BUKITTINGGI (Pos Sore) — Banyak koperasi dan UKM yang belum mengetahui adanya kebijakan paket ekonomi X yang digulirkan Presiden Joko Widodo. Paket Kebijakan Ekonomi X ini fokus pada peningkatan perlindungan terhadap Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK), serta perubahan Daftar Negatif Investasi (DNI).
Kepala Bidang Kemudahan dan Insentif Investasi Kemenko Perekonomian Maryanto, mengakui jika kebijakan paket tersebut belum tersosialisasi maksimal. Bukan karena terbatasnya sumberdaya manusia, melainkan lebih karena Perpres terkait paket ekonomi ini baru dikeluarkan pada 2016.
“Sebenarnya sudah tersosialisasi ke seluruh provinsi, tapi memang mungkin belum sampai ke tingkat kabupaten. Karenanya, dinas-dinas terkait di daerah harus ikut menyosialisasikan, perlu melakukan pembinaan bahwa koperasi dan UKM bisa bermitra dengan pemerintah. Dan ini wajib hukumnya. Kalau tidak akan diperiksa oleh KPPU,” terangnya.
Ia berpendapat, Paket Kebijakan Ekonomi 10 yang dirilis pada Kamis 11 Februari 2016 terbukti membuat investor asing khususnya, siap-siap menanamkan modalnya serta berafiliasi dengan UMKM untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia.
Pemerintah menambah 19 bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal atau yang lebih dikenal sebagai Daftar Negatif Investasi (DNI).
“Kebijakan ini dapat memperkuat modal untuk melakukan pembangunan, serta mendorong perusahaan nasional agar mampu bersaing dan semakin kuat di pasar dalam negeri dan global,” katanya.
Maryanto menjadi salah satu narasumber dalam kelas ‘Sosialisasi Kerjasama Investasi Usaha dan Paket Kebijakan Ekonomi’, di sela kegiatan ‘Sinergi Program Sistem Resi Gudang, Kerjasama Investasi, dan Paket Kebijakan Ekonomi’, di Bukittinggi, Sumatera Barat, Kamis (22/2), bekerjasama dengan Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan Kota Bukittinggi serta Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Kabupaten 50 Kota.
Sekitar 100 orang dari Kota Bukittinggi dengan peserta yang merupakan UMKM bidang pertanian, UMKM usaha lainnya, dan perangkat SKPD, memenuhi ruangan kelas ini.
“Dalam pertemuan ini disosialisasikan paket ekonomi 10 terkait Daftar Negatif Investasi (DNI). Perlu masukan agar apa yang menghambat pengajuan usaha dapat dicari jalan keluarnya. Masalah kemudahan investasi masih belum tuntas. Dan ini perlu masukan dari pelaku usaha. DNI memang pada 2018 hingga harus dievaluasi, direvisia,” terangnya.
Revisi DNI ini dilakukan untuk memotong mata rantai pemusatan ekonomi yang selama ini dinikmati oleh kelompok tertentu. Dengan demikian, harga barang dapat ditekan menjadi semakin murah.
Dalam pertemuan ini, diakuinya banyak pelaku usaha yang berkeluh terkait dengan investasi. Pihaknya mencatatkan dalam DNI termasuk yang dibahas mengenai insentif perpajakan, masalah perizinan ketenagakerjaan, masalah peraturan yang berubah kontrak. Jadi semua akan lihat dan akan difollow up.
“Revisi DNI ini lebih pada kemudahan usaha yang pro UKM. Kepemilikan usaha KUKM sekarang diperluas. Restoran semula 100% untuk asing tapi tidak ada yang masuk. Awalnya KUMKM hanya boleh 49%, sekarang dibuka menjadi 100%. Jadi lebih pro UKM,” jelasnya.
DNI tertuang pada Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Dalam implementasinya, banyak sektor investasi dalam DNI dianggap belum sepenuhnya investasi lantaran masih dibatasi kepemilikannya.
Ada kelonggaran regulasi untuk memudahkan investasi. Ada juga sektor farmasi yang belum sepenuhnya bisa dilakukan investasi 100% oleh asing. Nah ini bisa jadi peluang bagi KUMKM untuk bersinergi dan bermitra.
Pihaknya berharap dengan paket ekonomi 10 ini dapat menunjang pertumbuhan ekonomi. “Dari dulu tingkat pertumbuhan ekonomi masih 5% saja. Dengan kebijakan pro KUMKM ini mendongkrak lebih dari 6 pertumbuhan ekonomi. Terlebih KUMKM menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.”
Asisten Deputi Pengembangan Investasi Usaha Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Sri Istiati, menuturkan, paket ekonomi X memperluas bidang usaha kemitraan dengan pelaku UMKM dan Koperasi. Paket kebijakan ekonomi X, bentuk perlindungan bagi pelaku UMKM dan Koperasi dengan memberikan insentif menjalankan usahanya.
“Sayangnya paket ekonomi ini gaungnya tidak sampai ke daerah-daerah. Jangankan koperasi dan UKM, aparatur di daerah saja juga banyak yang belum tahu kalau bisa jadi rekanan pemerintah dalam pengadaan jasa dan barang. Karena itu, Kementerian Koperasi UKM terpanggil untuk menyosialisasikan paket ekonomi ini,” katanya.
Menurutnya, paket Kebijakan Ekonomi dan Daftar Negatif Investasi sangat penting diketahui dan dipahami oleh para pelaku UMKM dan Koperasi. Di dalamnya sarat dengan peraturan yang mengatur persyaratan investor jika akan melakukan usaha/investasinya di Indonesia, yang salah satunya syarat harus bermitra dengan KUKM.
Selain itu, mengatur bahwa KUKM dapat melakukan pengadaan barang dan jasa pemerintah/swasta dalam nilai tertentu. “Inilah yang belum banyak diketahui dan dipahami oleh para aparatur dan pelaku KUKM,” lanjutnya.
Penanaman modal dalam dan luar negeri harus bekerja sama dengan UMKMK di 110 bidang usaha — sebelumnya hanya 48. Menjadi bukti negara hadir dalam mengatur arus investasi. (tety)