JAKARTA (Pos Sore) — Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dr Giwo Rubianto Wiyogo menyayangkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) batal dibahas pada Rapat Paripurna DPR pada 16 Desember 2021.
“Kowani menyesalkan batalnya pembahasan RUU tersebut pada tahun ini, mengingat kedua RUU sudah terkatung-katung cukup lama,” tandasnya, Rabu, 15 Desember 2021.
Ia menegaskan hal itu saat berbicara dalam Webinar Menjaga Amanat Founding Mother untuk Menperjuangkan Martabat Ibu Bangsa, Rabu, 15 Desember 2021.
Giwo menyampaikan, hingga saat ini hanya 150.000 PRT saja yang sudah memiliki perlindungan Jamsostek. Itu pun didominasi oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebanyak 147,5 ribu pekerja.
“Artinya, ada lima juta PRT miskin dan keluarganya yang akan bisa terlindungi jika RUU Perlindungan PRT disahkan oleh DPR,” terang dia.
Karena itu, pengesahan RUU Perlindungan PRT akan memberi perlindungan kepada pemberi kerja melalui mekanisme kontrak kerja yang didasarkan pada kesepakatan atau musyawarah mufakat terkait hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Karena ternyata di beberapa negara misalnya Filipina, Singapura, Hong Kong, Venezuela, Afrika Selatan keberadaan UU untuk pekerja domestik terbukti berkontribusi positif pada produktifitas dan perekonomian nasional.
Giwo pun menegaskan Kowani akan terus berjuang agar kedua RUU tersebut segera disahkan menjadi UU. Terlebih kedua RUU tersebut bertujuan mewujudkan perempuan merdeka.
Terlebih dalam sejarah perjuangan bangsa, para perempuan pendiri bangsa berjuang melawan feodalisme untuk melindungi kaum lemah.
“Kita harus berjuang dalam ikut mendorong agar RUU Perlindungan PRT dan TPKS ini segera disahkan, untuk mewujudkan perempuan merdeka,” ujar Giwo.
Karena itu, pada peringatan Hari Ibu 2021, Kowani mendorong para perempuan Indonesia harus berjuang dalam pengesahan RUU Perlindungan PRT dan TPKS.
Di Kowani sendiri ada 97 organisasi perempuan dengan jumlah anggota sebanyak 87 juta perempuan di seluruh Indonesia.
Dalam menjalankan visi misi, Kowani memperjuangkan keadilan, kesetaraan gender, dalam kehidupan keluarga, berbangsa dan bernegara.
Dalam Kongres Kowani kedua di Jakarta pada 1935, lanjut Giwo, para perempuan menjadi Ibu Bangsa yang memiliki arti memiliki hak perempuan Indonesia dalam profesi apapun.
Aktivis perempuan, Ita Fatia Nadia, mengatakan perempuan Indonesia telah berperan memperjuangkan kemerdekaan. Bahkan pengibaran bendera Merah Putih, melibatkan kaum perempuan yang jumlahnya banyak sekali.
“Pada 17 Agustus 1945, perempuan berperan dalam kemerdekaan ini. Bahkan pada 1945, Sukarno berpidato bahwa nasionalisme dan kebangsaan menjadi tanggung jawab semua rakyat Indonesia perempuan dan laki-laki,” terang Ita.
Karena itu, perempuan memiliki peran yang sangat besar baik dalam memperjuangkan kemerdekaan maupun dalam mengisi kemerdekaan. Perlu upaya perlindungan bagi kaum perempuan melalui pengesahan kedua UU tersebut.