JAKARTA (Pos Sore) — Perkembangan tren digitalisasi yang sangat pesat di Indonesia, telah mendorong terjadinya percepatan transformasi digital di Indonesia.
Hal itu dibuktikan dengan banyaknya aktivitas masyarakat yang kini bergeser ke ranah dunia maya.
Hampir seluruh kegiatan, mulai dari berkomunikasi, bertukar data, bekerja, berjualan, belajar, dan lain sebagainya, dilakukan serba online.
Namun jangan lengah, selain menawarkan segudang kemudahan dan keuntungan, di sisi lain teknologi digital juga dapat menghadirkan sisi negatif pada saat yang bersamaan, yakni ancaman kejahatan siber.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, H. Bambang Kristiono. S.E memaparkan, ancaman kejahatan siber menjadi tantangan utama bagi para pengguna ruang digital, baik itu masyarakat ataupun pemerintah sekalipun.
Sebab, menurutnya ancaman siber ini berpotensi akan menyebabkan masalah yang serius terhadap jaringan ataupun sistem komputer.
“Semua orang bisa terkena dampaknya,” tegasnya saat berbicara dalam Webinar Ngobrol Bareng Legslator yang bertajuk “Keamanan Siber: Berdigital dengan Aman”, Sabtu, 16 April 2022.
Dalam ranah negara misalnya, semua komponen yang terkomputerisasi adalah bagian yang penting bagi pemerintah sehingga bisa menjadi target dari serangan siber.
“Dan bisa menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup signifikan. Belum lagi kerugian yang lainnya,” terang Bambang.
Wakil rakyat asal Partai Gerindra itu melanjutkan, untuk para pengusaha, pencurian data intelektual dan pelanggaran keamanan data menjadi ancaman umum yang perlu diatasi.
“Karena itu, dalam ranah individu perlu disadari adanya kebocoran data serta virus yang berbahaya,” imbuhnya.
Menurut data yang ia peroleh, Indonesia menjadi salah satu negara yang telah mengalami kejahatan siber cukup banyak.
Berdasarkan data yang dimiliki BSSN pada 2021 mencatat setidaknya hampir satu miliar kali telah terjadi serangan siber di negara Indonesia.
“Adapun serangan siber yang sering terjadi itu di bulan Mei 2021. Malware menjadi grafik tertinggi,” paparnya.
Dampaknya, kata Bambang, bervariasi. Tentunya sangat merugikan setiap korbannya. Mulai kerugian dari hal perekonomian, psikologis, hukum, dan sebagainya.
“Berkurangnya pendapatan profit, tuntutan hukum, serta yang lebih parahnya lagi adalah rusaknya reputasi,” tambahnya.
Bagi individu yang menjadi korban kejahatan siber menyebabkan stress dan terpengaruhnya kepada kesehatan psikologis, hingga kerugian finansial.
Karena itu, pemerintah telah berusaha melakukan beberapa upaya dalam menggulangi kejahatan siber di dunia digital.
Menurutnya, ada sederet tips dan trik yang dapat dilakukan oleh para pengguna ruang digital untuk dapat terhindar dari ancaman kejahatan siber tersebut.
“Menanamkan kesadaran dalam memilih dan memilah sumber-sumber yang kredibel, serta memperkaya diri dengan ilmu-ilmu digital dan teknologi,” katanya.
Dengan demikian, pertahanan semakin kuat yang dapat didorong dengan sosialisasi-sosialisasi yang telah dilakukan.
Terakhir, dengan cara menumbuhkan budaya dan aktif menyaring informasi. Apakah itu informasi yang valid atau palsu, sehingga kita tidak akan asal mengshare informasi yang diperoleh.
Direktur Komunikasi Perdana SYNDICATES, Pangeran Ahmad Nurdin mengungkapkan, membangun dunia siber yang nyaman dan aman menjadi tugas dan kepentingan bersama.
“Kita juga sebagai pengguna media sosial yang aktif, kita harus selalu sadar dalam media sosial akan selalu ada pendapat yang berbeda-beda,” tuturnya.
Selalu siap untuk menerima kritik, waspada terhadap aksi intoleran. Jangan memperburuk situasi dengan balasan tindakan intoleran.
“Menyadari bahwa yang ada di media sosial itu belum tentu benar. Artinya, jangan terlalu mudah percaya dan harus mencari kebenarannya dulu,” ungkapnya.
Untuk itu, ia mengajak kepada seluruh masyarakat dan netizen di dunia maya menanamkan dan melakukan deteksi dini potensi intoleran di media sosial.
Menurutnya, hal tersebut dapat menjadi cara jitu dalam menghindari diri dari kejahatan siber.
Semangat meluruskan dan menyadarkan individu yang menunjukkan sikap intoleran.
“Bukan menyingkirkan, tapi memberikan support untuk kelompok atau individu yang menerima perlakukan intoleran di media sosial,” pungkasnya