12.3 C
New York
26/10/2024
Aktual Opini

RUU (OBL) Kesehatan dan Ideologi Pasar Bebas

*Disampaikan sebagai masukan di dalam Diskusi Kebangsaan FDPKKB, Gedung Jauang 45 Menteng, Jakarta, 17 April 2023

Oleh: dr. Zaenal Abidin

Tidak dapat dipungkiri bahwa pasar bebas (liberalisasi) kesehatan sudah menggelinding kencang di negeri ini. Menabrak cukup banyak rambu-rambu, baik sosial, etik, maupun hukum yang sedang berlaku.

Kesehatan dan pelayanan kesehatan yang merupakan pelayanan yang bersifat sosial, lambat laun akan berubah menjadi pelayanan invidualistik dan kapitalistik, sebagaimana ideologi dan paham ekonomi yang danut oleh pasar bebas.

RUU (OBL) Kesehatan belum disahkan namun instrumen pelaksanaan untuk masuknya modal asing, rumah sakit asing dan dokter asing sudah dikeluarkan. Sekalipun pembahasan RUU (OBL) Kesehatan diiringi oleh janji manis akan kesejahteraan rakyat, kemudahan bagi dokter warga negara Indonesia, namun sebagai instrumen liberalisasi harus selalu diwaspadai.

Belajar dari sejarah
Pasar bebas sebetulnya bukan barang baru bagi kita warga berbangsa Indonesia, yang pernah dijajah cukup lama oleh Belanda. Kedatangan bangsa Belanda bedagang di Hindia Timur di bawah bendera perusahan swasta raksasa terbesar dunia ketika itu, yaitu VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Memang awal kedatanganya sangat manis, namun dalam perjalannya penuh kecurangan dan penidasan. Diberlakukan konsep “negara penjaga malam”, kebebasan warga dibelenggu.

Sekalipun VOC merupakan perusahan swasta, namun ia didukung penuh oleh pemerintah Belanda dan militer Belanda. Karena itu, ketika ada rakyat yang tidak patuh kepada VOC maka akan berhadapan dengan tentara Belanda bahkan dengan pemerintah Belanda yang ditempatkan di Hindia Timur.

Rakyat pribumi tidak hanya berhadapan dengan tentara dan perwakilan pemerintah Belanda, namun lebih sering berhadapan dengan rakyat pribumi sebangsanya sendiri (Belanda Hitam), yang dibayar khusus untuk menidas sesamanya. Belanda Hitam ini mencari makan melalui VOC sehingganya sering berlaku lebih kejam dibanding majikannya yang Belanda sungguhan.

Itulah sebabnya, Bung Karno berkata, “usaha mencapai keadilan dan kesejahteraan tidak boleh dipercayakan kepada pasar bebas, yang berbasis individualisme-kapitalisme, karena Indonesia mengalami pengalaman buruk penindasan politik dan pemiskinan ekonomi yang ditimbulkan kolonialisme. Pasar bebas adalah perpanjangan tangan dari individualisme-kapitalisme.”

Bung Karno juga mengatakan, “Kemerdekaan Indonesia pada hakikatnya merupakan protes keras yang maha hebat kepada dasar individualisme dan kapitalisme”. Masyarakat yang hendak kita akan tuju itu dengan kemerdekaan itu adalah masyarakat sosialis ala Indonesia atau masyarakat sosialisme Indonesia, yakni “Masyarakat Adil Makmur Berdasarkan Pancasila”.

Seharusnya kita semua warga yang berbangsa Indonesia ini sadar dan mau belajar dari sejarah bangsa sendiri, serta menghormati perjuangan nasihat, dan cita-cita para pendahulu kita. Mau mendengar nasihat Bung Karno sebagai proklamator negeri ini.

Dengan pemerintah Indonesia memberlakukan pasar bebas kesehatan itu sama artinya menantang nasihat pendiri dan proklamator negara Indonesia Merdeka.. Pasar bebas yang intinya individualisme dan kapitalisme bertentangan dengan konsep Sosialisme ala Indonesia.

Menerapkan pasar bebas berarti menentang Sosialisme ala Indonesia, yang digagas Bung Karno, yaitu “Keadilan Sosila bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”

Mengapa kesehatan itu penting?
Jawaban dari pertanyaan itu adalah karena kesehatan merupakan pengejawantahan cita-cita Indonesia merdeka. Kesehatan adalah pengejawantahan dari “memajukan kesejahteran umum” yang tercantum di dalam Pembukaan UUD Negara RI 1945.

Karena itu, sektor kesehatan tidak boleh diserahkan pengelolaannya kepada pasar pebas, dokter asing dan rumah sakit asing. Kesehatan yang menyangkut hidup dan matinya rakyat Indonesia harus selalu berada di bawah kendali warga berbangsa Indonesia sendiri.

Mengapa IDI menjadi sasaran pelemahan?
Bukan hanya IDI yang harus dilemahkan, melainkan semua organisasi profesi dan tenaga kesehatan pada akhirnya akan menjadi sasarannya. Terutama yang telah memiliki UU yang berkaitan dengan profesi tersebut.

Dokter dan dokter gigi dengan UU Praktik Kedokteran, Perawat dengan UU Keperawatannya, Bidan dengan UU Kebidanannya, Apoteker dengan undang-undangnya yang sedang berproses, serta tenaga kesehatan lain dengan UU Tenaga Kesehatannya.

Sebetulnya pasar bebas yang merupakan bahagian dari globalisasi, memang mengharus agar seluruh instrumen hukum di dalam suatu negara memudahan proses itu berlangsung. Karena itu bila ada instrumen hukumnya belum sesuai maka harus disesuaikan.

Mengubah UU tentu tidak terlalu sulit, sebab UU tidak dapat melawan. Berbeda dengan profesi, tenaga kesehatan dan organisasinya, yang ditengarai akan melawan.

Mengapa profesi kesehatan dan tenaga kesehatan akan melawan? Sebab disadari bahwa UU yang tekait dengan profesi dan tenaga kesehatan ini merupakan UU produk reformasi yang disetting untuk memberdayakan profesi, tenaga kesehatan dan organisasinya.

Terakhir, saya ingin mengutip pendapat Joseph E. Stiglitz: “Globalisasi adalah pertarungan (olimpiade) keras, yang tidak berimbang, tidak demokratis dan tidak transparan. Bila tidak dimanage dengan baik maka hanya akan menguntungkan beberapa negara ekonomi maju saja dan sama sekali tidak akan menguntungkan negara berkembang serta akan menimbukan masalah bagi negara miskin“

Billahi Taufik Walhidayah.

(Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia, periode 2012-2015)

Leave a Comment