JAKARTA (Pos Sore) — Beberapa lembaga seperti Lazisma, PP IPNU, Jemaah Zikir Yaqowiyy, lkhawanul Mubalighin, dan PP RMI NU bekerjasama dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad dengan menyelenggarakan Festival Sholawat Nusantara yang dilaksanakan pada 24 Februari, di Sentul.
Acara Festival Sholawat Nusantara tersebut merupakan lomba berjenjang untuk memperebutkan piala Presiden Joko Widodo. Lomba akan diikuti oleh beragam kelompok pengajian, pesantren, mahasiswa dan pelajar, bahkan sampai pengajian berbagai kantor perusahaan BUMN dan majelis keagamaan di masyarakat.
“Kehadiran Presiden dalam acara ini menunjukan komitmen pemerintah untuk menjadikan semangat beragama sebagai bagian dari tradisi masyarakat kita. Sekaligus memperkenalkan kembali kekayaan tradisi lisan dalam masyarakat islam nusantara,” ujar ketua Panitia Acara Habib Sholeh, di Jakarta, Rabu (21/2).
Menurut Habib, digelarnya acara ini sekaligus sebagai inisiatif untuk lebih mengedepankan ajaran islam yang damai dan menumbuhkan kecintaan pada Nabi SAW. “Kita perlu mengingatkan kembali ruh ajaran Islam untuk meneladani akhlak Rasulullah. Shalawat sebagai ekspresi cinta umat kepada Nabinya merupakan salah satu cara untuk memberikan nuansa islam yang sejuk,” ujarnya.
Adapun teknis audisi atau seleksi perlombaan sholawat tersebut akan dimulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga ke tahap nasional untuk memenangkan hadiah berupa umroh gratis. Puncak acara rencananya akan diadakan di GBK tepat di hari Maulid Nabi bersama para tokoh nasional.
Adapun, penilaian dalam perlombaan sholawat tersebut yait lagu khas lokal yang disholawatkan, kekompakkan, dengan genre sholawat masing-masing peserta.
“Dalam konteks itulah acara Festival Sholawat Nusantara kami selenggarakan. ini adalah upaya merawat tradisi dan kearifan lokal sekaligus mengangkat kembali kekayaan Islam Nusantara,” ujar Nusron Wahid, inisiator acara sekaligus Ketua Panitia Pengarah.
Menurut Nusron, kekayaan tradisi shalawat di Indonesia adalah bukti kehadiran lslam tidak menggerus budaya lokal tapi justru membaur dan saling menguatkan. Dengan tema acara Cinta Sang Nabi, pihaknya ingin menabur kembali nilai Islam yang penuh bahasa cinta, bukan bahasa perbedaan dan kebencian.
“Kami meyakini, ketika kita kembali terbiasa mengekspresikan bahasa cinta dalam tradisi keagamaan, maka akan tercipta suasana yang lebih adem. Agama jadi perekat yang menguatkan bukan menjadi lektor yang bisa memecah belah,” ujarnya. (tety)