JAKARTA, Possore.com– Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI berpendapat, masyarakat perlu mengetahui alasan yang pertimbangan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta konsekuensinya dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Penajam Passer Utara dan Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Sejak Jokowi meminta izin mau memindahkan IKN dari Jakarta ke Kalimntan Timur pada pidato kenegaraan di Gedung Nusantara Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, 16 Agustus 2016, jelas anggota Fraksi PKS DPR RI, Suryadi Jaya Purnama ST kepada Possore.com, Minggu (3/10), banyak pertanyaan warga yang membuktikan persiapan Pemerintah dalam menyusun Naskah Akademik dan RUU IKN tidak melibatkan partisipasi masyarakat.
Tidak adanya diskusi publik yang dilakukan dalam penyusunan Naskah Akademik RUU IKN menyebabkan beberapa pakar mempertanyakan dan menyampaikan pendapat melalui berbagai media dan berharap adanya ruang untuk berdiskusi terkait wacana pemindahan Ibu Kota Negara ini.
“Ini merupakan sesuatu yang wajar, sebab pemindahan IKN tentunya bukan tanpa resiko, baik itu dari segi pembiayaan maupun sisi pemilihan lokasi yang belum tentu bebas bencana,” kata anggota Komisi V DPR RI membidangi transportasi, infrastruktur, Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) tersebut.
Terkait adanya partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, ungkap wakil rakyat dai Dapil II Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini, disebutkan dalam Pasal 96 UU No: 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan baik tertulis dan/ataupun lisan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Masukan secara lisan dan/atau tertulis dapat dilakukan melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Kunjungan Kerja (Kunker), sosialisasi dan/atau seminar, lokakarya dan/atau diskusi. Ini ditegaskan pula dalam lampiran UU No: 12/2011 terkait sistematika Naskah Akademik.
Dalam naskash itu disebutkan, salah satu metoda penyusunan Naskah Akademik adalah dengan menggunakan metoda yuridis normatif yang dilakukan melalui studi pustaka dengan menelaah data sekunder yang dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group discussion), dan rapat dengar pendapat.
Karena itu, kata Suryadi, Fraksi PKS menolak pembahasan RUU IKN karena proses penyusunan yang tidak transparan dan tidak melibatkan masyarakat luas. Apalagi di saat pandemi yang masih belum usai ini, sudah barang tentu perhatian masyarakat lebih tertuju pada pemulihan ekonomi dan kesehatan.
Seharusnya, Pemerintah membersamai masyarakat dalam penanganan pandemi ini. Jangan sampai kurangnya diskusi publik akibat masih berlangsungnya pandemi kemudian menyebabkan Naskah Akademik dan RUU yang dibuat menjadi tidak berkualitas.
Hal ini bercermin pada pengalaman saat pembahasan UU Cipta Kerja, dimana Naskah Akademik yang diberikan minim penjelasan dan tidak berkualitas, masyarakat luas tidak dilibatkan serta pembahasannya dilakukan dengan sangat terburu-buru sehingga banyak kesalahan disana-sini, yang akibatnya menimbulkan kontroversi dan bahkan langsung digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Ya, seperti diberitakan, setelah berbulan-bulan ditungku koalisi besar Pemerintah, Presiden Jokowi akhirnya menyerahkan Surat Presiden (Surpres) terkait RUU IKN. Surpres diantar langsung Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Nasional Suharso Monoarfa ke DPR, Rabu (29/9).
RUU IKN ini terdiri dari 34 pasal dan 9 bab yang berisi visi ibu kota negara, pengorganisasian, penggunaan, hingga pembiayaannya. Seperti diketahui Presiden Jokowi dan jajarannya dalam beberapa kesempatan berungkali mengungkapkan rencananya memindahkan IKN dari Jakarta ke Penajam Passer Utara, Kalimantan Timur.
Namun, hingga kini belum pernah ada penjelasan atau paparan yang rinci mengenai alasan serta konsekuensi berupa manfaat dan resiko dari pemindahan Ibu Kota Negara itu. (decha)