JAKARTA (Pos Sore) — KALDERA (Kaukus Tolak Deforestasi) membuat laporan pengaduan ke KPK terkait belum dilakukannya eksekusi oleh PN Pekanbaru terhadap PT. Merbau Pelalawan Lestari (MPL), yang diperintahkan oleh Mahkamah Agung mengeksekusi PT. MPL. Perusahaan itu hingga kini belum membayar kerugian lingkungan hidup kepada negara melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia sejumlah Rp 16 Triliun lebih.
Ali Zubeir Hasibuan, Direktur Eksekutif KALDERA, menyampaikan, sejak putusan kasasi di Mahkamah Agung pada 2016, perusahaan yang dipimpin oleh Jimmy Bonaldy Pangestu, itu belum memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi tersebut. Demikian juga dengan PN Pekanbaru yang belum menindaklanjuti perintah Mahkamah Agung.
“Setelah putusan kasasi, PT. MPL malah mengajukan PK ke MA, sehingga upaya hukum tersebut dijadikan alasan untuk menunda eksekusi,” terangnya, di Jakarta, Kamis (28/1/2021), seraya menekankan PN Pekanbaru seharusnya mengacu pada Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang Mahkamah Agung.
Pasal tersebut berbunyi, “Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan.” Jadi, berdasarkan ketentuan tersebut, sebenarnya tidak ada alasan dalam bentuk apapun untuk menunda, apalagi tidak melaksanakan eksekusi terhadap PT. MPL.
“MA bahkan telah menolak PK mereka pada 2019, jadi PN Pekanbaru mau menunggu apalagi? Belum adanya eksekusi terhadap MPL, memunculkan tanda tanya besar bagi kami. Padahal putusan hukum sudah final dan mengikat. Oleh karena adanya kejanggalan-kejanggalan, maka kami melaporkan ke KPK. Apalagi terdapat kerugian negara yang telah dibuktikan secara hukum,” tukas Ali Zubeir.
Sebelumnya KLHK, sejak 2013 telah melakukan upaya hukum dengan menggugat PT. MPL, dengan Jimmy Bonaldy Pangestu sebagai Direktur Utama perusahaan. Namun PN Pekanbaru menolak gugatan, dan memenangkan perusahaan. Selanjutnya KLHK melakukan upaya banding di Pengadilan Tinggi Pekanbaru, dan hasil putusan banding menguatkan putusan sebelumnya.
Hingga akhirnya putusan kasasi Mahkamah Agung membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 79/PDT/2014/PTR tanggal 28 November 2014 juncto Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 157/Pdt.G/2013/PN Pbr, tanggal 3 Maret 201
Dalam putusan kasasi, MA memerintahkan PT. MPL, membayar kerugian akibat perusakan lingkungan hidup di dalam areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman IUPHHK-HT seluas ± 5.590 ha (lima ribu lima ratus sembilan puluh hektar) sebesar Rp12.167.725.050.000 (dua belas triliun seratus enam puluh tujuh miliar tujuh ratus dua puluh lima juta lima puluh ribu rupiah),
Selain itu, juga harus membayar kerugian akibat perusakan lingkungan hidup di luar areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) seluas ± 1.873 ha (seribu delapan ratus tujuh puluh tiga hektar) sebesar Rp4.076.849.755.000 (empat triliun tujuh puluh enam miliar delapan ratus empat puluh sembilan juta tujuh ratus lima puluh lima ribu rupiah).
“Kami berharap KPK, dapat mengungkap kasus ini secara terang-benderang, sehingga dapat mencegah kerugian negara lebih banyak lagi, serta dapat mendorong terungkapnya kasus-kasus pembalakan liar lainnya yang memiliki indikasi kolusi dan korupsi antara korporasi dengan pejabat berwenang,” katanya
Kaldera juga merekomendasikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia, untuk memberlakukan atau memasukkan ke dalam daftar hitam oknum korporasi maupun pengusaha yang tercela, yang dalam hal ini Jimmy Bonaldy Pangestu beserta kroninya.
Dengan begitu, perusahaan tersebut dan oknum-oknum terkait di dalamnya tidak bisa lagi memperoleh izin dan atau berusaha di bidang yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup maupun Kehutanan selama periode tertentu sampai diselesaikannya kewajiban sebagaimana putusan Mahkamah Agung Nomor 460 K/Pdt/2016. (tety)