JAKARTA (Pos Sore) — Teknologi Disrupsi yang merebak pesat belakangan ini mengharuskan negara-negara yang tergabung dalam Association Productivity Organization (APO) duduk bersama dan membahasnya.
Hal itu disebabkan karena dampak dari merebaknya teknologi disrupsi (disruptive technologies) akan sangat berpengaruh pada sub sektor ketenagakerjaan dan tingkat produktivitas kerja.
Meningkatnya teknologi ini membuat perubahan cara-cara berbisnis yang dulunya menekankan pada sisi owning (kepemilikan) kini menjadi sharing (saling berbagi peran, kolaborasi resource).
Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Dirjen Binalattas) Kemnaker Bambang Satrio Lelono dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Direktur Produktivitas M. Zuhri mengatakan saat ini teknologi disrupsi telah meluas mulai dari pemerintahan, ekonomi, hukum, politik, penataan kota, konstruksi, pelayan kesehatan, pendidikan, kompetisi bisnis dan juga hubungan-hubungan sosial. Bahkan konsep marketing pun saat ini sudah terdisrupsi.
Pembahasan dilakukan oleh perwakilan dari 20 negara anggota APO antara lain Bangladesh, Cambodia, Cina , Fiji, Hong Kong, India, Indonesia, Iran, Jepang, Korea, Laos, Malaysia, Mongolia, Nepal, Filipina, Pakistan, Singapura Srilanka, Tailand dan Vietnam.
Asian Productivity Organization (APO) merupakan organisasi regional antar pemerintah dengan tujuan memberikan kontribusi terhadap pembangunan social ekonomi di kawasan Asia Pasifik melalui pengembangan produktivitas. Keanggotaan APO bersifat terbuka untuk seluruh pemerintah dikawasan Asia dan Pasifik.
Satrio mengatakan ada lima hal penting dalam memahami disrupsi. Pertama disrupsi berakibat penghematan banyak biaya melalui proses bisnis menjadi lebih simpel. Kedua, membuat kualitas apapun yang dihasilkan lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Ketiga, lanjut Zuhri, disrupsi berpotensi menciptakan pasar baru, atau membuat mereka yang selama ini tereksklusi menjadi ter-inklusi, membuat pasar pasar yang selama ini tertutup menjadi terbuka. Keempat, produk/jasa hasil disrupsi ini harus lebih mudah diakses atau dijangkau oleh para penggunanya.
Kelima, disrupsi membuat segala sesuatu kini menjadi serba lebih pintar, lebih menghemat waktu an lebih akurat. “Ini menjadi tantangan bagi sektor ketenagakerjaan dan tingkat produktivitas,” katanya.
Melalui forum pembahasan itu bisa lebih memperkaya pemahaman, pemikiran dan pengalaman dari berbagai negara dan dijadikan referensi bagi langkah-langkah yang akan kita inisiasi dan implementasi.
Sekaligus diharapkan mampu menyamakan pemahaman tentang disruptive technologies yang merupakan perubahan teknologi digital mutakhir dan lebih efisien. Juga diharapkan Forum itu sebagai ajang pertukaran informasi mengenai pengaruh disruptive technologies di pemerintahan, bisnis, pendidikan dan hubungan-hubungan sosial serta berbagi gagasan dan mendiskusikan perubahan dalam proses usaha. (sim)