JAKARTA (Pos Sore) —Pengusaha Jason Surjana Tanuwidjaja dilaporkan ke Polres Depok, Jawa Barat. Jason diduga kuat menyerobot tanah milik ahli waris Tan Kwan Seng dengan menggunakan akta palsu — dibuat tanpa sepengetahuan ahli waris.
Jason menggunakan Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 24 dan Nomor 26 serta Akta Kuasa Nomor 25 dan Nomor 27 tanggal 17 April 1997 yang dibuat oleh Abdul Moethalib Wahab sebagai dasar hukum gugatannya ke Pengadilan Negeri Depok yang diajukannya pada 5 September 2018 terhadap 14 orang ahli waris Tan Kwan Seng.
Atas tindakannya yang melawan hukum, Jason pun dilaporkan oleh kuasa hukum ahli waris Tan Kwan Seng, Farida Felix, S.H, M.H, ke Polres Depok. Laporannya tercatat dalam Laporan Polisi dengan nomor STLP/2483/K/XI/2019/Restro Depok tertanggal 14 November 2019.
Farida menjelaskan, dalam gugatannya, Jason mengatakan tanah milik satu perusahaan seluas 5.808 m2 dan milik satu perusahaan yang sama seluas ± 23.760 m2 yang berada di Jalan Margonda Raya, Depok, dan tanah milik ahli waris Tan Kwan Seng seluas ± 3.000 m2 adalah milik Jason Surjana Tanuwidjaja.
Padahal Akta Nomor 24 sampai dengan Akta Nomor 27 telah dibatalkan oleh Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 221/ Pdt.G/2005/PN.JKT.BAR tanggal 11 Juli 2005 dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
“Dengan demikian, Jason menggunakan akta palsu sebagai dasar gugatannya, makanya dia dilaporkan ke polisi,” kata Farida Felix kepada wartawan, Senin (11/4/2021).
Farida melanjutkan, gugatan Jason ke Pengadilan Negeri Depok dikabulkan majelis hakim yang menyatakan bahwa tanah tersebut di atas milik Jason. Putusan PN Depok itu dikuatkan putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung.
Menurut Farida, tanah tersebut yang dinyatakan milik Jason tidaklah beralasan, karena berdasarkan Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 24 sampai dengan Nomor 27 baru dilakukan pembayaran Rp 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu Rupiah).
“Sungguh janggal tanah yang harganya triliunan rupiah baru dibayar cuma Rp 1.500.000 dan dinyatakan tanah tersebut adalah tanah milik Jason Surjana Tanuwidjaja. Pertimbangan majelis hakim sangat keliru dan sangat tidak benar,” tegas Farida.
Terlebih, bukti–bukti dan saksi–saksi dari ahli waris Tan Kwan Seng tidak pernah dipertimbangkan. Keterangan-keterangan saksi juga tidak satu pun dipertimbangkan oleh majelis hakim.
Ia mengatakan, Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 6 tanggal 14 Desember 2005 yang dibuat oleh Notaris Unita Christina Winata, SH., adalah pengikatan jual beli antara ahli Waris Tan Kwan Seng sebanyak 63 orang ahli waris atas penjualan tanah yang di samping Depok Town Square.
Semula sertifikat Nomor 188 ini dimenangkan oleh ahli Waris Tan Kwan Seng seluas 6.808 m2 dari Ello Hardiyanto kepada sebuah perusahaan. Dan, sertifikatnya Ello telah dibatalkan oleh Badan Pertanahan Pusat. “Dan, ternyata tanah ini pun dikuasai fisiknya oleh kuasa hukum Jason Surjana Tanuwidjaja,” kata dia.
Menurut Farida, Putusan PN Depok dan PT Bandung bertentangan dengan fakta sebenarnya. Ia mempertanyakan mengapa Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 24 dan Nomor 26 serta Akta Kuasa Menjual Nomor 25 dan Nomor 27 tanggal 17 April 1997 dinyatakan majelis hakim sah?
“Padahal akta –akta tersebut telah dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum oleh PN Jakarta Barat Putusan Nomor: 221/Pdt.G/2005/PN.JKT.BAR tanggal 11 Juli 2005, dan putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,” jelasnya.
Sementara, Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 24 dan Nomor 26 dan Akta Kuasa Nomor 25 sampai dengan Nomor 27 adalah pada 1997 yang dibuat saat tanah tersebut digugat ahli waris Tan Kwan Seng lainnya serta di atas tanah tersebut diletakkan sita jaminan.
Farida mengatakan, pada 2005, Jason Surjana Tanuwidjaja dan Tansri Bengkil menggugat ahli waris Tan Kwan Seng sebanyak 23 orang, Unita Christina Winata, SH., serta Badan Pertanahan Nasional RI Cq. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Baratke Pengadilan Negeri Bogor.
Dalam gugatannya, Jason mengatakan tanah tersebut di atas adalah miliknya. Dalam argumentasi hukumnya, Jason mengatakan, tanah tersebut adalah miliknya berdasarkan Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 24 sampai dengan Nomor 27 tanggal 17 April 1997 yang dibuat oleh Abdul Moethalib Wahab Notaris Pengganti Jhon Leonard Woworuntu berdasarkan Register Perkara No. 15/Pdt.G/2005/PN.BGR.
Namun, gugatan Jason tersebut ditolak majelis hakim. Jason mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat. Namun, PT Jawa Barat justru menguatkan putusan PN Bogor dengan putusannya dibacakan 24 Agustus 2006. (PT Jawa Barat mengeluarkan putusan No. 120/Pdt/2006/PT.BDG).
Merasa argumentasi hukumnya benar, Jason mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun MA menolak kasasinya. Jason masih merasa mempunyai novum. Karena itu, ia mengajukan upaya hukum luar biasa, Peninjauan Kembali (PK), namun permohonan PK-nya ditolak MA. MA memutuskan PK-nya pada 14 Juli 2010. (No. 60 PK/Pdt/2009 tanggal 14 Juli 2010).
Maka dengan demikian, putusannya sudah inkracht. Jason Ditetapkan sebagai DPO. Selanjutnya, pada 2005 para ahli waris Tan Kwan Seng melaporkan Abdul Moethalib Wahab ke Bareskrim Mabes Polri.
Jason dilaporkan ke Bareskrim Polri karena ia membuat Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 24 sampai dengan Nomor 27 tanggal 17 April 1997 tanpa sepengetahuan para ahli waris. Laporan ini ini dicatat dengan Laporan Polisi No. LP/84/III/2005/SIAGA-II.
Penyidik Bareskrim Polri menyelidiki, perkaranya naik penyidikan (sidik) dan Jason Tanuwijaya ditetapkan sebagai tersangka. Ketika ditetapkan sebagai tersangka, Jason kabur entah ke mana, sehingga Mabes Polri menetapkannya sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO). [(Daftar Pencarian Orang) No. Pol. : 7DPO/16/VI/2005/DIT-I tanggal 22 Juni 2005 dan No. Pol. : DPO/50/XII/2006/DIT-I tanggal 28 Desember 2006].
Laporan Polisi yang menetapkan Jason sebagai tersangka ini diperiksa dan diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan Nomor Perkara Pidana No. 1718/Pid.B/2005/PN.JKT.BAR.
Dalam persidangan di PN Jakbar, terungkap para saksi dan para ahli waris menerangkan bahwa mereka tidak kenal Notaris Pengganti Abdul Moethalib Wahab (terdakwa) dan juga tidak pernah menandatangani Akta Pengikatan Jual Beli Akta Nomor 24 s/d Nomor 27 tanggal 17 April 1997.
Dari persidangan di PN Jakbar juga didapat keterangan bahwa, pertama, Akta Nomor: 24, 25, 26 dan 27 tidak ada minuta aslinya sehingga akta–akta tersebut tidak pernah ditandatangani dan dibacakan kepada pihak–pihak yang ada dalam akta tersebut, termasuk para ahli waris sebagai korban.
Kedua, akta–akta tersebut tidak tercantum dalam buku reportorium Notaris Jhon Leonard Waworuntu. Abdul Moethalib Wahab Notaris Pengganti menerangkan di pengadilan yang membuat akta tidak pernah kenal dan tidak pernah bertemu dengan ahli waris Tan Kwan Seng.
Karena itulah, pada 25 Oktober 2005,PN Jakarta Barat mengeluarkan putusan [Nomor : 81718/Pid.B/2005/PN.JKT.BAR] yang menyatakan, terdakwa Abdul Moethalib Wahab terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat autentik.
Abdul Moethalib Wahab akhirnya dihukum pidana penjara selama 10 bulan, dan terdakwa ditahan. Setelah keluar dari penjara, Abdul Moethalib Wahab dibujuk-bujuk dan diiming-iming uang Rp 500.000.000 oleh Jason Surjana Tanuwidjaja asal mau bersedia mengatakan telah menemukan minuta akta di rumah John Leonard Woworuntu dan mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali (PK).
Pengajuan Permohonan PK dari Abdul Moethalib Wahab untuk supaya dapat digunakan oleh Jason Surjana Tanuwidjaja dalam perkaranya pada laporan di Mabes Polri yang menjadi tersangka dan DPO pada Laporan Polisi LP/84/III/2005/SIAGA-II.
Terhadap perbuatan Abdul Moethalib Wahab yang telah mengajukan PK dengan memberikan keterangan palsu yaitu menyatakan Minuta Akta No. 24 s/d No. 27 tanggal 17 April 1997 sudah ditemukan di tempat Jhon Leonard Woworuntu padahal tidak pernah ditemukan telah dilaporkan Ahli Waris ke Bareskrim Mabes Polri dengan laporan memberikan keterangan palsu di atas sumpah sesuai Laporan Polisi No. LP/326/IX/2006/SIAGA-I.
Perkaranya diperiksa dan diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Pada 4 Juni 2007, PN Jakbar menjatuhkan vonis kepada Abdul Moethalib Wahab2 (dua) tahun 6 (enam) bulan [Putusan No. 666/Pid.B/2007/PN.JKT.BAR tanggal 04 Juni 2007] dan putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Minuta Akta No. 24 s/d No. 27 tanggal 17 April 1997 yang dibuat Abdul Moethalib Wahab tidak ada di Repertorium, dan tidak benar ditemukan di rumah Jhon Leonard Woworuntu di Depok. Terbukti dalam Reportorium John Leonard Waworuntu akta tersebut tidak ada.
Selanjutnya Jason Surjana Tanuwidjaja dan Tansri Bengkil, pada 2005, menggugat 25 orang ahli waris Tan Kwan Seng ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat, yang menyatakan Akta Nomor 24 s/d No. 27 adalah sah.Namun, pada 6 Maret 2006, PN Jakbar mengeluarkan putusan [Nomor 295/Pdt.G/2005/PN.JKT.BAR] yang berisi menolak gugatan para penggugatdalam hal ini Jason dan Tansri. Putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. (tety)