-0.1 C
New York
02/12/2024
Aktual Pendidikan

Sugeng Hariyono Bersama Motor Pustaka Buktikan “Pintar Tak Musti Mahal”

SOSOK INSPIRATIF INI namanya Sugeng Hariyono. Pemuda asal Ponorogo, Jawa Timur, ini usianya “baru” 35 tahun. Dikatakan inspiratif karena dia menjadi penggiat perpustakaan mobile. Motornya dia jadikan perpustakaan keliling menyambangi masyarakat di desa-desa dan memberi akses bacaan secara gratis. Ia pun menamakan kegiatannya ini “Motor Pustaka”.

Saya “berkenalan” dengan pria ini ketika menjadi narasumber dalam Talkshow Live Instagram “Tebar Buku dengan Motor Pustaka” yang diadakan Asah Kebaikan di IG Live, pada Kamis (5/11/2020) malam, yang saya ikuti. Talkshow dipandu oleh Mardiana Makmun, seorang jurnalis di Investor Daily, milik Lippo Group.

Perkenalan saya ini boleh dibilang terlambat karena ternyata Sugeng Hariyono pernah diundang Presiden Joko Widodo ke Istana Merdeka pada 2 Mei 2017, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Atas sosoknya yang inspiratif ini, Presiden bahkan memberikannya penghargaan dan kendaraan baru.

Dalam kesempatan itu, Sugeng pun dihadiahi motor Honda Verza untuk menjadi kendaraan baru Motor Pustaka yang bisa menjangkau jarak lebih jauh dibanding motor rakitan sebelumnya. Penambal ban ini pun jelas bahagia. Siapa yang tidak bahagia jika kegiatannya menebar buku mendapat apresiasi dari Presiden Republik Indonesia. Orang nomor satu di negeri ini.

Dan, saya baru tahu saat di acara bincang-bincang ini. (Hello…ke mana saja ya saya selama ini?) Kalau saya tidak mengikuti acara bincang-bincang ini bisa jadi saya tidak mengenal sosoknya yang menginspirasi ini.

Sugeng berkisah pada 2013, ia merantau dari Ponorogo ke Lampung untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Nekad sebenarnya karena ia hanya membawa uang seadanya yang tidak cukup untuk membiayai hidupnya. Ia merantau di Desa Pematang Pasir, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan.

Dalam perjalanannya, bertemulah ia dengan Basuki, pemilik bengkel yang dengan baik hati menerimanya untuk bantu-bantu di bengkelnya. Bermodalkan keahlian mengelas ia pun diterima bekerja. Dua bulan hidup di Lampung, ia masih belum mempunyai banyak kenalan. Ia pun sering dilanda kejenuhan. Kala ia merasa bosan ia terpikir untuk pergi ke perpustakaan.

Ketika ia bertanya kepada warga sekitar di mana perpustakaan terdekat yang dapat dikunjungi, justeru warga balik bertanya, “Apa itu perpustakaan?” Jawaban yang cukup membuatnya “shock”. Sejak itu, ia bermimpi untuk membuat perpustakaan agar semakin banyak orang, khususnya anak-anak semakin dekat dengan buku.

Pada suatu hari ia pun mendatangi toko barang rongsok. Matanya menemukan motor Honda GL Max 1986 yang sudah tidak berbentuk lagi. Tidak ada roda, tangki, jok, dan stir. Hanya ada sasis dan mesinnya saja. Ada BPKB dan STNK, tapi pajaknya sudah lama mati.

Dia pun membelinya seharga Rp 450.000 setelah dikilo, lalu dibawanya ke bengkel tempat ia tinggal. Motor jelek itu ia bongkar. Ia bersihkan lumut-lumut yang menempel di mesin. Ia juga mencari alat atau komponen yang kurang, seperti membeli tangki, jok, stir, dan ban di tukang rongsok.

Setelah 3 bulan, Sugeng pun berhasil merakit motor tersebut selama 3 bulan. Ia kemudian membeli tas besar untuk tempat buku-buku. Sebagai modal awal, ia membeli buku bekas dari tukang rongsokan. Ia memilih buku yang pas buat anak-anak. Saat itu, ia dapatkan 60 buku, yang dibelinya seharga Rp15 ribu. Ia pun lantas berkeliling dengan Motor Pustaka ke desa-desa.

Awalnya tidak ada yang membaca buku dari perpustakaannya. Butuh waktu memang hingga lambat laun kabar Motor Pustaka mulai beredar dari mulut ke mulut. Sejak itu, Motor Pustaka pun mulai ramai dikerubuti. Ia sampai bingung untuk mencari buku-buku baru. Ia pun mencari donatur buku mulai dari door-to-door hingga lewat media sosialnya di Facebook MotorPustaka.

Upayanya ini membuahkan hasil. Donatur pun mulai semakin banyak. Tentu saja Sugeng senang. Ia sudah membayangkan senyum-senyum bahagia dari anak-anak saat membaca buku. Karena menurutnya, bukan minat bacanya yang rendahnya, tapi akses untuk mendapatkan buku bacaan yang kurang. Dan, ia mencoba menjembatani persoalan ini.

Walau hanya lulusan SMA, pria ini tak patah semangat menyebar hobi membaca pada masyarakat sekitar di Kabupaten Lampung Selatan. Hobi membaca ditularkan Sugeng ke desa-desa yang ada di Kecamatan Penengahan. Sejak April 2014, selepas salat Ashar, ia mulai berkeliling membawa buku dengan motornya ke beberapa desa di Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan.

Ia menyebutnya Desa Pasuruan, Desa Klaten, Desa Kuripan. Setiap harinya minimal 40 buku yang ia bawa dalam satu desa. Dan, ity berarti ada sekitar 120 buku yang dibawanya. Buku-buku itu tidak hanya dibaca di tempat, dibawa pulang pun boleh, bahkan tidak dikembalikan pun tidak apa-apa. Pokoknya konsep yang dia usung “Baca, Pinjam, Gratis”.

Agar semakin memperluas simpul-simpul literasi, Sugeng dan Motor Pustaka lantas bergabung di Pustaka Bergerak Indonesia bersama penggiat literasi lainnya, seperti Perahu Pustaka (Sulawesi Selatan), dan Kuda Pustaka (Purbalingga, Jawa Tengah) membawa buku, menebar pengetahuan ke wilayah-wilayah terpencil.

Berkat perpustakaan keliling inilah, Sugeng pun berhasil melanjutkan studinya setelah mendapat beasiswa kuliah dari Universitas Terbuka dengan mengambil jurusan Ilmu Perpustakaan.

Kebahagiaan Sugeng semakin bertambah ketika sang istri, Asih Kurniawati juga aktif di Motor Pustaka dengan menggunakan motor C70. Asih sendiri saat itu menjadi pelanggan Motor Pustaka. Karena memiliki visi yang sama, memunculkan benih-benih cinta hingga dibawa ke jenjang pernikahan. Maharnya saat itu buku karyanya.

Dengan Motor Pustaka ini, Sugeng berharap tumbuh kesadaran membaca dan literasi di tingkat warga. Ia juga punya harapan agar Motor Pustaka ini bisa membuka peluang kerja yang bisa didapatnya dari membaca buku, misalnya dengan membaca soal metode bertani cabe, warga pun bisa berpikir untuk mengolah lahan.

Berdasarkan pengamatannya, buku-buku yang diminati warga lebih mengarah kepada buku-buku berkategori UKM. Salah satunya buku tentang pembuatan kue yang sering ditanyakan para ibu di desa.

Jadi, buku bukan sekedar bacaan tapi juga bisa menyejahterakan warga. Dengan cara ini pula, ia ingin membuktikan bahwa pintar tak musti mahal. Dengan membaca warga pun bisa mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan. Bahwa buku adalah jendela dunia bukan sekedar pepatah, tapi memang benar adanya.

Bagi saya, sosok Sugeng sangat menginspirasi. Di saat pemuda-pemuda lain lebih memilih menjadi pekerja kantoran, Sugeng justeru memilih “pekerjaan” yang tidak banyak dilirik orang.

Semoga virus kebaikan yang ada pada sosok pria ramah ini menulari yang lain, terutama generasi-generasi berikutnya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagaimana tujuan acara ini untuk “mengasah kebaikan”.

https://www.kompasiana.com/nengsari/5fb72b4437f4b972db7f7d32/sugeng-hariyono-bersama-motor-pustaka-buktikan-pintar-tak-musti-mahal

Leave a Comment