JAKARTA (Pos Sore) — Kota Depok, Jawa Barat, tengah disorot. Penyebabnya, adanya kasus kekerasan seksual yang menimpa anak perempuan yang berusia 11 tahun. Mirisnya si pelaku yang berusia 49 tahun itu adalah ayah kandungnya sendiri.
Mendapati kasus tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga sangat geram, juga marah.
Bintang Puspayoga sampai mendatangi langsung Kantor Polres Metro Kota Depok, Selasa, 1 Maret 2022. Tempat di mana si pelaku kini ditahan.
“Saya mengecam keras terjadinya kasus tersebut dan berharap pelaku dapat dikenakan pasal berlapis dengan ancaman pidana maksimal,” tegas Menteri Bintang sebagaimana laporan kompasiana.
Bagi menteri, kasus kekerasan seksual adalah kejahatan serius. Itu sebabnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) akan terus mengawal proses penegakan hukum kasus ini.
Kunjungannya ke Kantor Polres Metro Kota Depok, sebagai bentuk pengawalannya atas kasus tersebut.
Jika dalam penyelidikan didapatkan pelaku memenuhi unsur pidana persetubuhan yang dilakukan orang tua kandung, maka penyidik perlu cermat mendalami kasus ini untuk menetapkan dasar hukum yang tepat.
Berdasarkan UU 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, pelaku dapat diancam sampai hukuman maksimal 20 tahun penjara. Jika memenuhi unsur pemberat lainnya, maka dapat diberikan pidana tambahan, tindakan dan rehabilitasi.
Pemerintah ingin memastikan pelaku mendapatkan tindakan hukum yang sesuai. Diharapkan, dengan hukuman maksimal dapat membuat efek jera bagi pelaku. Juga dapat meminimalisir tindak kejahatan terhadap anak.
Menteri meminta aparat untuk lebih mencermati dalam memvonis hukuman pelaku. Jangan sampai, keputusan vonis itu mencederai dan melukai hati masyarakat, terutama korban anak kekerasan seksual.
“Saya menyampaikan apresiasi yang setinggi–tingginya untuk jajaran Kapolres Metro Kota Depok yang sudah bertindak cepat untuk memberikan penanganan sesuai prosedur yang berlaku,” kata Menteri Bintang.
Apresiasi juga disampaikan kepada UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Depok yang telah memberikan pendampingan psikososial kepada korban dan keluarganya.
“Terima kasih juga untuk pemerintah daerah Kota Depok, yaitu Walikota Depok, Pak Mohammad Idris, yang sudah memberikan perhatian untuk pendampingan bagi korban dan keluarga,” ucapnya.
Ke depannya, pemerintah berharap dapat menyelesaikan permasalahan kekerasan seksual ini. Tidak hanya dari hilirnya, yaitu penanganannya saja, tetapi juga dari hulu, yaitu pencegahannya.
Setelah bertemu dengan Kapolres Metro Kota Depok, Kombes Pol Imran Edwin Siregar, Menteri Bintang juga bertemu dengan pelaku.
Dalam pertemuan ini, pelaku menyatakan menyesal dan meminta maaf kepada masyarakat atas tindakan yang telah dilakukan. Pelaku menyatakan bersedia menerima hukuman atas perbuatannya.
Bintang Puspayoga juga sempat berdialog bersama korban dan ibu korban di Kantor Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (PAPMK) Kota Depok.
Kapolres Metro Kota Depok, Kombes Pol Imran Edwin Siregar, dalam pertemuan itu menyampaikan pihaknya akan terus melakukan koordinasi intens dengan Dinas PAPMK Kota Depok terkait pendampingan anak.
Pihaknya juga memastikan akan menindak tegas dan melakukan proses hukum pada pelaku tindak kekerasan terhadap anak tersebut.
Polres Metro Kota Depok sendiri berhasil menangkap pelaku berinisial A saat berada di rumah keluarganya di kawasan Sukmajaya, Kota Depok, Selasa, 1 Maret 2022.
Sementara dari sisi psikologis anak, berdasarkan hasil pendampingan psikologis awal, korban membutuhkan pendampingan secara berkala oleh Psikolog Klinis.
Sebagai Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK), pendampingan oleh Psikolog Klinis ini dibutuhkan. Tujuannya, untuk memulihkan kondisi psikologis mereka guna menghindari terjadinya dampak yang tidak diinginkan.
Hak pendidikan bagi korban yang tergolong usia anak ini juga mendapat perhatian serius dari KemenPPPA. Pemerintah berkoordinasi dengan Pemkot Depok agar dapat berkoordinasi dengan dinas terkait untuk memastikan terpenuhinya keberlangsungan hak pendidikan anak.
“Tujuannya agar korban dan keluarganya betul-betul merasa aman, tidak dikucilkan, dan tidak mendapat stigma berlapis di masyarakat,” ujar menteri.
Kasus kekerasan seksual meningkat di Depok
Nessi Annisa Handari, Kepala Dinas PAPMK Kota Depok, yang ditemui dalam kesempatan itu, menyatakan, pihaknya sudah menjalankan berbagai upaya pendampingan dan bantuan hukum yang diperlukan sesuai prosedur.
Dijelaskan, UPTD PPA Kota Depok telah menerima laporan kasus ini dari ibu korban (DH) pada 27 Februari 2022. Di hari itu juga pihaknya langsung memberikan layanan pendampingan psikologis dan bantuan hukum.
“Bahkan kami juga lakukan antar jemput, seperti saat visum, juga saat ada keperluan terkait administrasi untuk proses hukum di Polres Metro Kota Depok,” terangnya.
Tidak hanya itu. Dinas PAPMK juga melakukan pendampingan psikologi bagi keluarganya, yaitu adik–adik dan ibu korban yang memiliki kemungkinan trauma.
“Kami terus berupaya agar masyarakat tidak lagi takut untuk melapor. Yang pasti, kami akan terus mengawal dan memberikan pendampingan pada korban,” tegasnya.
Nessi mengakui kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kota Depok mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada 2020 korban kekerasan seksual terhadap anak berjumlah 31 orang.
Sementara pada 2021, jumlahnya bertambah menjadi 68 korban. Sebagaian besar pelaku kekerasan seksual terhadap anak ialah orang terdekat korban.
Karena itu, ia meminta masyarakat agar segera melapor kepada pihaknya, jika kekerasan seksual terjadi pada anaknya atau orang sekitar.
Pelaporan ini sebagai upaya agar korban dan keluarga bisa segera mendapatkan pendampingan. Juga agae pelaku bisa diberikan hukuman yang setimpal. Sehingga dapat memberi efek jera kepada pelaku kekerasan seksual kepada anak
“Kami akan melayani siapa pun warga yang melapor. Karena melapor adalah langkah terbaik bagi korban sekaligus upaya untuk memutus rantai kekerasan seksual terhadap anak,” tandasnya.
Ancaman kekerasan
Dalam kasus ini, penyidik berhasil menyita senjata tajam (golok) sebagai barang bukti dari tersangka, yang digunakan sebagai alat untuk mengancam korban.
Pelaku juga mengancam akan membunuh adik-adiknya apabila korban tidak menuruti keinginannya.
Ancaman menggunakan golok ini sudah dilakukan pelaku sejak 2021. Padahal, profesi pekerjaan pelaku tidak menggunakan senjata tajam (golok).
Aksi pemerkosaan terhadap anak kandung itu dilakukan dengan cara memaksa dan mengancam dengan menggunakan senjata tajam. Korban pun lantas ketakutan sehingga menuruti kemauan pelaku.
Jika dugaan kasus kekerasan seksual terhadap anak ini terbukti kebenarannya, maka pelaku dapat diancam hukuman berlapis terkait pencabulan dan persetubuhan terhadap anak, dan kepemilikan senjata tajam.
Mengingat tindak pidana persetubuhan dan pencabulan ini dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, maka pidananya ditambah 1/3.
A mengaku, saat melakukan perbuatan bejatnya itu dalam kondisi khilaf dan nafsu. Semula A mengaku hanya memerkosa anaknya itu sebanyak 4 kali.
Namun, setelah didesak petugas berdasarkan pengakuan korban, A akhirnya mengakui perbuatannya itu sudah dilakukannya sekitar (lebih dari) 20 kali.
“Iya 20 kali, lagi diingat-ingat,” katanya, di Polres Metro Depok, Selasa, 1 Maret 2022. Ia mengaku, saat melakukan perbuatan terlarangnya itu ia dalam keadaan sadar dan tidak mabuk.
Pria yang bekerja sebagai kuli bangunan itu, melakukan kekerasan seksual pada anak sulungnya sejak Januari 2021.
“Saya memergoki suami tanggal 24 Februari tahun 2022 pas nginap di rumah orangtua saya,” cerita DH (38), ibunda korban.
Korban bercerita bukan sekali dua kali dilecehkan dan dicabuli oleh ayahnya. Berbagai pelecehan seksual ternyata telah dilakukan ayahnya sejak 2021.
“Pertama pakai tangan di tahun 2021, selanjutnya meremas payudara sama memasukkan alat kelamin (berhubungan badan),” kata DH.
Ia mengungkapkan kondisi terkini anaknya DN (11) yang sangat menyedihkan dan memprihatinkan.
“Suka tiba-tiba menangis dan tertawa tanpa sebab, tapi kadang normal seperti biasa,” kisahnya.
Mungkin karena sering teringat saat dilakukan pemaksaan oleh ayahnya. Makanya, emosinya tidak stabil dan mudah berubah-ubah.
Saat ini, ia fokus mengembalikan kesehatan mental anaknya agar tidak mengalami trauma yang lebih mendalam. Meski butuh waktu, ia yakin suatu saat kesehatan mental anaknya menjadi lebih baik.
Ia mengaku, setelah nanti suaminya dipenjara, ia dan ketiga anaknya akan memulai hidup baru dan meninggalkan Kota Depok.
Predikat Kota Layak Anak
Kota Depok, Jawa Barat, sendiri sudah 4 tahun berturut mempertahankan predikat Nindya sebagai Kota Layak Anak (KLA). Ajang penghargaan ini diberikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (Kemen PPPA). Terakhir penghargaan ini diraih pada 2021.
Adanya kasus kekerasan seksual pada anak setidaknya dapat mencoreng wajah Kota Depok. Masih layakkah Kota Depok menyandang Kota Layak Anak?
Menteri Bintang mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi predikat Kota Layak Anak (KLA) di Depok. Namun, predikat ini tidak serta-merta dicabut hanya dengan melihat satu kasus.
Bintang melihat saat ini Pemerintah Kota Depok telah memberikan ruang bagi anak untuk berekspresi melalui pembentukan Forum Anak hingga di tingkat kelurahan.
“Di sini, kami melihat dari konsep memberikan perspektif ramah anak melalui kebijakan pimpinan luar biasa,” tutur dia.
Ia menekankan pentingnya aspek pencegahan kasus kekerasan seksual dan kebijakan pimpinan daerah yang berperspektif ramah anak.