JAKARTA (Pos Sore) — RS Premier Bintaro kembali menyelenggarakan Talk to the Expert, Minggu (29/8/2021), secara virtual. Kali ini membahas penanganan terkini masalah tulang belakang dengan metode minimal invasif. Hadir sebagai narasumber yaitu dr. Omar Luthfi, Sp.OT, dr. Ajiantoro, Sp.OT, dr. Asrafi Rizki Gatam, Sp.OT.
Para narasumber yang kesemuanya dari K-Spine RS Premier Bintaro, ini membahas tuntas mengenai beberapa jenis tindakan
penangan terkini seperti teknik endoscopy, bedah minimal invasif, pain management dalam penanganan masalah tulang belakang.
CEO RS Premier Bintaro Dr Martha ML Siahaan, MARS, yang berkesempatan memberikan kata pembuka, mengingatkan, untuk tidak mengabaikan gangguan tulang belakang — lebih dikenal dengan istilah saraf terjepit. Penanganannya harus ditangani dengan cara yang benar.
Nyeri saraf terjepit biasanya terasa di tungkai, paha, betis atau leher yang menjalar sampai ke tangan dan lengan. Nyeri yang dialami umumnya sangat hebat, terutama yang menjalar ke kaki dan obat penghilang rasa sakit tak lagi ampuh mengatasinya.
“Karena itu, gangguan saraf ini tidak boleh diabaikan. Penanganan yang salah tidak hanya akan membuat rasa sakit berkepanjangan, tetapi juga dapat menurunkan produktivitas seseorang,” kata dr. Martha.
Setiap orang pasti pernah mengalami keluhan pada tulang belakang. Penyebabnya, begitu tingginya intensitas tumpuan pada tulang belakang dan leher saat beraktivitas sehingga kerap menimbulkan keluhan pada tulang belakang hingga tulang leher.
Semisal sakit pinggang yang disertai gejala nyeri mulai dari paha, menjalar hingga tungkai. Atau sakit tulang belakang di bagian leher dan nyeri di bagian lengan. Bisa juga sering kesemutan.
Anda sering mengalami hal itu? Nah, bisa jadi keluhan-keluhan tersebut dari sekian banyak keluhan, menandakan ada masalah kesehatan di tulang belakang Anda. Karena itu, jangan anggap remeh!
Jika kita abaikan, gejala yang semula ringan, berubah menjadi gejala berat yang disertai dengan rasa sakit yang luar biasa, bahkan bisa menyebabkan kecacatan. Tentunya kita tidak mau hal ini terjadi, bukan?
Pada tingkat keparahan tertentu, gangguan tulang belakang harus diatasi dengan tindakan operatif. Namun, tindakan pembedahan ini banyak dihindari karena tidak sedikit yang takut menghadapi operasi.
Penanganan Harus Berdasarkan Diagnosis
Dokter Asrafi Rizki Gatam, Sp.OT (K-Spine) menjelaskan saraf terjepit atau hernia nukleus pulposus (HNP) tak terjadi secara instan melainkan melalui proses perlahan yang umumnya diawali sakit pinggang akibat sobekan di ligamen atau bantalan tulang belakang, kemudian ada komponen bantalan yang ke luar dari posisinya sehingga menjepit bantalan.
Spectrum tulang belakang sangat bervariasi. Namun, yang paling sering dikeluhkan saat berobat ke bagian ortopedi yaitu keluhan sakit pinggang yang disertai gejala nyeri mulai dari paha, menjalar hingga tungkai.
Ada juga yang mengalami sakit tulang belakang di bagian leher dan nyeri di bagian lengan. Awalnya pasien sakit pinggang, kemudian ada kesemutan, rasa tertarik seperti ada benang yang menarik di dalam, di bagian bokong pasien.
Pada pasien dengan gejala berat, ditemukan keluhan kelemahan fungsi organ lain seperti lutut dan pergelangan tangan, bahkan ada yang kehilangan rasa.
Untuk mengobati sakit tulang belakang ini harus berdasarkan hasil diagnosis dan tingkat keparahan gangguan tulang belakang. Apakah itu dengan obat-obatan, vitamin neurotropik untuk memberikan nutrisi pada saraf, hingga tindakan operasi.
Dokter Ajiantoro, Sp.OT juga menekankan hal senada. Katanya, diagnosis menjadi kata kunci penting untuk penanganan gangguan tulang belakang ini. Ini karena struktur tulang belakang sangat beragam mulai dari ligament hingga syaraf.
“Sekitar 70 sampai 80 persen pasien pernah mengalami nyeri punggung atau leher, dan tak semua harus diakhiri dengan tindakan operasi, jika memang keluhannya sudah bisa diatasi dengan cara pengobatan konvensional,” jelasnya.
Karena itu, pain manajemen sangat penting, mulai dari sudah berapa lama keluhan terjadi, seberapa sering muncul, dan lainnya,” terang dr. Aji yang menamatkan pendidikan Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi di Universitas Indonesia.
Untuk memperkuat hasil diagnosis, dokter bisa melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain misalnya dengan X Ray, pemeriksaan laboratorium.
Jika keluhan masuk dalam kategori yang kompleks maka pasien harus menjalani pemeriksaan MRI (Magnetic resonance imaging) dan Computerized Tomography (CT) scan. Dari keseluruhan proses pemeriksaan itu baru bisa diketahui akar permasalahannya.
Tidak Selalu Harus Operasi
Menurut dr. Aji pada beberapa kasus, pasien bisa saja tak perlu tindakan operasi. Dilihat dari kasus pasien per pasien. Cukup dengan menjalani metode Interventional Pain Management (IPM) dengan pemberian obat, dilanjutkan dengan berobat jalan.
IPM ini adalah suatu tindakan minimal invasif yang dilakukan dengan panduan alat untuk mengobati nyeri akut dan kronik secara jangka panjang atau permanen.
Prosedurnya dilakukan pada titik nyeri atau titik masalah pada tulang belakang, yang biasanya menggunakan alat penunjang seperti USG dan radiologi. Dari hasil USG dan radiologi ini dokter akan memberikan solusi pada rasa nyeri yang dirasakan.
“Yaitu dengan menusuk jarum di lokasi yang dituju dengan bantuan USG, dan di situ dimasukkan obat. Langkah ini bisa menurunkan rasa nyeri. Langkah lainnya bisa dilakukan dengan radio frequecy,” kata dr Aji.
Namun, untuk dalam beberapa kasus langkah IPM ini ternyata ternyata hanya bisa bekerja sementara waktu. Dan setelah dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan, si pasien ternyata harus menjalani operasi.
Jika Kasus Parah Tindakan Operasi Menjadi Pilihan
Dokter Omar Luthfi, Sp.OT, menambahkan, untuk menangani pasien tulang belakang, tim dokter dapat memberikan obat-obatan seperti obat anti nyeri, anti inflamasi, relaksan otot dan vitamin neurotropic untuk memberikan nutrisi pada saraf.
“Pada kasus yang sudah parah di mana obat-obatan tidak memberikan banyak perubahan, tindakan operasi dapat menjadi pilihan pasien,” ujarnya.
Namun, banyak yang menghindari tindakan operasi ini karena beranggapan tindakan operasi pada tulang belakang akan diikuti oleh luka bekas operasi yang signifikan, dan membutuhkan masa recovery yang lebih lama.
Padahal operasi ini, kata dr. Omar, tidak seperti operasi konvensional. Dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat, saat ini, ada metode operasi minimal invasif untuk mengatasi gangguan tulang belakang ini. Metode ini memiliki banyak kelebihan dibanding tindakan operasi konvensional.
“Metode ini minim sayatan, hanya sekitar 8 mm hingga 1 cm saja sehingga operasi bisa dilakukan dengan cepat sehingga pasien nyaris tidak merasakan apa-apa saat operasi, dan hanya sedikit nyeri pasca operasi karena sayatan yang kecil,” jelasnya.
Dengan tindakan operasi metode Minimal Invasif ini, terang dr. Omar, bekas luka yang ditinggalkan hasil operasi akan sangat minim. Pasien pun bisa menjalani layanan One Day Care, atau bisa pulang beberapa jam setelah operasi.
Enam jam pasca tindakan operasi, pasien sudah bisa menjalani proses recovery dan menjalani latihan gerak seperti duduk dan berjalan.
“Tingkat keberhasilannya pun cukup tinggi, di angka 90%-95%. Jadi, masyarakat yang memiliki keluhan pada tulang belakang, dan jika harus diikuti dengan tindakan operasi, mereka tidak perlu takut,” ujarnya.
Untuk memutuskan apakah seorang pasien gangguan tulang belakang perlu dioperasi atau tidak, tim dokter yang dapat memutuskannya berdasarkan hasil diagnosis yang ditegakkan bersama pemeriksaan penunjang lainnya.
Kiat Menjaga Kesehatan Tulang Belakang
Untuk menghindari rasa nyeri atau cedera pada tulang belakang dan leher, disarankan agar selalu melakukan pemanasan sebelum berolah raga. Jika mengalami robek atau pembengkakan pada otot, harus segera melakuan treatment memberikan es pada lokasi yang nyeri, dan segera beristirahat.
“Jangan tidur miring dengan bantal yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Gunakan korset sementara untuk membantu tulang belakang. Dan jika rasa nyeri tetap berlanjut, segera periksakan ke dokter dan tidak menganggap enteng nyeri yang dirasakan,” tandas dr Omar.
Spine Center RS Premier Bintaro yang berdiri sejak 14 tahun lalu, memiliki teknologi canggih untuk penanganan gangguan tulang belakang. Unit layanan ini didukung oleh tenaga ahli yang mumpuni yang siap memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat luas.
Rutin menggelar edukasi terkait gangguan tulang belakang melalui media sosial dan kegiatan lainnya. Tujuannya, agar masyarakat lebih paham apa gejala gangguan tulang belakang dan apa yang harus dilakukan ketika mengalami gangguan tulang belakang ini. (tety)