Possore.com – Perdebatan sekitar bahaya laten Komunis/PKI dan Gerakan 30 September yang digelar stasiun televisi TVOne, Selasa malam (28/9), belum selesai. Salah satu pembicara dalam diskusi itu Said Didu mempertanyakan sikap para pendukung pemerintah.
‘’Klean (kalian-red) menyatakan diri sebagai pendukung pemerintah tapi klean marah-marah kepada pihak yg mewaspadai bangkitnya PKI – artinya kalian dan yg kalian dukung adalah ……. … ?’’ cuit Said Didu melalui akun twitter-nya, Rabu sore (29/9). Cuitan ini nampaknya sengaja tak berujung, untuk memancing pendapat netizen melalui media sosial itu.
Ada netizen yang terang terangan menyebut PKI, ada yang menyebut antek, ada menyebut podo ae, dan ada yang justru mempertanyakan, iya ya….kenapa mereka pada gelisah? Lalu, ada jawaban,,,gak perlu gelisahlah kalau gak ada apa apanya.
Bulan September memang menjadi bulan narasi tentang bahaya laten PKI. Atau lebih tepatnya di setiap penghujung bulan September, selalu dan akan selalu muncul perdebatan seputar bahaya laten Komunis, Pemberontakan G30S/PKI dan pembantaian 6 Jenderal TNI.
Awal pekan ini, dimulai dengan statemen mantan Panglima TNI Jenderal Pur Gatot Nurmantyo melalui sebuah webinar, yang menyorot tentang dibongkarnya patung diorama tiga tokoh anti PKI, Soeharto, AH Nasution dan Sarwo Ehie Wibowo di museum Kostrad. Ini disebut Gatot sebagai indikasi kemungkinan TNI telah disusupi paham komunis.
Soal hilangnya patung ini sudah dijawab oleh Pangkostrad Letjen Dudung Abdurachman, yang menyebut patung itu diminta oleh si pembuat ide untuk dibongkar, dengan alasan keyakinan agama si pembuat ide yang juga mantan Pangkostrad Letjen AY Nasution. Dudung malah menyebut tudingan Jenderal Gatot sebagai tudingan keji. Namun ikhwal hilangnya patung ini masih terus membuahkan komentar dan pendapat masyarakat.
Ancaman Anak Ponakan PKI
Pernyataan Jenderal Gatot ini kemudian dibahas di sebuah stasiun televise melalui rubrik Catatan Demokrasi tvOne dengan tema ‘Komunis Bangkit Lagi?’. Beberapa pembicara hadir seperti anggota DPR sekaligus sejarawan Fadli Zon, Guru Besar Universitas Bhayangkara Jakarta, Hermawan Sulistyo, serta dua pegiat media sosial Eko Kuntadhi dan Said Didu.
Salah satu sesi acara diskusi terjadi adu argumen antara Fadli Zon yang dicecar Hermawan Sulistyo dan Eko Kuntadhi. Awal perdebatan dimulai dari paparan Fadli soal tidak adanya diorama di museum markas Kostrad sebagai pelanggaran.
Dia menjelaskan merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2015 bahwa museum di markas Kostrad itu ketegori museum khusus. Museum memiliki aturan termasuk properti barang di dalamnya seperti diorama yang tak bisa diambil begitu saja.
Meskipun menurutnya yang mengambil itu mengklaim sebagai pembuat diorama. Fadli bilang aturan museum mesti dipahami. Bagi dia, pembongkaran diorama tokoh penumpasan G30S PKI di museum Kostrad adalah pelanggaran.
“Karena Kostrad di dalam peristiwa itu sangat sentral. Dan dia memiliki museum khusus. Sama dengan Kopassus yang waktu itu sangat sentral. Ketika itu kalau nggak ada Kostrad, mungkin PKI bisa menang,” kata Fadli seperti dikutip VIVA dari RMOL.
Yang menarik adalah pernyataan Prof Salim Said, yang juga dikenal sebagai seorang guru besar Universitas Pertahanan. Menurut dia, dendam anak-anak PKI maupun keluarganya masih menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia, meskipun komunisme dianggap sudah bangkrut .
Prof Salim menyatakan bahwa, dirinya merupakan orang Indonesia pertama yang secara terang-terangan mengatakan bahwa PKI sudah bangkrut. Hal itu dapat dilihat beberapa contoh seperti di Uni Soviet, China, Vietnam, Ceko maupun di Eropa Timur.
Tapi kok di Indonesia masih ngomong itu? Menurut Salim, kemungkinan yang menjadi ancaman Indonesia saat ini adalah dendamnya para keluarga PKI. Karena ia melihat dari fakta sejarahnya pembubaran PKI di Indonesia disertai dengan pertumpahan darah, baik yang terbunuh oleh PKI yaitu para Jenderal, maupun orang PKI yang terbunuh.
Peristiwa itu meninggalkan dendam. ‘’Jadi besar kemungkinan yang kita bicarakan, yang kita hadapi ini, yang mengancam kita ini dendam-dendam anak-anak PKI, keponakan-keponakan PKI yang banyak terbunuh,” tuturnya. Sambal berharap ancaman tersebut harus dihadapi agar tidak menambah kacau kondisi negeri ini. (lya)
