JAKARTA, Possore.com– Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan, DR H Mulyanto mengecam sikap Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menekan Aparatur Sipil Negara (ASN) karena turut menggugat UU Sistem Nasional Iptek (Sisnas-Iptek).
Menurut anggota Komisi VII DPR RI ini, sikap Pemerintah itu tak tepat dan bertentangan dengan nilai demokrasi yang dikembangkan. “Tekanan pada ASN yang mengakibatkan mundurnya salah satu penggugat UU No: 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek dalam kaitannya dengan peleburan lembaga litbang ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah sebuah kemunduran bagi pembangunan sistem hukum dan demokrasi di Indonesia.
Seharusnya, kata wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten itu, kekuasaan tak boleh mengintervensi persoalan hukum seperti ini.
Setiap warga negara memiliki hak konstitusional dan akses yang sama dalam sistem hukum.
Jadi, kata Mulyanto, Pemerintah tidak semestinya menekan salah seorang penggugat mundur dari proses di Mahkamah Konstitusi (MK) ini, mesti ia adalah pegawai ASN. Apalagi yang bersangkutan punya kedudukan hukum (legal standing) yang kuat dalam kasus yang diajukan.
“Ini kan terkesan kekuasaan takut menghadapi proses hukum. Takut kalah dalam persidangan MK, yang dari sana berpeluang terungkap bahwa proses pembentukan regulasi di tingkat eksekutif tidak akurat alias sembrono,” kata Mulyanto kepada Possore.com, Minggu (26/9) petang.
Dirambahkan politisi senior itu, dalam rangka membangun sistem hukum yang baik, mampu menyempurnakan dirinya dan keadilan hukum dalam sistem demokrasi, seharusnya Pemerintah tidak perlu bersikap berlebihan seperti itu.
Biarkan proses hukum berjalan sesuai koridor peraturan perundangan yang berlaku. Biarkan penggugat dengan bebas menyampaikan gugatan dengan berbagai argumen pendukungnya.
Nanti pengadilan yang memutuskan dan publik menilai. Ini sebuah proses dialektika hukum sekaligus pendidikan hukum masyarakat.
Sebuah proses pemantapan sistem hukum berbasis nalar sehat.
“Jangan belum apa-apa penggugatnya dihalang-halangi kekuasaan untuk maju dalam proses hukum. Ini set back. Kita kan negara hukum bukan negara kuasa,” tegas Mulyanto.
Sebelumnya diberitakan, keputusan Pemerintahan Jokowi untuk melebur seluruh lembaga litbang Pemerintah, baik LIPI, Lapan, BPPT, Batan serta seluruh Balitbang Kementerian kedalam BRIN digugat peneliti ke MK melalui perkara No: 46/PUU-XIX/2021.
Gugatan ini sejatinya diajukan dua orang. Eko Noer Kristiyanto sebagai peneliti madya sekaligus ASN di Kementerian Hukum dan HAM, anggota Dewan Riset Daerah DKI Jakarta, Heru Susetyo.
Salah seorang dari dua penggugat itu mundur.
Eko sudah menanggalkan jabatan fungsional sebagai peneliti di Kemenkumham. Namun, bos Eko membujuk dia untuk mundur lantaran sang bos khawatir bakal jadi ‘sasaran tembak’.
Menurut media, MenkumHAM Yassona Laoly sempat berang mendengar salah satu anak buahnya ikut-ikutan menggugat UU Sisnas-Iptek ke MK.
Para penggugat tersebut ingin menguji kata ‘terintegrasi’ pada Pasal 48 ayat (1) UU No: 11/2019.
Pasal itu berbunyi ‘Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional’.
Menurut penggugat, sejak adanya ketentuan Peraturan Presiden (PP) yang bersumber pada Pasal 48 UU Sisnas Iptek tersebut seluruh lembaga litbang pemerintah dilebur ke dalam BRIN. Menurut dia keadaan ini membuat para peneliti menjadi resah.
(decha)