JAKARTA (Possore) – Sedikitnya 33 rumah penduduk hancur diamuk banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara. Peristiwa yang terjadi pada Senin (20/9), pukul 14.30 waktu setempat, menyebabkan ketinggian muka air berkisar 200 hingga 300 sentimeter.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Minahasa Tenggara sementara hingga Selasa (21/9/2021) menyebutkan banjir bandang selain mengakibatkan 33 unit rumah hancur, juga 3 bangunan hanyut di Kecamatan Ratahan, dengan rincian rumah warga 1 unit, kios 1 dan bengkel 1. Sedangkan di Ratahan Timur, banjir bandang berdampak pada rumah warga 17 unit dan balai 1.
“Paska kejadian, petugas BPBD setempat segera melakukan upaya penanganan darurat dengan menyiagakan tim reaksi cepat, salah satunya evakuasi warga dan kaji cepat di lapangan. Hingga saat ini belum diketahui jumlahj korban jiwa,” jelas Abdul Muhari, Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB dalam keterangan pers yang diterima, Selasa (21/9/2021).
Dia menyebut BPBD juga telah berkoordinasi dengan instansi terkait dalam memastikan keselamatan warga yang terdampak di dua kecamatan tersebut. Selain itu, personel BPBD Kabupaten Minahasa Tenggara pun turut membantu penanganan darurat di wilayah terdampak.
Berdasarkan analisis InaRISK, Kabupaten Minahasa Tenggara termasuk wilayah dengan potensi banjir bandang dengan kategori sedang hingga tinggi. Sebanyak 10 kecamatan berada pada kategori tersebut, salah satunya Kecamatan Ratahan dan Ratahan Timur.
Muhari menambahkan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah merilis peringatan dini waspada potensi hujan lebat yang dapat disertai kilat atau petir serta angin kencang di Wilayah Tomohon, Kotamobagu, Minahasa, Minahasa Utara, Minahasa Selatan, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara, Bolaang Mongondow Timur, Bolaang Mongondow Selatan, Kepulauan Sitaro, Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud.
“Memasuki husim hujan, masyarakat diharapkan dapat melakukan aksi dini, salah satunya melakukan saling berkoordinasi antara masyarakat yang berada di kawasan hulu dengan mereka yang berada di sisi hilir,” jelaas dia.
Menurutnya, koordinasi dengan radio komunikasi dapat melibatkan organisasi masyarakat seperti RAPI atau Orari atau penggunaan telepon selular untuk menginformasikan kondisi hujan di kawasan hulu. Ini akan membantu warga yang berada di sekitar daerah aliran sungai untuk melakukan evakuasi sejak dini.
“BNPB mengimbau pemerintah daerah untuk melakukan pelibatan berbagai organisasi dengan peran yang dimiliki untuk menginformasikan peringatan dini kepada masyarakat sehingga dampak korban jiwa dapat dihindari pada saat terjadi bencana,” ujarnya. (mya)