POS SORE – Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) berencana menyalurkan beras fortifikasi kepada masyarakat melalui program bantuan langsung non tunai (BPNT), pengelolaan cadangan beras pemerintah (CBP), serta program pangan lainnya.
Beras fortifikasi sendiri adalah beras sehat yang telah diperkaya dengan beberapa mikronutrien, seperti vitamin A, vitamin B1, vitamin B3, vitamin B6, asam folat, vitamin B12, zat besi dan seng. Kehadiran beras fortifikasi ini kata Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri Perum Bulog, Imam Subowo, dapat menghasilkan SDM berkualitas yang mampu menjadi motor penggerak pembangunan bangsa yang kreatif, produktif juga berdaya saing tinggi.
Ditemui usai menjadi salah satu pembicara Seminar Percepatan Pencegahan dan Penanganan Stunting dan Anemia di Indonesia Melalui Beras Bervitamin, Imam menegaskan pihaknya akan menyalurkan beras ini selain melalui program BPNT, CBP, juga akan disalurkan melalui pasar terbuka.
“Jika kernel yang merupakan bahan campuran berasnya sudah diproduksi di Indonesia, kita akan salurkan melalui program BPNT, CBP, dan juga open market melalui hyper mal nya Bulog yaitu PangananDotcom yang sudah kita launching sebelumnya,” kata pria yang sebelumnya menjabat Executive Vice President Kantor Pusat Bank BRI itu di Kantor Bulog Jakarta Rabu (11/12).
Menjawab program BPNT yang sejak tiga tahun terakhir dilaksanakan Kementerian Sosial hingga berdampak 20 ribu ton beras bulog deposal (turun mutu) hingga harus dilelang, Imam Subowo mengatakan pihaknya menyerahkan semua itu ke Bappenas.
“Saya kira itu soal kebijakan, kalau kebijakan saya menyerahkannya ke Bappenas. Lagi pula yang mengolah anggarannya kan Bappenas, karenanya saya yakin Bappenas tahu kebijakan terbaik yang tidak sampai merugikan Perum Bulog,” tegas Imam Subowo.
Sebelumnya, Wakil Direktur Utama Perum Bulog Gatot Trihargo saat pembukaan seminar berharap beras fortifikasi dapat menjadi jembatan integrasi kebijakan antar program pemerintah, sehingga dapat mengurangi serta menangani prevalensi stunting dan anemia di Indonesia.
Menurut Gatot, Perum Bulog telah melakukan inisiasi rencana integrasi pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan percepatan pencegahan dan penanganan stunting, serta anemia dengan menyiapkan pangan berfortifikasi.
Bila integrasi kebijakan ini berhasil dilakukan, tutur Gatot Trihargo, diharapkan nantinya tumbuh SDM berkualitas dan menjadi generasi penggerak pembangunan bangsa. Selain mengintegrasikan program melawan stunting, Gatot menilai pentingnya membangun pemahaman para kepala daerah mengenai stunting dan anemia, beserta penyebab dan dampaknya.
Beras berfertifikasi diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua, terutama dalam terwujudnya ketersediaan dan keterjangkauan pangan yang sehat dan bergizi bagi semua masyarakat. Menurut Gatot, fortifikasi pangan sebetulnya bukanlah hal baru di Indonesia karena pada 1986, pemerintah melalui Kemenkes misalnya berhasil mengatasi masalah penyakit gondok melalui kebijakan fortifikasi garam beriodium.
Pada 2003, pemerintah juga mewajibkan fortivikasi tepung terigu dengan enam jenis vitamin dan mineral. Fortifikasi minyak goreng dengan vitamin A juga sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu dan sedang dalam proses untuk diwajibkan.
Terkait tugas Bulog untuk mendukung program pemerintah dalam intervensi gizi sensitif melalui peningkatan akses pangan bergizi, Bulog telah berinovasi dengan menyiapkan beras fortifikasi.
Selain Imam Subawo, pembicara lain yang dihadirkan dalam seminar ini Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Andi ZA Dulung Dirjen PFM Kemensos, Anang Nugroho Setyo Muljono Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas, dan Thariq Mondanggu Bupati Gorontalo Utara. (aryo)