TANGERANG (Pos Sore) — Pelayanan permohonan sertifikat tanah secara mandiri di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang dikeluhkan masyarakat. Mereka mengeluh karena ketika hendak mendaftar di loket pendaftaran, petugas memberikan catatan sejumlah persyaratan lain yang harus dipenuhi.
Padahal warga sudah memiliki alas hak berupa Akte Jual Beli (AJB) yang dikeluarkan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) berikut lampiran pendukung yang dikeluarkan Kelurahan maupun Kepala Desa setempat, ditambah lagi dengan Gambar Peta Bidang Tanah (PBT) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional itu sendiri.
Catatan yang dibuat petugas loket terdapat beberapa persyaratan yang harus dilengkapi pemohon danĀ dianggap sangat tidak mungkin dapat dipenuhi antara lain :
- AJB segi BPN pemilik terdahulu
- Surat Setoran Pajak pemilik terdahulu
- Bea Peralihan Hak Tanah Bangunan (BPHTB) para Ahli Waris
- Fotocopy KTP para Ahli Waris (dilegalisir)
- Surat Kematian pemilik tanah pertama
- Surat Pernyataan Ahli waris dan Kuasa waris yang disahkan oleh Camat
- Fotocopy KTP Penjual (dilegalisir)
- Fotocopy 2 orang Saksi (dilegalisir)
Pemohon merasa kesulitan melengkapinya sebab peralihan hak atas tanah tersebut sudah mengalami beberapa kali transaksi dan pemohon merupakan pemilik keempat, serta tenggang waktu antar peralihan sudah puluhan tahun.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang belakangan ini telah mengucurkan ribuan sertifikat tanah di lingkungan wilayah kerjanya, tentu hal tersebut sejalan dengan Program Pemerintah memberikan kemudahan kepada warga dengan bentuk pelayanan: Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Hal itu patut diapresiasi dengan baik, namun pelayanan semestinya tidak dibeda-bedakan dengan warga yang mengajukan permohonan secara mandiri sehingga sejalan dengan tujuan sebagaimana dimaksudkan dalam PP nomor 24 tahun 1997.
Keluhan serupa juga dialami seorang warga yang hendak melakukan pergantian blanko sertifikat tanah miliknya. Menurutnya, sertifikat tersebut hendak digunakan untuk keperluannya, akan tetapi diminta terlebih dahulu mengganti blanko sertifikat tanahnya agar dapat dipergunakan sesuai kebutuhannya karena alasan sertifikatnya masih mempergunakan blanko lama.
Namun setelah permintaan dipenuhi ternyata prosesnya tidaklah semudah yang dibayangkan sebab warga tersebut harus melewati proses yang cukup rumit seperti tanah harus diukur ulang, Peta Bidang Tanah (PBT) harus diurus kembali, harus membuat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) diketahui Kelurahan, harus membuat Penyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah ditanda tangan diatas materai dan diketahui 2 orang Saksi dilengkapi dengan identitas diri.
Ini terasa dinilai berbelit, karena di samping persyaratannya juga prosesnya berbulan-bulan bahkan sampai enam bulan menunggu agar mendapatkan sertifikat blanko baru. Bukankah sertifikat tanah tersebut adalah produk Badan Pertanahan Nasional sendiri ?.
Masyarakat meminta agar Pemerintah cq Kepala Badan Pertanahan Nasional dapat membenahi kinerja Aparatur dijajarannya serta meningkatkan mutu pelayanan masyarakat, sehingga masyarakat mendapatkan kemudahan dalam pengurusan sertifikat tanahnya, sebab masyarakat berpenilaian birokrasi dan persyaratan rumit sangat membuka peluang untuk melakukan pungli. (pandapotan)