11.6 C
New York
28/10/2024
Aktual Ekonomi

Segera Diberlakukan, Ekspor Produk Mebel dan Kerajinan Indonesia Terancam Regulasi EUDR

JAKARTA (PosSore.id) — Pemerintah Uni Eropa kembali menerapkan regulasi The European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR), yang mereka sebut sebagai bagian dari upaya mitigasi lingkungan. Padahal intinya kebijakan tersebut menghambat produk hasil kehutanan dan perkebunan asal negara yang dinilai mengancam kelestarian lingkungan

Celakanya, kata Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, mereka melakukan lacak menyeluruh yang hasilnya disertai dokumen pernyataan uji tuntas (due diligence) terhadap produk hasil kehutanan dan perkebunan beserta turunannya, termasuk produk mebel dan kerajinan, yang berasal dari lahan hutan dan/atau perkebunan yang dinilai berpotensi melakukan praktik deforestasi dan degradasi lahan/hutan.

Regulasi non-tarrif barrier seperti ini pada akhirnya berpotensi menghambat ekspor produk mebel dan kerajinan Indonesia ke benua biru.
Dampak dari pemberlakuan Undang-Undang Bebas Produk Deforestasi Uni (EUDR) ini pastinya akan menurunkan nilai ekspor mebel dan kerajinan Indonesia ke UE. EUDR membuat akses pasar produk olahan kayu dari Indonesia sulit masuk ke pasar Eropa karena persyaratan bahan baku yang ketat.

Sobur menjelaskan tahun lalu, nilai ekspor produk mebel dan kerajinan nasional mencapai US$444 juta. Dengan kebijakan EUDR Ekspor mebel dan kerajinan pasti terganggu karena nilainya akan berkurang jika Indonesia tidak mampu mengikuti persyaratan UE mereka akan melarang masuknya tujuh produk komoditas yang dinilai menyebabkan deforestasi.

“Akibat aturan itu, mulai 2025, sejumlah komoditas yang kena getahnya adalah minyak sawit, sapi, kayu, kopi, kakao, karet hingga kedelai. Aturan itu juga berlaku untuk sejumlah produk turunan seperti cokelat, furniture, kertas cetak, dan turunan berbahan dasar minyak sawit lain,” kata Abdul Sobur dalam percakapan dengan PosSore, Kamis (30/5).

Sobur menjelaskan, prosedur EUDR ini akan sangat menyulitkan eksportir mebel dan kerajinan Indonesia menembus pasar UE. Anggota HIMKI yang jumlahnya lebih dari 2.500, tidak semuanya mampu mengikuti persyaratan EUDR.

Komoditas yang masuk ke dalam peraturan EUDR ini adalah: kayu dan turunannya (kertas, kayu arang, termasuk mebel dan kerajinan), karet, minyak sawit, kedelai, coklat, kopi dan turunannya, serta peternakan. Meskipun EUDR berlaku di negara anggota UE, namun bukan tidak mungkin negara lainnya akan meniru peratuan yang sama untuk diberlakukan.

EUDR ini tak cuma memberi tantangan besar kepada pengusaha secara administratif tetapi juga memberikan biaya yang tinggi. Kesiapan di lapangan, di Indonesia, belum memadai sehingga menghambat proses ekspor yang dikehendaki dan feed back value export kita tidak sebagus di Amerika Serikat. EUDR sendiri akan memberikan feedback yang negatif terhadap negara Eropa yang sudah mengalami declining usaha yang dialami saat ini.

HIMKI sendiri telah berupaya membantu pengusaha mebel dan kerajinan dalam menghadapi isu-isu terkini, juga mendorong pemerintah untuk mengantisipasi dampak regulasi UE terkait deforestasi tersebut. Pemerintah seharusnya menjadi yang terdepan mengantisipasi dampak EUDR dengan melakukan perundingan kerja sama atau upaya-upaya lainnya.

Sobur menjelaskan, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian, Kementrian Perdagangan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan didukung berbagai pihak termasuk perwakilan Indonesia di UE, secara diplomasi telah menolak pemberlakuan EUDR. Selain melakukan penolakkan secara mandiri, Indonesia menggalang Like Minded Countries (LMC’s) yang terdiri dari 17 negara yang menolak pemberlakuan peraturan ini dengan menyampaikan pada WTO.

Sebagian besar negara-negara di dunia penghasil komoditas pertanian dan peternakan yang selama ini mengekspor produknya ke pasar Uni Eropa juga menolak peraturan tersebut. Amerika Serikat, Indonesia, Malaysia, Argentina, Brasil, Bolivia, Ekuador, Ghana, Guatemala, Honduras, dan lainnya juga tidak setuju dengan pemberlakuan Regulasi anti-Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang berlaku efektif akhir tahun ini, dan pertengahan tahun depan bagi UKM.

Seperti diketahui, peraturan EUDR disahkan oleh parlemen Eropa 31 Mei 2023 melalui Undang-Undang Regulation EU 2023/1115 of The European Parliament and of The Council. Tedapat 3 entitas di Uni Eropa yang menyetujui regulasi ini, yaitu Parliament, Commission, dan Council, sehingga berlaku secara resmi dan mengikat.

Sebagai kelanjutan atas inisiatif ini, pada Desember 2020, Komisi Uni Eropa (UE) merilis konsultasi publik melalui survei sebagai cerminan sikap UE melawan praktik deforestasi dan degradasi lahan/hutan.

Pada Oktober 2021, UE menerbitkan proposal yang menggantikan regulasi sebelumnya yang lebih menyorot kayu, yaitu EU Timber Regulation, namun dengan menambahkan kedelai, peternakan, minyak sawit, kopi, coklat, yang dinilai memberikan kontribusi pada isu mereka selain kayu (berikut produk turunannya). Proposal ini juga melingkupi persoalan penting, salah satunya pembatasan komoditas produk yang terakhir diambil pada Desember 2020 yang setelah itu akan dikenakan regulasi EUDR, dan aturan lainnya. (aryo)

Leave a Comment