-0.1 C
New York
02/12/2024
Aktual Opini

Naturalisasi Dokter dan Ideologi Ayam Sayur

Oleh: Zaenal Abidin (Penulis adalah Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia periode 2012-2015)

Tulisan ini merupakan tanggapan penulis pada acara Podcast Kang Hadi Conscience (KHC), 23 Mei 2024. Saat itu, Prof Djohansyah Marzoeki (Guru Besar FK Unair) didapuk sebagai pembicara dengan topik, “Dokter Asing untuk Siapa?” Diskusi deselenggarakan guna memberi tanggapan atas wacana mendatangkan dokter asing, meniru naturalisasi ala timnas sepak bola.

Penulis sadari bahwa tulisan ini bukanlah tanggapan ilmiah, namun penulis tetap berusaha mencari referensi agar tidak dikatakan mengarang bebas. Penulis membaca tiga buku secara sepintas. Pertama, “Sejarah Kedokteran di Bumi Indonesia”, dikarang oleh Prof. A.A. Loedin. Kedua, “Sejarah Kedokteran dari Abad ke Abad”, ditulis oleh Prof Sugana Tjakrasudjama. Ketiga, “Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia, Jilid 1”, diterbitkan Departemen Kesehatan RI, 2009.

John S. Wellington dari Universitas California menulis bahwa awal masuknya kedokteran (dokter) di Indonesia terjadi pada 1700 (abad ke 18). Menurutnya sekalipun dokter sudah masuk ke Indonesia pada tahun tersebut, namun tidak ada manfaat bagi warga Boemipoetra secara luas. Mengapa? Karena dokter Belanda hanya mau merawat pasien yang berbangsa Belanda. Pasien bangsa pribumi tidak dirawatnya. Bahkan anggota militer pribumi sekali pun tidak mendapatkan perhatian dari dokter Belanda tersebut.

Awal kedatangan dokter ke Indonesia juga kurang pas disamakan dengan naturalisasi. Sebab, dr. Jacobus Bontinus sebagai dokter yang pertama kali tiba di Indonesia, 18 September 1627, bukanlah proses naturalisasi. Beliau datang untuk menyertai misi perusahan dagang Belanda, “Vereenigde Oostindische Compagnie” (VOC), yang resmi berbadan hukum, 20 Maret 1602. Dokter-dokter yang datang setelahnya pun tidak ada yang disebut naturalisasi seperti fenomena persepakbolaan Indonesia saat ini.

Leave a Comment