JAKARTA (PosSore.id) – Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur mengungkapkan kebijakan buka tutup impor yang dilakukan pemerintah akhir-akhir ini membuat gerah para pelaku usaha. Banyak pihak katanya mempertanyakan dan menyayangkan kebijakan tersebut.
Sobur menegaskan, selama ini sudah sangat jelas aturannya barang yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri, ya tidak perlu mengimpor barang yang sama. “Jadi jika barang sudah diproduksi di dalam negeri, mengapa harus kita Impor,” katanya
Dengan adanya kebijakan buka tutup impor ini kata Abdul Sobur membuat ketidakpastian berusaha, baik investor asing maupun dalam negeri bahkan bisa mematikan industri dalam negeri yang saat ini bersusah payah pada tahap recovery setelah terkena imbas covid 19 yang lalu.
Semestinya, tegas Ketua Umum HIMKI ini pemerintah bisa menjaga kondisi tetap kondusif, apalagi sekarang sedang gencar-gencarnya mendorong peningkatan investasi dan mendorong ekspor.
Seperti diketahui, pemerintah telah melakukan pengetatan aturan impor melalui Permendag No. 7/2024 yang ditandatangani pada 10 Maret 2024 dan mulai berlaku 6 Mei 2024. Permendag itu merupakan perubahan kedua atas Permendag No. 36/2023 yang direvisi melalui Permendag No. 3/2024.
Permendag No. 7/2024 itu merupakan regulasi yang memperketat persyaratan impor yang harus menyertakan pertimbangan teknis (Pertek).
Tujuan dari peraturan tersebut adalah untuk melindungi industri dalam negeri dan melindungi investasi di Indonesia. Namun pada Jumat 17 Mei 2024, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang didampingi sejumlah wakil menteri, mengumumkan bahwa pemerintah merevisi aturan itu melalui Permendag No. 8/2024 yang menghapus persyaratan Pertek untuk sejumlah barang seperti elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, tas, dan katup.
Aturan itu langsung berlaku. Alasan revisi tersebut karena terjadi penumpukan barang sebanyak 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan 9.111 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Dengan adanya permendag yang baru itu maka penumpukan barang harus bisa diselesaikan dalam waktu lima hari.
Sobur menjelaskan, kebijakan tersebut tentu tidak sejalan dengan kondisi saat ini dimana kita masih dihadapkan pada ketidakpastian akibat kondisi geopolitik, adanya persaingan yang ketat antarnegara dalam menarik investor dan hal-hal lainnya.
Jika hal ini terus terjadi maka investor lebih memilih berinvestasi di India atau Vietnam yang ramah terhadap investasi. Untuk industri dalam negeri, pemerintah hendaknya melakukan perlindungan sehingga bisa maju dan berkembang.
“Pemerintah seharusnya tidak goyah oleh tekanan-tekanan dari para importir. Pemerintah hendaknya mempertahankan peraturan yang sudah baik. Jika kita perhatikan, Permendag No. 8/2024 tidak melindungi industri dalam negeri. Untuk sejumlah barang yang sudah diproduksi di dalam negeri agar ada pengetatan impor dengan menambahkan syarat Pertek dalam melakukan impor,” tuturnya.
Dengan adanya pengetatan impor menunjukkan pemerintah lebih mengutamakan produk dalam negeri dan melindungi tenaga kerja Indonesia. Sayangnya, kebijakan tersebut dicabut lagi untuk produk-produk yang justru merupakan hasil industri yang menyerap tenaga kerja yang besar dan sebagian bahkan diproduksi oleh industri berskala UMKM dan rumahan.
Adanya kebijakan baru justru membuat sebagian besar pelaku usaha dalam negeri merasa dirugikan.
Pengaturan impor pada prinsipnya ditujukan untuk menahan laju impor barang-barang sejenis khususnya produk jadi yang dapat diproduksi di dalam negeri guna melindungi industri dalam negeri sehingga pendapatan para pekerja dapat diamankan dan juga menghindari PHK.
Dalam kasus bahan baku dan bahan penolong yang dibutuhkan industri dalam negeri agar lebih dipermudah terutama untuk bahan baku dan bahan penolong yang tidak diproduksi dalam negeri baik spesifikasi, standar kualitas dan juga kemampuan daya pasoknya sehingga perlu didatangkan dari luar negeri. Selain itu juga untuk impor bahan baku dan bahan penolong yang suplayernya telah ditentukan buyer dari luar negeri, ini pun harus dipermudah, karna buyer memiliki kriteria tertentu.
Untuk khasus bahan baku dan bahan penolong yang dimungkinkan dapat diproduksi di dalam negari tapi belum ada dan atau kurang, maka pemerintah bisa mengundang investor asing untuk mendirikan industrinya di sini. Sedangkan untuk yang tidak layak dari segi keekonomian ya jangan dipaksakan.
Untuk bahan baku dan bahan penolong yang telah diproduksi didalam negeri namun belum masuk kriteria atau kualifikai buyer luar negeri dari segi spesifikasi, standar kualitas, variasi dan juga daya pasoknya, maka pemerintah perlu mendorong industri dalam negeri agar bisa lebih mampu dan bersaing, sehingga program subtitusi impor yang tengah dilakukan pemerintah menjadi efektif dan tepat guna. (aryo)