JAKARTA (Pos Sore) — Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, menyampaikan, bangsa Indonesia beruntung punya Pancasila sebagai ideologi dan modal budaya yang berhasil menyatukan berbagai perbedaan latar belakang dan kepentingan, sehingga kemajemukan tidak menjadi sumber konflik, namun menjadi sumber kebahagiaan dalam hidup bermasyarakat.
Meski demikian, kata Pontjo, kita tidak boleh bersikap abai dan optimisme buta seolah segalanya akan berjalan baik-baik saja. Karena faktanya, Indonesia masih dihadapkan berbagai fenomena yang mengancam persatuan bangsa seperti adanya kelompok masyarakat yang masih mempertentangkan antara Pancasila dan agama, terjadinya pembelahan atau segregasi di dalam masyarakat karena perbedaan aspirasi politik maupun perbedaan latar belakang SARA, dan lain-lainnya.
Demikian disampaikannya saat memberikan pengantar dalam Fokus Diskusi Kelompok terkait penyusunan buku “Kebangsaan yang Berperadaban: Membangun Indonesia dengan Paradigma Pancasila’, Jumat (20/8/2021).
Diskusi ini diadakan Aliansi Kebangsaan dan Forum Rektor Indonesia (FRI) bekerjasama dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Yayasan Suluh Nuswantara Bhakti (YSNB), Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan Harian Kompas.
Dari diskusi bertopik “Pembangunan Nasional Berdasarkan Paradigma Pancasila” yang dimoderatori Ahmad Zacky Siradj (Sekjen Aliansi Kebangsaan), itu diharapkan ada kajian-kajian strategis yang bisa semakin menguatkan dan memperkaya substansi dari buku yang ditulis dan disusun bersama itu, sebelum buku tersebut akhirnya diterbitkan dan diluncurkan.
Tujuannya agar rekomendasi kebijakan yang dirumuskan dalam buku yang sudah memasuki tahap finalisasi ini mendapatkan keabsahan sosiologis.
Hadir sebagai narasumber yaitu Prof. Dr. Sofian Effendi Ph.D. (Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada), Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc. (anggota Wantimpres 2015-2019), Rm. Prof. Dr. FX. Eko Armada Riyanto (Guru Besar STFT Widya Sasana Malang), Dr. Inaya Rakhmani (Akademi Ilmuwan Muda Indonesia), dan Dr. Yudi Latif (Aliansi Kebangsaan). Juga menghadirkan Dr. Prasetijono Widjojo (Ketua Tim Perumus) sebagai pemapar/penulis Buku.
Pontjo melanjutkan dengan mengutip Harrison dan Huntington dalam bukunya: “Cultural Matters: How Values Shape Human Progress” yang diterbitkan pada 2020. Buku ini mengingatkan kita bahwa budaya adalah modal utama bagi ketahanan dan kemajuan sebuah bangsa. Jika suatu bangsa tidak memiliki modal socio-budaya yang khas dan kuat, bersiap-siaplah bangsa tersebut akan terhapus dari catatan peradaban dunia.
Menurutnya, ranah mental spiritual (tata nilai) perlu terus dibangun agar kehendak dari bangsa yang majemuk ini untuk hidup bersama dalam bangunan Indonesia, terus terpelihara. Sebab kemajemukan Indonesia hanya bisa dipersatukan dengan faham kebangsaan.
Sementara itu, ranah institusional politikal (tata kelola) yang umumnya berkaitan dengan desain kelembagaan dan tata-kelola manajemen negara dijalankan, perlu terus dibangun berdasarkan paradigma Pancasila, untuk memungkinkan perwujudan bangsa yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
“Bahwa tatanan sosial-politik hendak dibangun melalui mekanisme demokrasi yang bercita kerakyatan, cita permusyawaratan dan cita hikmat-kebijaksanaan dalam suatu rancang bangun institusi-institusi kenegaraan yang dapat memperkuat persatuan dan keadilan sosial,” katanya.
Mengingat masih banyak persoalan mendasar yang dihadapi dalam pembangunan nasional, ia berharap melalui diskusi ini, saling dapat bertukar pikiran dan urun gagasan yang dapat memperkaya perspektif dan substansi draft buku ini. Diskusi ini sendiri menjadi rangkaian diskusi terakhir dalam rangka uji sahih atau uji publik terhadap pemikiran yang tertuang dalam buku tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Prof Dr Masykuri Bakri, M.Si, mengapresiasi kajian strategis yang dilakukan secara marathon oleh Aliansi Kebangsaan bersama mitranya terkait membangun kebangsaan yang berperadaban berdasarkan Pancasila. Kajian ini, menurutnya, sangat strategis, menjadi kontribusi besar untuk bangsa dan negara.
Kajian ini sekaligus menjadi bukti Aliansi Kebangsaan tak sekadar menyampaikan kritik, tetapi sekaligus menyodorkan solusi terkait membangun bangsa dan negara untuk Indonesia yang maju dan bermartabat. Terlebih ada tiga ranah pembangunan — mental spiritual (tata nilai), institusional politikal (tata kelola), dan material teknologikal (tata sejahtera), yang terus didengungkan Aliansi Kebangsaan dan mitra untuk tetap dikelola dengan lebih baik karena menjadi sumber nilai dari nilai itu sendiri.
Dalam konteks pembangunan nasional berdasarkan paradigma Pancasila, Prof Masykuri menilai paradigma tak semata merupakan model, kerangka berpikir, tetapi juga merupakan sumber nilai. Paradigma juga menggambarkan ketangkasan berpikir, orientasi dasar, sumber azas, tolok ukur, parameter dan arah tujuan dari proses pembangunan.
Karena itu, FRI berharap hasil kajian ini tidak sekadar konsep yang kemudiaan tertata rapi di rak. Aliansi Kebangsaan harus bermitra dengan pemerintah untuk mengimplementasikan hasil kajian tersebut dalam konteks untuk membangun Indonesia yang berperadaban Pancasila. (tety)