JAKARTA (Pos Sore) — Marjudin bergegas ke Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Hari itu, ia akan melakukan pemeriksaan GeNose C19 sebelum keberangkatannya ke Malang, Jawa Timur, keesokan harinya. Ia ke luar kota untuk urusan pekerjaan yang berkaitan dengan kunjungan kerja pejabat di Kementerian Koperasi dan UKM.
Ia pun menunjukkan tiket yang sudah diprint ke petugas pemeriksaan GeNose di stasiun. Setelah namanya dipanggil, lelaki yang tinggal di Citayam, Kota Depok, ini diminta menghembuskan napas melalui semacam pipa yang tersambung ke dalam kantong plastik khusus.
“Tinggal tiup aja plastik yang dikasih petugas lalu dikancingkan dan diserahkan ke petugas pemeriksa. Caranya kita mengambil napas dalam-dalam melalui hidung dan dihembuskan melalui mulut sebanyak tiga kali,” jelasnya ketika dihubungi possore.com, Kamis (20/5/2021).
Pengambilan nafas pertama dan kedua dihembuskan melalui mulut dengan masker tertutup. Pengambilan nafas ketiga dihembuskan dengan meniup ke dalam kantong udara sampai dengan kondisi kantong udara penuh. Setelah kantong udara terisi penuh, segera tekan katup berwarna biru untuk menutup kantong udara.
Namun, sebelum melakukan pemeriksaan GeNose C19 calon penumpang KA dianjurkan tidak makan atau minum dan tidak merokok 30 menit sebelum melakukan proses pengambilan sampel melalui hembusan nafas ke kantong udara itu.
Setelah menyerahkan kantong udara kepada petugas, ia pun diminta menunggu. Tidak lama. Sekitar 15 menit hasilnya pun keluar. Ia dinyatakan negatif. Itu berarti, besoknya ia bisa bepergian ke tempat tugas. Sebenarnya, bisa saja di hari keberangkatan ia melakukan GeNose test, apalagi prosesnya tidak lama.
“Cuma khawatir saja terjadi antrian panjang. Kata petugas sih antrian kadang nggak panjang, kadang juga panjang. Ngga tentu. Makanya disarankan waktu itu H-1 sebelum keberangkatan,” ceritanya.
Lain waktu, ia mendapatkan tugas ke Yogyakarta. Dan, mau tidak mau ia harus kembali melakukan pemeriksaan GeNose C19. Tidak masalah. Bagi Marjudin, GeNose test lebih nyaman dibandingkan test swab antigen. Selain biayanya lebih murah, prosesnya juga lebih “bersahabat” karena tidak perlu colok-colok hidung.
Untuk GeNose test ini ia dikenai biaya Rp30.000, tapi masih lebih murah dibandingkan dengan swab antigen yang biayanya Rp85.000. Harga jauh beda tetapi keakuratannya sama saja. Tetapi tarif ini khusus untuk penumpang dengan tiket perjalanan jarak jauh.
Ia pun lega mendapati hasil GeNose test yang negatif. Itu artinya ia lolos untuk bepergian ke luar kota. Bagi Marjudin, tugas ke luar kota dianggapnya sebagai wisata. Dengan anggapan ini, ia bisa rileks dalam menjalankan tugasnya itu. Dan, jika ada waktu ia mengisinya dengan berwisata.
“Adanya GeNose test ini pastinya berkorelasi positif dengan sektor transportasi. Kalau perjalanan semakin mudah dan aman pasti ujungnya imbas ke sektor pariwisata. Kalau pariwisata jalan UMKM juga jalan. Jadi yang penting orang bisa pergi dulu dengan mudah dan aman,” katanya saat dimintai pandangannya terkait GeNose.
Sebagaimana diberitakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui surat edaran No 11 Tahun 2021 mewajibkan penumpang kereta api perjalanan Jarak Jauh menunjukkan surat keterangan hasil pemeriksaan GeNose Test atau Rapid Test Antigen atau RT-PCR yang menyatakan negatif Covid-19 sebagai syarat kesehatan bagi individu yang melakukan perjalanan.
Sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 3×24 jam sebelum jam keberangkatan. Persyaratan tersebut tidak diwajibkan bagi pelanggan yang berusia di bawah 12 tahun.
Alat Pengendus Covid-19
GeNose C19 adalah alat yang dibuat khusus oleh para ahli dari Universitas Gajah Mada (UGM) untuk mendeteksi infeksi virus Corona melalui embusan napas. GeNose sendiri telah mengantongi izin edar dan izin pakai dari Kementerian Kesehatan RI.
Alat yang meniru cara kerja hidung manusia dengan memanfaatkan sistem penginderaan (larik sensor gas) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) membedakan pola senyawa yang dideteksi. Karena itu, alat ini mampu mengidentifikasi virus Corona dengan cara mendeteksi senyawa organik yang mudah menguap atau volatile organic compound (VOC).
VOC diketahui dapat terbentuk karena adanya infeksi virus Corona dan keluar bersama embusan napas. GeNose C19 dapat membedakan pola senyawa dari volatile organic compound (VOC) nafas manusia yang terinfeksi Covid-19 atau tidak
Berdasarkan penelitian, para penderita Covid-19 menghasilkan VOC yang lebih tinggi daripada orang yang tidak terkena infeksi virus Corona.
Pada tes GeNose, orang yang diperiksa akan diminta mengembuskan napas ke sebuah alat berbentuk tabung, kemudian alat sensor dalam tabung tersebut akan mendeteksi VOC dalam napas yang diembuskan.
Dari hasil uji coba, tes GeNose C19 dinilai bisa menjadi alternatif untuk mendeteksi infeksi virus Corona. Namun, perlu menjadi catatan mengingat VOC yang dideteksi dalam tes GeNose C19 juga bisa terdapat pada embusan napas penderita penyakit pernapasan lainnya, seperti asma, kanker paru-paru, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Karena itu, mendiagnosis penyakit Covid-19 sebenarnya tidak cukup mengandalkan tes GeNose C19. Sampai saat ini, hasil tes PCR dan pemeriksaan dari dokter yang masih menjadi standar untuk mendiagnosa Covid-19, sementara pemeriksaan lainnya hanya digunakan untuk skrining.
Sebagai salah satu alat skrining, GeNose C19 diharapkan dapat membantu mendeteksi penderita Covid-19 yang tidak bergejala, sehingga tingkat penyebaran Covid-19 bisa lebih terkontrol.
BSN Siapkan Laboratorium Kalibrasi GeNose C19
Lahirnya inovasi ini perlu didukung oleh pemerintah dan stakeholder terkait. Sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Badan Standardisasi Nasional (BSN) berkomitmen untuk mendukung inovasi anak bangsa, dengan mengembangkan standardisasi dan penilaian kesesuaian.
Saat ini, GeNose C19 sudah diproduksi massal. Maka, untuk menjamin konsistensi kualitas GeNose, diperlukan laboratorium yang dapat menguji dan mengkalibrasi GeNose C19. Badan Standarisasi Nasional (BSN) pun menyiapkan laboratorium yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk kebutuhan tersebut.
Kukuh S Achmad, Kepala BSN yang juga Ketua KAN, selepas FGD Persiapan Proses Standardisasi GeNose C19 sebagai Salah Satu Alat Deteksi Covid-19 di Yogyakarta, Jumat (30/4/21), menyampaikan hingga sekarang, 12 Skema akreditasi yang dioperasikan oleh KAN telah mendapatkan pengakuan Mutual Recognition Arrangement (MRA) dalam organisasi International Accreditation Forum (IAF) dan International Laboratory Accreditation Cooperation (ILAC), di antaranya skema akreditasi laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi.
Dengan demikian, hasil uji dari laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi terakreditasi KAN diterima oleh seluruh anggota IAF dan ILAC di seluruh dunia. Sampai dengan akhir 2020, tercatat ada 1453 laboratorium penguji dan 327 laboratorium kalibrasi dengan berbagai ruang lingkup yang telah terakreditasi KAN.
Dalam mendukung ketertelusuran hasil kalibrasi (metrological traceability), saat ini BSN juga memiliki Laboratorium Standar Nasional Satuan Ukuran (SNSU). Laboratorium SNSU BSN terletak di Kawasan Puspiptek, Serpong.
“Adanya laboatorium SNSU dapat menjamin ketertelusuran pengukuran, karena kemampuan pengukuran laboratorium SNSU BSN selaku National Metrology Institute (NMI) Indonesia telah diakui oleh dunia internasional,” terang Kukuh.
Saat ini, GeNose C19 telah mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan. GeNose C19 juga telah diterapkan di berbagai stasiun Kereta Api dan Bandara untuk memastikan penumpang yang bepergian tidak sedang terinfeksi Covid-19.
Kukuh meyakini, dengan dukungan standardisasi dan penilaian kesesuaian, hasil inovasi karya anak bangsa dapat diterima oleh masyarakat dan dunia internasional. “Saya harap, dengan hasil uji dan kalibrasi yang valid dan tertelusur, GeNose C19 dapat terus berkembang dan diterima di kancah internasional,” ujarnya.
Memulihkan Sektor Pariwisata
Alat deteksi Covid-19 melalui embusan napas GeNose diharapkan dapat memulihkan sektor pariwisata. Keberadaan GeNose di tempat-tempat wisata akan membuat wisatawan lebih percaya diri melakukan perjalanan. Karena itu, GeNose ideal digunakan di tempat-tempat wisata karena akan membantu mescreening para wisatawan.
Terlebih tujuan screening adalah mencegah orang yang positif di antara kita. Semua di-GeNose dulu, sehingga kita tidak terlalu khawatir karena sudah ada seleksi dari GeNose tadi.
Meski begitu, pelaksanaan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan memakai sabun di air mengalir (3M) ditambah menghindari kerumuman dan membatasi mobilisasi, tetaplah menjadi kewajiban saat melakukan wisata di tengah pandemi. Sebab GeNose hadir sebagai alat deteksi dini untuk menciptakan ruang lingkup rasa aman ketika berkegiatan bersama khususnya dalam pariwisata.
Institusi pariwisata juga tetap harus menjaga 3M. Kegiatan pariwisata dapat dikatakan lebih aman ketika herd immunity dari pemberian vaksin dapat terbentuk. Selama itu pula 3M harus terus dijalankan.
Sampai herd immunity belum tercapai, 3M tetap dilakukan dan GeNose akan membantu kita semua dalam melakukan kegiatan agar lebih lancar.
Namun, apa pun hasil tes GeNose C19, semua orang harus tetap menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. (tety)