Oleh: Zaenal Abidin
Perjalanan sejarah yang panjang menjadikan penulis terlalu sulit untuk menyebutkan satu-persatu jejak bakti dokter Indonesia kepada bangsa dan rakyat negeri tercinta. Bakti dokter Indonesia dapat ditarik ke belakang pada periode berdirinya organisasi pergerakan Boedi Oetomo, 1908. Bahkan jejak bakti itu dapat pula ditemukan jauh sebelum Boedi Oetomo.
Karena itu, satu tahun menjelang peringatan Satu Abad Kebangkitan Nasional, tepatnya Maret 2007, penulis bertemu dengan Amir Hamzah Pane, Emanuel Melkiades Laka Lena, dan mendiang Franky Sahilatua di Gedung Manggala Wanabakti Jakarta. Ketika itu, Franky bertanya kepada penulis, “Bung, apa sih sumbangsih dokter Indonesia kepada bangsa ini?”
Secara spontan penulis menjawab, jejak bakti dokter Indonesia cukup panjang. Bakti dokter Indonesia dapat dimulai dari pergerakan Boedi Oetomo. Sebab dokter dan calon dokter Indonesialah yang memelopori berdirinya organisasi pergerakan nasional pertama itu di gedung STOVIA, 1908.
Selanjutanya ditanya lagi, apa program utama IDI saat ini. Penulis katakan, kini dokter Indonesia yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sedang menggagas lahirnya suatu sistem yang kami namakan Sistem Pelayanan Kesehatan/Kedokteran Terpadu. Semoga kelak pun dapat menjadi catatan bakti dokter untuk Indonesia tercinta.
Sistem Pelayanan Kesehatan Terpadu
Sejak Muktamar tahun 2003 di Balikpapan, IDI menggagas dan mengadvokasi lahirnya Sistem Pelayanan Kesehatan dan Kedokteran Terpadu, yang di dalamnya terintegrasi antara subsistem pelayanan, subsistem pendidikan, dan subsistem pembiayaan (Jaminan Sosial Nasional Kesehatan).
Ujung tombak pelayanannya adalah dokter pelayanan primer (dokter umum dan dokter keluarga). Dari sini diharapkan terjadi penerapan sistem rujukan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan dan efisiensi dalam pembiayaan. Sampai kini, sistem ini secara konsisten IDI wacanakan ke publik dengan harapan agar di masa depan menjadi suatu kenyataan.
Untuk mendukung Sistem Pelayanan Kesehatan dan Kedokteran Terpadu tersebut, semestinya ada pembiayaan yang baik. Karenanya, IDI sepakat mendorong untuk diimplementasikannya Sistem Jaminan Sosial Nasional. Karena menurut laporan WHO sumber pembiayaan yang baik adalah bersumber dari pajak dan sistem jaminan sosial. Dan Indonesia memilih menggunakan sistem jaminan sosial.
Ini artinya masyarakat yang mampu akan membiayai diri sendiri yaitu dengan membayar kepada badan pelaksana. Sedangkan yang tidak mampu, akan ditanggung oleh negara. Kini Indonesia telah memiliki UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dan diharapkan dalam waktu dekat UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosoal (BPJS) dalam terbit sebagaimana yang diamanahkan UU SJSN.
Bila sistem ini berjalan maka dokter tidak lagi pusing memikirkan apakah pasien mampu membeli obat yang ia resepkan. Seringkali dokter dipusingkan oleh hal ini. Ketika dokter akan mengobati pasien, ia juga sering berpikir apakah si pasien bisa menebus obatnya atau tidak. Tapi kalau sudah menggunakan sistem pembiayaan yang bagus maka dokter tidak perlu pusing lagi. Rujukan juga bisa berjalan dengan baik bila ada sistem pembiayaannya bagus. Inilah penjelasan penulis pada pertemuan tahun 2007 tersebut.
Menakar Bakti Dokter Indonesia
Dengan sejarahnya yang panjang, tentu banyak sekali kontribusi IDI sejak berdirinya dan juga kontribusi dokter Indonesia dalam pembangunan kesehatan yang patut dicatat dalam tinta emas, yang semua terdokumentasi di dalam laporan Muktamar IDI.
Namun yang terkesan karena penulis terlibat, di antaranya saat IDI sebagai organisasi profesi diminta oleh negara melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menilai kesehatan terhadap Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden pada Pemilu tahun 2004. Pada mulanya seorang anggota KPU menyampaikan ke media bahwa KPU akan memintakan ke IDI sebagai organisasi profesi dokter satu-satunya untuk memeriksakan kesehatan pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang akan ikut dalam pemilu 2004, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap pemeriksaan kekayaan calon melalui orgaisasi profesi yang terkait.
Persoalan kemudian, ternyata setelah kami betemu dengan anggota KPU tersebut, ternyata menurutnya KPU sendiri belum punya bayangan mengenai hal kesehatan jasmani dan rohani apa saja yang akan dimintakan untuk dinilai oleh IDI. Sementara itu, IDI sendiri belum punya pengalaman dan belum punya standar atau panduan teknis dalam penilaian kemampuan rohani dan jasmani Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia sebagaimana yang dimintakan KPU, dan juga belum tahu apa saja yang akan dinilai.
Pada pertemuan di Kantor KPU, anggota KPU menyerahkan sepenuhnya kepada IDI. Melalui berkali-kali rapat bersama KPU maupun bersama dokter yang pakar di bidangnya, dari Fakultas Kedokteran ternama di Indonesia, lahirlah Buku Panduan Teknis Penilaian Kemampuan Rohani dan Jasmani Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Pemilihan Umum Tahun 2004.
Ternyata buku panduan tahun 2004 tersebut tetap menjadi acuan pada penilaian kesehatan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden tahun-tahun betukutnya. Dan bahkan sampai saat ini juga menjadi acuan bagi penilaiaan kesehatan pada pemilihan gubernur, walikota dan bupati di seluruh Indonesia, serta penilaian kesehatan calon pejabat negara lainnya. Oleh karena itu hemat penulis, jejak ini adalah salah satu yang musti dicatat dalam tinta emas sebagai sumbangsih IDI sebagai organisasi profesi dokter satu-satunya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bakti kepada bangsa yang lain. Menjelang Satu Abad Kebangkitan Nasional dan Seratus Tahun Kiprah Dokter Indonesia 2008 lalu, IDI sangat aktif melakukan diskusi publik. Selain dimaksudkan untuk memberi masukan kepada pemerintah agar melahirkan suatu sistem atau tatanan yang lebih baik di bidang kesehatan, juga dalam rangka memberi penyadaran kepada selurh rakyat Indonesia akan arti hidup sehat.
Tercatat sejak bulan 12 April 2007 di Kantor PB IDI, Jalan Sam Ratulangi 29 Jakarta, dilakukan pemasangan banner program PB IDI, “Menyongsong Seabad Kebangkitan Nasional dan Seabad Kiprah Dokter Indonesia”, dan dirangkaikan dengan diskusi publik. Diskusi publik ini secara rutin dilaksankan sampai mencapai puncaknya tanggl 20 Mei 2008. Maksud penyelenggaraan diskusi publik adalah untuk memberikan pandangan kritis tentang pembangunan kesehatan kepada pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan juga memberikan pencerahan kepada masyarakat akan prilaku dan makna hidup sehat.
Dan pada puncaknya dijadikannya tanggal 20 Mei 2008 sebagai Hari Bakti Dokter Indonesia (HBDI), yang kemudian dikukuhkan oleh Muktamar IDI Tahun 2009 sebagai Hari Bakti Dokter Indonesia. Terhitung sejak 20 Mei 2008, kami meminta kepada seluruh dokter Indonesia untuk membebaskan biaya jasa mediknya dan atau meyumbangkan ke rekening yang dibuat khusus oleh PB IDI untuk nantinya digunakan dalam kegiatan atau aktivitas sosial kepada masyarakat.
Kegiatan HBDI 2009 misalnya diselenggarakan Kemah Relawan Nusantara, Dokter Kecil Award, Indomedica Expo (memamerkan pencapaiaan dunia kedokteran Indonesia dari hulu ke hilir), Film Dokumenter Kiprah Dokter Indonesia dalam Perjuangan Merebut dan Mengisi Kemerdekaan Indonesia, dan lain-lainnya. Semua ini merupakan wujud bakti dokter Indonesia kepada bangsa dan rakyat Indonesia.
Sedangkan bakti dokter Indonesia selama lebih pandemi covid 19, tentu sulit menggambarkannya. Sebab hampir semua dokter Indonesia sibuk melakukan apa saja yang dapat diperbuat untuk membatu masyarakat. Ada yang sibuk melakukan promosi kesehatan dengan berbagai topik dengan harapan agar masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang covid 19 dan pencegahannya.
Ada pula yang sibuk mengumpulkan donasi, makanan/sembako, masker, dan hand sanitizer untuk dibagikan kepada masyaralat. Dan tentu saja sekian banyak dokter tetap berpraktik merawat pasien covid 19 di rumah sakit dengan risiko dapat tertular, sakit dan meninggal.
Tahun ini (2023), kegiatan HBDI dipusatkan di Kalimantan Selatan. Lokasinya di Banjarbaru, Tanah Laut, Tapin, Hulu Sungai Selatan, dan Banjarmasin, mulai 18 sampai 21 Mei 2023. Tema yang diangkat, “Dokter Indonesia untuk Rakyat Indonesia.
Sejumlah kegiatan yang dilaksanakan di Kalimantan Selatan, antara lain: pengobatan gratis spesialistik, penyuluhan dan skrining kesehatan, pembangunan sumber air bersih, pembangunan jamban sehat. Kegiatan lain, bakti sosial dan sunatan massal, donor darah dan talkshow, serasehan percepatan penanganan stunting. Selain dilaksanakan di Kalimantan Selatan kegiatan HBDI juga dilaksakan di daerah lain oleh wilayah dan cabang-cabang IDI seluruh Indonesia.
Masih merupakan rangkaian HBDI 2023, menurut informasi panitia, IDI juga berencana melakukan bakti sosial Khitan Sehat di Provisinsi NTT dan Timor Leste, dengan daerah sasaran: Kupang, Flores Timor, Alor, Tomor Tengah Selatan, Rote.dan Dili. Selain kegiatan khiatan sehat juga akan dilakukan edukasi personal higiene, gizi sehat, dan pembagian donasi. Kegiatan ini direncanakan akan berlangsung tanggal 6 – 8 Juli 2023 mendatang.
Sumbangsih berikutnya yang juga cukup berkesan, misalnya, ketika negara ini dilanda bencana, pasti IDI dan dokter-dokter anggota IDI sangat sibuk. Dapat dipastikan bahwa pada hari pertama bencana, dokter anggota IDI sudah terdepan berada di lokasi bencana. Baik itu berangkat atan nama IDI atas nama perhimpunan dokter spesialis atau keseminatan atau atas nama organisasi relawan bencana lain.
Sebutlan bencana Tsunami di Aceh, Gempa di Yogya, Pangandaran, Sumatera Barat, Gempa Palu, Gunung Merapi, Gunung Bromo, banjir dan sebagainya. Dan yang terakhir dokter anggota IDI dari berbagai spesialisasi dan keahlian berangkat atas nama Relawan Indonesia untuk membantu warga Turki yang dilanda gempa bumi.
Di lokasi bencana mereka berkoordinasi dengan relawan bencana lain guna membantu meringankan beban masyarakat yang terdampak. Penulis sangat berharap agar ke depan IDI dan perhimpunan di bawahnya memiliki tim penanggulangan bencana kuat, solid serta terhubung dengan relawan lainnya. Sehingga bila sewaktu-waktu terjadi bencana, baik di dalam negeri maupun di luar negeri maka tim sudah siap dan mudah digerakkan.
Catatan Akhir
Siapa pun tentu sangat sulit menakar jejak bakti atau sumbangsih dokter Indonesia terhadap bangsa dan rakyat Indonesia. Mulai sejak pada masa kolonial, masa perjuangan kemerdekaan, hingga setelah Indonesia merdeka.
Penulis sangat berharap, di masa depan pun dokter Indonesia di bawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tetap menjadi bahagian dari kelompok masyarakat yang selalu peduli kepada bangsa dan rakyat. Dokter Indonesia diharapkan untuk terus memikirkan kemaslahatan rakyat sebab dokter pun adalah bahagian dari rakyat Indonesia.
Bila dokter Indonesia tulus memperhatikan nasib rakyat tentu masyarakat pun akan menganggapnya sebagai bagian dari keluarga besarnya. Boleh saja ada segelintir orang atau kelompok yang karena kebenciannya sehingga berusaha menghapus jejak bakti dokter Indonesia dan IDI namun tentu saja sangat sulit untuk mengahapusnya dari jejak perjuangan bangsa Indonesia. Dan tentu lebih sulit lagi menghapus satu persatu dari memori rakyat Indonesia. Billahit Taufiq Walhidayah.