Possore.com– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bergandengan tangan dengan DPR RI untuk melakukan berbagai terobosan mencegah suburnya korupsi di parlemen (DPR RI-red).
Selain Bamsoet, juga tampil sebagai pembicara dalam konferensi itu Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Acara peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia ini dibuka Presiden Joko Widodo.
Keberadaan anggota DPR, kata Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo ketika menjadi nara sumber Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi 2018 yang digelar KPK dalam memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia, di Jakarta, Selasa (4/12), bukan hanya wakil rakyat melainkan juga wajah dari partai politik (parpol) Indonesia.
Sebagai ikhtiar untuk terus membersihkan diri dari korupsi, kata politisi senior Partai Golkar ini, DPR RI mengajak KPK bekerjasama memberikan pembekalan anti korupsi kepada anggota DPR RI terpilih 2019-2024.
Sebelum dilantik, mereka terlebih dahulu mendapat pembekalan dari KPK agar kelak tak terjerumus dalam lembah korupsi yang menyesatkan,” ujar laki-laki yang akrab disapa Bamsoet ini.
Wakil rakyat Dapil VII Provinsi Jawa Tengah ini mengajak KPK bekerjasama memberikan Award kepada partai politik yang anggota di Parlemen tidak terlibat korupsi.
Selain punishement berupa penegakan hukum, pemberiaan reward juga perlu dilakukan agar dapat memacu semangat partai politik untuk selalu mengawasi para anggotanya di Parlemen agar tidak melirik godaan korupsi.
KPK sepenuhnya yang melakukan penilaian secara terukur, terpadu, objektif, transparan dan akuntabel. “Penghargaan yang diperoleh menjadi hal yang prestisius dan memberikan nilai lebih buat parpol tersebut di mata masyarakat sehingga bisa menjadi bahan kampanye yang positif.”
Pembenahan dilakukan di DPR RI, kata Bamsoet, dimaksudkan dalam upaya membenahi parpol yang merupakan hulu demokrasi. Kuat serta sehatnya kondisi parpol, memudahkan terwujudnya hilir demokrasi yakni kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Karena bagaimana juga, dalam sebuah negara demokrasi, parpol memiliki peran sangat deterministic dalam menentukan arah kebijakan negara, baik di legislatif (DPR/DPRD), eksekutif, bahkan di tingkat yudikatif.
Dikatakan Bamsoet, sebagai tulang punggung demokrasi, parpol menjadi titik pangkal paling penting dalam proses terciptanya penyelenggaraan negara yang baik.
“Ini setidaknya tercermin dalam lima fungsi parpol, yaitu artikulasi, agregasi kepentingan, sosialisasi politik, rekrutmen politik dan komunikasi politik. Karenanya, demokrasi tidak akan bermakna apa-apa tanpa partai politik,” terang Bamsoet.
Dia menilai, kondisi parpol saat ini belum banyak memberikan arti kepada masyarakat, itu tidak lain adalah buah dari sistem politik tanah air yang terkadang menjebak partai politik dalam lingkaran korupsi. Misalnya, sistem kontestasi politik terbuka menjadi penyebab munculnya biaya politik tinggi yang bermuara pada korupsi.
Di masyarakat mulai ada wacana mengembalikan sistem Pilkada secara tak langsung melalui DPRD atau penggunaan sistem campuran (mixedsystem) dalam pemilihan anggota Parlemen sebagaimana yang diterapkan di Jerman dan Selandia Baru.
Usulan ini sebagai ikhtiar memperbaiki kondisi bangsa. Demokrasi bukan semata one man one vote. Namun, yang terpenting ada asas keterwakilan rakyat dalam sistem penyelenggaraan negara, baik langsung maupun tidak langsung,” urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini mendorong diterapkannya sistem Pemilu e-voting (electronic voting). Tujuannya untuk efektivitas Pemilu dan membuat Pemilu lebih murah. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah membuat sistem e-voting melalui penggunaan teknologi.
Sebenarnya sistem e-voting sudah dilakukan dalam pemilihan kepala desa (Pilkades). Sedikitnya 172 Pilkades di Kabupaten Pemalang dan 14 Pilkades di Kabupaten Sidoarjo.
“Dan, itu berhasil. Karenanya, saya mengajak seluruh stake holder untuk mendorong penggunaan sistem e-voting mulai dari Pilkades, Pilkada, Pileg dan Pilpres,” tutur Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI tersebut menilai, Indonesia sudah mulai melangkah maju dalam pembenahan sistem kepartaian. Melalui kenaikan dana parpol yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Semula Rp 108, naik menjadi Rp 1.000 per suara sah nasional yang didapat parpol, diharapkan dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan kepartaian secara transparan. Khususnya, dalam memberikan pendidikan politik kepada rakyat.
Kehadiran dana parpol dari APBN guna mencegah parpol mendapatkan pendanaan yang bisa mengganggu independensinya, maupun melalui pelanggaran hukum seperti korupsi.
Dana parpol dari APBN memang tak besar. Karena itu, partai harus pintar mencari dana lain yang sah secara hukum, misalnya melalui fund rising, penjualan merchandise, maupun kegiatan kreatif lainnya. “Inilah tantangan terbesar yang perlu dijawab parpol,” demikian Bambang Soesatyo. (decha)