JAKARTA (possore.id) — Hasil penelusuran media sosial, Susianah Affandy, penyusun roadmap perlindungan perempuan, anak dan penyandang disabilitas ternyata memiliki rekam jejak sama dengan Khofifah yakni mengabdi di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Ia adalah anggota Pimpinan Pusat Muslimat NU yang dinahkodai oleh Khofifah. Susianah meraih Sarjana Terbaik Universitas Islam Negeri (dulu IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada Maret 2002.
Tidak seperti para sarjana lainnya yang memburu menjadi PNS atau pegawai kantoran, Susianah di usia 20-an tahun justru memilih belajar dari seniornya di lingkungan Muslimat NU.
Awal mula diajak oleh alm Mahsusoh Tosari Wijaya, ia bergabung menjadi pengurus Yayasan Pendidikan Muslimat NU pada tahun 2005.
Sepeninggal alm Mahsusoh (saat mengikuti dinas Tosari Wijaya sebagai Duta Besar), Susianah melalui hari-harinya bersama Khofifah di Muslimat NU.
Sebagai anggota Muslimat NU, ia merasa beruntung bisa belajar menimba ilmu, pengalaman dan kebijaksanaan dari Khofifah dan para senior Muslimat NU.
Khofifah merupakan sosok pemimpin yang memiliki pengaruh sangat kuat karena dapat menerjemahkan nilai-nilai ahlussunnah wal jama’ah dalam kehidupan sehari-hari.
Wajah NU tulen ada pada sosok Khofifah, begitupun wajah kepemimpinan NU juga memancar.
Khofifah dalam kepemimpinannya mengembangkan ajaran ahlussunnah wal jama’ah yakni tawasuth, tasamuh, tawazun dan I’tidal.
Susianah meneladani Khofifah sebagai sosok yang secara genetik memiliki kecerdasaran namun dapat memposisikan diri menjadi pribadi yang tawadhu.
Nilai tawasuth yang ia pelajari dari sosok Khofifah membuatnya belajar tidak meledak-ledak, tidak kritis buta, tidak memihak ke kiri (sosialis/liberal) atau kanan (fundamental/radikal) namun berada di tengah di antara dua sikap.
Wajah yang ditampilkan dari sikap tawasuth adalah harmoni, teduh, humanis dan tidak fanatik atau ekstrem dalam kehidupan social.
Nilai tawasuth yang Susianah teladani dari sosok Khofifah memiliki daya gerak yang kuat dalam kepemimpinan di masyarakat. Ini yang disebut sebagai kepemimpinan kharismatik oleh Marx Weber.
Susianah merasakan cara lembut yang dilakukan Khofifah dalam pengkaderan melalui penugasan-penugasan kepanitiaan atau menjadi Ketua Tim.
Saat menjadi Ketua Tim Penyusun Empat Modul Konsumen Cerdas kerjasama Muslimat NU dengan Kementerian Perdagangan, mengantarkan Susianah didapuk sebagai Komisioner BPKN RI.
Tidak jarang ia mendapatkan penugasan Khofifah sebagai Tim data, dokumentasi dan proceeding pada giat nasional seperti Rakernas dan Harlah Muslimat NU.
Tugas seperti ini mengasah keahliannya dalam kelembutan komunikasi dengan para anggota Muslimat NU dari pusat sampai akar rumput.
Khofifah menyiapkan Susianah sebagai pemimpin melalui penugasan antara lain menjadi anggota Tim Program Deradikalisasi kerjasama dengan BNPT.
Selain itu, Project Koordinator kerjasama dengan ProRep USAID, Tim Penyusun Buku 70 Tahun Pengabdian Muslimat NU, dan Ketua Tim Program Inkubasi Usaha Kecil Kerjasama dengan Bank Indonesia dan OJK.
Susianah juga ditugaskan menjadi Ketua Tim Kerjasama dengan Kementerian Perdagangan, Sekretaris Yayasan Pendidikan Muslimat NU dan sebagainya.
Melalui penugasan tersebut, Susianah terhubung dengan Khofifah sebagai mentor karena saat itu Tim bertanggung jawab secara langsung kepada Ketua Umum.
Karakteristik kepemimpinan Khofifah yang banyak menggerakkan modal sosial juga menurun pada Susianah.
Penggerakan modal sosial sangat mendukung terlaksananya program kesehaan Ibu dan Anak, pendidikan non formal-informal dan pemberdayaan sosial.
Ketika Khofifah diangkat menjadi Menteri Sosial pada 2014, pada saat yang sama Susianah tergabung sebagai Dewan Pimpinan Kongres Wanita Indonesia.
Seperti lulus dari sekolah pengkaderan, Susianah menerapkan kepemimpinan sosialnya mirip dengan ajaran Sang Guru.