda Pasar Jaya adalah milik Pemprov DKI Jakarta.
“Itu sama maknanya BUMD Perseroda PT. Jakpro 100 persen sahamnya milik Pemprov DKI Jakarta, maka dapat dianggap PT. Jakpro adalah milik masyarakat Jakarta. Kalau PT. Jakpro rugi usaha maka secara otomatis kerugian bagi Pemprov DKI Jakarta dan masyarakat DKI Jakarta,” tegas Sugiyanto dalam percakapan dengan PosSore Kamis (13/6).
Menurut SGY masyarakat Jakarta wajib meminta pertanggungjawaban Pj Gubernur serta DPRD DKI Jakarta. Publik juga harus diberitahu tentang faktor penyebab kerugian perusahaan yang membangun Jakarta International Stadium (JIS) maupun sirkuit balap mobil listrik di Ancol itu secara beruntun?
Sebagai dasar rujukan, masyarakat Jakarta bisa berpedoman pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah.
Dalam aturan ini disebutkan bahwa kepala daerah mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan pada perusahaan perseroan daerah yang berkedudukan sebagai pemegang saham.
Kemudian pada Pasal 34 huruf (a) dijelaskan bahwa kepala daerah tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroda apabila dapat membuktikan tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung. Namun jika dalam membuat kebijakan terdapat kepentingan pribadi, maka kepala daerah dapat dimintai pertanggungjawaban.
Ketentuan aturan tersebut bisa dijadikan alasan kuat bagi masyarakat Jakarta untuk meminta pertanggungjawaban kepada kepala daerah atas kerugian BUMD. Dalam konteks ini, jika DPRD Jakarta bersikap kritis kepada kepala daerah, maka Dewan bisa membentuk Pansus Kerugian BUMD PT. Jakpro.
Dari sini, Pansus dapat mencari faktor penyebab rugi usaha yang mencapai PT. Jakpro Rp. 708,22 miliar sejak tahun buku 2019 hingga 2022. Jika pada tahun buku 2023 juga terjadi rugi usaha, maka kemungkinan rugi usahanya bisa tembus Rp1 triliun. (aryo)