Oleh Mimi Jamilah Mahya, MIRKH
MENURUT Imam Hakim Tarmidzi syukur adalah kegembiraan hati atas nikmat Tuhan, sehingga engkau memuji Tuhan-mu, sedangkan apabila kamu bersabar saat kamu diuji dengan musibah maka kamulah yang dipuji sedang Tuhanmu tidak dipuji.
Kamu bersyukur kepada-Nya secara tulus, lebih baik dari pada kamu bersyukur kepadanya lantaran satu sebab atau demi tujuan tertentu. Bersyukur kepada-Nya karena suatu sebab atau demi tujuan tertentu adalah syukur yang pamrih, bukan syukur yang ikhlas.
Di antara derajat syukur adalah Allah Ta’ala memuji para nabi dan orang-orang pilihan-Nya karena mereka adalah orang-orang yang bersyukur. Sebagaimana Allah memuji secara khusus kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Nuh as dengan sifat syukur, sedangkan nabi-nabi yang lainnya dipuji dengan sifat sabar.
Kedudukan syukur menurut Imam Hakim Tarmidzi bahwa Allah menyebutkannya dengan disertai amal. Dia berfirman : Artinya : Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur. (Q. S. Saba’/ 34 :13)
Amal shaleh atau perbuatan kebajikan adalah manifestasi dari rasa syukur, sedangkan sabar adalah meninggalkan perbuatan yang buruk. Dengan demikian syukur berarti beramal atau melakukan sesuatu kebaikan, sedangkan sabar adalah menahan diri dari sebagian amal yang didalamnya mengandung perbuatan meninggalkan syahwat.
Orang yang bersyukur berada pada maqam qurbah (kedekatan), dimana kedudukan yang sangat dekat dengan-Nya (Allah) maka tak lagi memerlukan bantuan
Dengan demikian beramal (syukur) mempunyai nilai lebih dibanding dengan meninggalkan sebagian amal (sabar).
Keutamaan syukur yang lain adalah bahwa syukur adalah perbuatan orang-orang yang special (khusus) pilihan Allah, karena orang yang melakukan syukur sangatlah sedikit. Artinya : dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.
Kebanyakan orang beramal karena mengharap ridha Allah untuk dirinya sendiri. Sedikit sekali orang yang beramal hanya untuk-Nya sebagai bentuk rasa syukur kepada-Nya.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw berdiri menegakkan shalat sampai kedua kakinya bengkak. Padahal beliau telah mendapat jaminan ampunan-Nya. Ditanya kepada beliau : Ya Rasulallah mengapa engkau lakukan ini padahal Allah telah mengampuni dosamu yang terdahulu dan yang akan datang? Beliau menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?
Menurut Imam At Tarmidzi, bersyukur adalah perbuatan orang-orang yang bebas merdeka. Tahapannya dari ubudiyyah (penghambaan) kepada hurriyyah (kebebasan).
Rasulullah saw beramal sebagai bentuk rasa syukur setelah Allah membebaskannya dari dosa yang lalu dan yang akan datang. Begitu pula nabi Idris as, ia beramal sebagai rasa syukur setelah Allah ridha terhadapnya dan membebaskannya.
Tentang balasan syukur beliau mengutip firman Allah Ta’ala yang artinya : “Dan akan kami berikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur”. Imam At tarmidzi menyebutkan beberapa balasan orang yang bersyukur, diantaranya adalah : Pertama, ketinggian derajat (rif’ah) sebagai imbalan atas kerendahan hatinya.
Kedua, Kemuliaan sebagai balasan atas kemurahan hatinya. Ketiga, Qurbah, kedekatan kepada Allah. Qurbah adalah imbalan bagi hati yang telah memutuskan segala ketergantungannya kepada selain Allah.
Orang bersyukur beramal berdasarkan kelapangan dada dan kemurahan hati serta kedermawanan tanpa memperhitung-hitungkan untung rugi seperti orang yang berjual beli. Oleh karena itu balasan orang bersyukur langsung ditangani oleh Allah swt.
Orang yang bersyukur berada pada maqam qurbah (kedekatan), karena kedudukan yang sangat dekat dengan-Nya (Allah) maka tak lagi memerlukan bantuan.
Balasan keempat bagi orang yang bersyukur adalah bertambahnya nikmat berupa cahaya hati, makrifat dan bashirah. “Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambahkan (nikmat) kepada kalian”.
Bertambahnya nikmat sebagai balasan syukur merupakan nikmat baru yang harus disyukuri. Bila ia mensyukurinya maka pasti Allah akan menambah nikmatnya lagi untuknya dan seterusnya begitu.
Maka setiap kali ia bersyukur setiap itu pula cahaya dirinya bertambah, dan bertambah pula bashirah (pandangan batin)nya. Dan itu membuatnya lebih terdorong untuk berjalan menuju Allah, bahkan dapat membuatnya wushul atau sampai kepada-Nya.
Orang yang bersyukur memandang nikmat yang diberikan Allah dengan cahaya hati mereka. Maka kemudia Allah menambah cahaya hati mereka sehingga bashirah mereka terus bertambah. Hati mereka dipenuhi makrifat dan bashirah, sementara itu Allah terus melimpahi mereka dengan tambahan nikmat-Nya.
Demikianlah sekelumit pandangan tentang syukur yang telah dijelaskan oleh Imam Hakim At Tarmidzi. Semoga kita semakin mendalami makna syukur dan mengamalkannyan dalam kehidupan sehari-hari.
Mimi Jamilah Mahya, MIRKH, adalah Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Attaqwa Bekasi