3.8 C
New York
03/12/2024
Aktual

Terbukti Bermanfaat, Batan Diminta Kembangkan Sistem Pemantau Radiasi untuk Keselamatan dan Kemananan

BEBERAPA WAKTU LALU, tepatnya pada Selasa (27/10/2020) lalu, beberapa media, termasuk possore.com berkunjung ke Badan Tenaga Nuklir (Batan) Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan (Puspiptek) Serpong, Banten, melihat lebih dekat kegiatan Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir (PRFN).

Kepala Batan Prof. Anhar Riza Antariksawan dan Kepala PRFN Batan Ir. Kristedjo Kurnianto, M.Sc, serta didampingi Kepala Bagian Humas Batan Purnomo, menyambut secara langsung kunjungan media ini. Berikut laporannya berdasarkan keterangan yang disampaikan keduanya. Semoga bermanfaat.

***

Ada yang tahu apa persamaan Covid-19 dan radiasi? Apa ya? Iya, betul, sama-sama ada tapi tak terlihat. Covid-19 kita menyakini ada tapi mata kita tak dapat melihatnya. Begitu pula halnya dengan sinar radiasi.

Bagaimana caranya untuk bisa membuktikan itu ada? Bahwa benar ada Covid-19, bahwa benar ada radiasi, terlebih kedua penampakannya tidak terlihat oleh mata. Apakah dengan diraba?

Apakah dengan gejala-gejala sudah menunjukkan seseorang terkena Covid-19? Kita demam tinggi, disertai batuk, sesak napas, diare, apakah lantas kita bisa dibilang terinfeksi virus Corona?

Ya tentu saja tidak. Iya kan? Nah, untuk memastikannya harus ada deteksi. Kalau Covid-19 deteksi dilakukan dengan rapid test dan swab test. Meski rapid test hasilnya reaktif belum tentu seseorang berarti positif Covid-19, bisa jadi terkena virus yang lain. Untuk memastikannya, perlu dilakukan tes swab. Jika positif, ya berarti positif, kalau negatif ya berarti tidak terinfeksi.

Lalu bagaimana juga dengan seseorang yang terpapar zat radioaktif? Apakah dengan mual, muntah, diare, sakit kepala, demam, pusing, atau kelelahan kita langsung divonis terkena radiasi?

Paparan radiasi jika melebihi dosis ambang batas pada jaringan atau organ manusia dapat menyebabkan kematian sel dalam skala yang cukup luas merusak fungsi jaringan atau organ. Efek ini dikenal sebagai “efek deterministik”.

Lantas, bagaimana dengan radiasi? Ya sama, dideteksi juga. Tentu saja dengan alat khusus sensor atau detektor radiasi.

Saat ini, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) sudah berhasil mengembangka suatu sistem yang bisa memantau adanya bahan radioaktif yang mengganggu keselamatan dan keamanan.

Sistem yang terintegrasi ini dinamakan Sistem Pemantau Radiasi untuk Keselamatan dan Kemananan (SPRKK). Sistem ini masuk dalam daftar Prioritas Riset Nasional (PRN) 2020-2024 Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional.

Sejak tahun 2020 hingga 5 tahun ke depan, Batan diberi tugas oleh pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai koordinator untuk tiga kegiatan Prioritas Riset Nasional (PRN).

Ada tiga judul prioritas riset nasional yang Batan sebagai penanggung jawabnya. Yakni, kesiapan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) skala komersial, pengembangan radiosiotop dan radiofarmaka, dan SPRKK. Dari ketiga PRN tersebut, PRFN ditugaskan untuk terlibat dalam pembuatan SPRKK.

SPRKK ini adalah kumpulan dari berbagai alat yang terintegrasi dengan sebuah sistem digital. Sistem ini terintegrasi dengan RPM (Kendaraan dan Pejalan Kaki), Monitoring Lingkungan (RDMs), Mobile Survei Meter (Drone, Smart Survei Meter, Kendaraan Survei), dan Data Centre (Big Data Server).

Bagi Indonesia SPRKK ini sangat penting karena penggunaan bahan radioaktif untuk keperluan baik industri atau kesehatan semakin meningkat sehingga lalu lintas pengangkutan bahan radioaktif juga mengalami peningkatan.

Itu sebabnya, keselamatan manusia dan lingkungan harus dijamin dari kemungkinan bahaya radiasi yang ditimbulkan. Melalui sistem ini, petugas dapat mendeteksi ada tidaknya bahan radioaktif baik dari lingkungan maupun yang masuk ke Indonesia yang bisa mengganggu keselamatan dan keamanan.

Ingat kasus radiasi dari senyawa radioaktif yang menggegerkan lingkungan Perumahan Batan Indah, Serpong, Tangerang Selatan, pada Januari 2020? Adanya radiasi di atas ambang batas dari benda radioaktif itu diketahui melalui alat deteksi. Setelah dilakukan intervensi, zat radioaktif kembali dalam keadaan normal.

Dan, syukurlah, setelah dilakukan pengecekan Whole Body Counting (WBC), beberapa warga terpapar zat radioaktif dalam batas toleransi. Pengecekan ini bagian dari upaya penanganan terhadap ditemukannya zat radioaktif oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) di kompleks tersebut.

Alat pendeteksi kontaminasi ini didesain khusus untuk mendeteksi kontaminasi pada manusia. Alat tersebut terdiri dari alat deteksi zat radioaktif yang mampu membedakan jenis zat radioaktif, seperti Kalium-40, Caesium-137, Cobalt-60 dan lain-lain.

SPRKK, salah satunya juga digunakan untuk mendeteksi radioaktivitas di udara dan tanah. Malaysia dan Filipina sudah memiliki sistem ini. Namun yang akan lebih ditonjolkan Batan dalam mengembangkan sistem ini yaitu komponennya sebagian besar buatan sendiri dan sistemnya yang terintegrasi.

Sebut saja Portal Monitor Radiasi (RPM) yang juga terintegrasi dalam SPRKK. Alat ini berfungsi untuk memastikan apakah barang yang keluar masuk itu berupa bahan radioaktif atau barang yang memancarkan radioaktif. Dari alat ini, ada atau tidaknya zat radioaktif yang melintas dapat terdeteksi.

Portal Monitor Radiasi ini perangkat yang digunakan untuk mencegah adanya bahan radioaktif yang masuk ke Indonesia melalui pelabuhan atau bandar udara.

Saat ini baru terpasang 6 unit portal monitor radiasi di Kawasan Nuklir Serpong, Kawasan Nuklir Bandung/KNB (1 detektor), Kawasan Nuklir Yogyakarta/KNY (1 detektor), dan Istana Negara (1 detektor). Semua bantuan dari Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA) yang diproduksi di luar negeri.

Kebutuhan RPM secara nasional sebenarnya sangat banyak. Indonesia saja memiliki 172 pelabuhan, wilayah perbatasan, bandar udara, obyek vital, industri dan instalasi nuklir.

Itu sebabnya, saat ini Batan sedang mengupayakan 2 prototipe RPM buatan dalam negeri agar dapat tersertifikasi tahun ini. Uji coba portal monitor radiasi telah terpasang di kantor Batan di Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Jakarta, dan Kawasan Nuklir Serpong, Tangerang Selatan.

Pada kondisi pandemi Covid-19, pengembangan prototipe ini menghadapi sedikit kendala. Karena, dalam kegiatan rancang bangun ini terdapat komponen utama berupa detektor yang masih harus diimpor.

Alat monitoring lingkungan untuk pemantauan radiasi sebagai salah satu Sistem Pemantauan Radiasi untuk Keselamatan dan Keamanan (Dok BATAN)

Sebenarnya teknologinya peneliti dan perekayasa Batan sudah kuasainya. Menjadi terkendala karena keterbatasan transportasi internasional. Pengembangan sistem pemantauan zat radioaktif ini ditargetkan rampung pada 2022. Dan, ditargetkan dalam 5 tahun ke depan komponen-komponennya selesai, sistemnya terintegrasi, dan software bisa terselesaikan.

Dalam pengembangan prototipe SPRKK ini, Batan mengembangkan perangkat teknologi dan sistem, bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang memiliki stasiun meteorologi di seluruh Indonesia, serta Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan.

Juga bekerjasama dengan PT. LEN Industri yang berpengalaman dalam instrumentasi, serta Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) yang bertanggung jawab terhadap pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir untuk keselamatan dan keamanan masyarakat Indonesia.

Sejatinya, kemampuan SDM dalam mengembangkan portal monitor, tidak perlu diragukan lagi. Batan telah mampu memproduksi, merawat, dan memperbaiki secara mandiri. Banyak industri atau pengguna portal monitor mengundang expert dari luar negeri untuk memperbaiki atau merawat portal monitornya padahal di Indonesia sudah tersedia SDM yang mampu melakukan hal tersebut.

SPRKK begitu penting karena berdasarkan informasi dari Badan Tenaga Atom Internasional, terdapat 20 juta pergeseran sumber radioaktif setiap tahunnya. Sumber radioaktif itu bisa berupa bahan nuklir atau bahan radioaktif yang dipakai di bidang industri, kesehatan atau bahan yang terkontaminasi zat radioaktif.

Sumber radiasi ini bisa macam-macam. Bisa karena tidak sengaja tersebar di lingkungan, bisa juga disengaja oleh pihak-pihak tertentu yang tidak berkompeten misalnya diselundupkan, atau dipindahtempatkan.

Dengan sistem pemantauan ini, diharapkan bisa menjadi sistem yang mencegah atau memberikan alarm warning jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terkait dengan adanya radiasi. Dengan diintegrasikannya sistem pemantauan zat radioaktif dengan sistem lainnya, maka dapat diketahui secara dini kapan suatu zat radioaktif akan keluar masuk ke kawasan.

Kemudian, dengan penerapan sistem informasi digital, maka data base zat radioaktif di kawasan dapat terdokumentasi dengan baik. Yang paling penting lagi adalah keluar masuknya zat radioaktif dapat terdeteksi dengan baik.

Batan mengembangkan SPRKK ini untuk memberikan kepastian kepada masyarakat bahwa zat radioaktif yang berada di Kawasan Nuklir Serpong, Puspiptek, Tangerang Selatan selalu dipantau secara ketat.

Bagi Batan penguatan sistem pemantauan ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat atas keselamatan zat radioaktif yang digunakan atau dihasilkan Batan, serta membuktikan kepada masyarakat atas kemampuan Batan dalam pengembangan sistem ini.

Dan, itu menunjukkan kiprah iptek nulir Batan selama 62 tahun (5 Desember 2020) terakhir ini sangat mendukung pembangunan berkelanjutan bangsa ini. Sukses selalu Batan. Teruslah berkiprah demi kemajuan Indonesia dan kesejahteraan masyarakatnya. (Tety Polmasari)

Leave a Comment